Bratt Wilson, pria berdarah Inggris-Indonesia yang sudah menginjak usia 35 th. Diusianya yang sudah matang, Bratt memilih untuk tidak menikah. Karena trauma melihat kehancuran rumah tangga orangtuanya, membuat Bratt menganggap pernikahan hanya lah tempat untuk menambah masalah hidup.
Meski tidak menikah, Bratt masih bisa menyalurkan hasratnya dengan memakai jasa wanita bayaran.
Hingga akhirnya Bratt bertemu dengan Alea Andara. Rasa ingin memiliki Alea sangat lah besar meski Bratt tahu kalau Alea sudah memiliki suami.
Apakah rasa ingin memiliki itu hanyalah sekedar obsesi Bratt atau karena memang Bratt telah jatuh cinta pada Alea?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Nath, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Berhasil Memasang Kamera Tersembunyi
Kini Bratt dan Dan sudah berada tepat di depan unit apartemen Nyonya Rebecca. Setelah sebelumnya memastikan ke ruang cctv apakah Jonas sudah kembali ke apartemennya atau belum dan ternyata Jonas belum kembali ke apartemennya.
Dengan bantuan salah satu petugas di ruang cctv yang sudah Bratt bayar mahal tentu-nya, Bratt meminta petugas itu untuk langsung menghubunginya saat Jonas sudah kembali.
Ceklek. Setelah hampir lima menit berusaha menghack kunci pintu unit apartemen Nyonya Rebecca, Dan akhirnya berhasil membuat pintu itu terbuka.
Cepat-cepat Bratt dan Dan masuk ke dalam unit apartemen.
"Kira-kira bagusnya dimana aku meletakkan tiga kamera tersembunyi ini?" Tanya Bratt pada Dan.
"Kalau kau jadi Jonas, kira-kira di ruang mana saja kau akan bercinta dengan Nyonya Rebecca." Dan malah bertanya balik.
"Ah.. aku tau!" Ucap Bratt.
Kamera tersembunyi berukuran sangat kecil itu pun Bratt letakkan di ruang tengah. Bratt memasukkan kamera itu dalam vas bunga yang ada disamping televisi.
Bratt pun membuka ponselnya untuk melihat sisi yang di ambil kamera itu. Setelah menyetel kamera di sudut pengambilan yang bagus, Bratt pun beralih ke kamar yang kira-kira Jonas dan Nyonya Rebecca sering pakai untuk ritual mengguncang ranjang.
Kembali Bratt mengatur posisi kamera agar mendapat sudut pengambilan gambar yang bagus.
Setelah selesai memasang kamera di kamar, Bratt pun kembali berpikir dimana ia harus meletakkan kamera ketiga-nya.
"Kalau aku jadi Jonas, aku akan memakai ruang makan untuk menunggangi Nyonya Rebecca." Monolog Bratt.
"Tapi untuk sebagian orang, ruang makan sangat jarang di pakai Bratt. Bagaimana kalau di kamar mandi. Aku yakin di kamar mandi pasti mereka sering berendam di bath-up bersama." Usul Dan.
"Ya kau benar!" Ucap Bratt menyetujui ide Dan.
Bratt pun berjalan ke kamar mandi yang ada di kamar mandi lalu memasang kamera-nya yang terakhir dan mengatur kamera itu di sudut pengambilan yang bagus.
Kriing.. kriing.. kriing. Tiba-tiba saja ponsel Bratt berdering tanda ada panggilan masuk.
Bratt pun mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana.
"Halo." Jawab Bratt.
"Tuan Bratt, ini saya petugas cctv." Balas petugas cctv.
"Apa Jonas sudah kembali?" Tanya Bratt.
"Tidak Tuan, tapi Nyonya Rebecca yang kembali." Jawab petugas cctv.
"Baiklah, aku mengerti." Bratt pun mengakhiri panggilan teleponnya dengan petugas cctv.
"Ayo kita keluar, Nyonya Rebecca datang." Ucap Bratt.
Bratt dan Dan pun bergegas keluar dari unit apartemen Nyonya Rebecca.
"Jangan menggunakan lift. Nanti kita bertemu dengan Nyonya Rebecca." Cegah Bratt saat Dan hendak berjalan menuju lift.
Mereka pun turun ke lantai dimana unit apartemen Bratt berada dengan menggunakan tangga darurat. Untungnya unit apartemen Bratt hanya beda satu lantai dengan unit apartemen Nyonya Rebecca.
Kini mereka sudah berada di lantai unit apartemen Bratt.
"Sudah beres semuanya kan? Kalau begitu aku pulang." Ucap Dan dengan nafas yang terengah-engah.
Bratt menganggukkan kepalanya.
"Aku juga mau ke kantor." Jawab Bratt.
"Aku pulang kalau begitu!" Ucap Dan lalu berjalan menuju lift. Dan Bratt berjalan menuju unit apartemennya.
*
*
*
Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Bratt baru sampai di kantornya.
Bratt tidak langsung ke ruang kerjanya, melainkan ke devisi design grafis untuk melihat Alea.
"Selamat siang semua-nya." Sapa Bratt.
Sontak semua mata karyawan yang ada di devisi itu termasuk Alea menoleh ke arah sumber suara.
Mereka semua tercengang dengan sapaan Bratt karena tidak biasanya Bratt menyapa para karyawan seperti sekarang ini.
"Apa ada yang bisa di bantu Tuan?" Tanya Zhinta memecah rasa tercengang para karyawan.
"Ah.. tidak. Aku hanya ingin mengecek saja." Jawab Bratt.
"Ya sudah, lanjutkan pekerjaan kalian." Kata Bratt lagi lalu memutar tubuhnya dan cepat-cepat berjalan menuju lift. Bratt sadar kalau apa yang baru ia lakukan pasti terlihat aneh dimata para karyawannya.
*
*
*
Bersambung...