NovelToon NovelToon
Dr. Brain

Dr. Brain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi / Horror Thriller-Horror / Kehidupan di Kantor
Popularitas:308
Nilai: 5
Nama Author: Here Line

Raisha seorang agen rahasia ditugaskan menjaga seorang pegawai kantor bernama Arya dari kemungkinan ancaman pembunuhan Dr. Brain, seorang ilmuwan gila yang terobsesi menguasai negara dan dunia menggunakan alat pengendali pikiran yang terus di upgrade menggunakan energi kecerdasan orang-orang jenius. Temukan keseruan konflik cinta, keluarga, ketegangan dan plot twist mengejutkan dalam novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Here Line, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 21 : Judul Sebuah Buku

Setelah makan di kantin markas NIMBIS, Arya dan Raisha memutuskan untuk pergi ke ruang briefing di bawah tanah. Di sana mereka duduk dan memandang ke arah kalung Raisha yang diletakkan di atas meja. Mereka sama-sama diliputi perasaan tegangan.

Arya mengarahkan sebuah senter kecil dan mengintip lewat kaca pembesar. Dia melihat barisan 26 huruf itu lagi.

d p s f k r j y b o s j s g d p c o g v z f i w f y

Arya mulai menyalin huruf-huruf itu di atas kertas. Dia merasa perlu melakukannya karena huruf-huruf itu terlalu kecil untuk dilihat terlalu sering. Sementara Arya perlu memecahkan teka-teki ini, dan dia merasa harus selalu melihat deretan kode itu.

“Aku harus mencoba mengkonversi huruf-huruf ini menjadi angka. Aku rasa kamu benar. Melihat jumlah huruf ini ada 26, sepertinya memang menyiratkan jumlah seluruf alfabet dan ini seolah memberi kita petunjuk bahwa seluruh alfabet secara berurutan akan diwakili dengan angka 1 hingga 26, a = 1, b = 2, c = 3 dan seterusnya hingga z = 26,” ujar Arya.

Rasiha mengangguk, “Aku mengerti. Aku akan bantu, mana yang bisa aku konversi?”

Arya berpikir sejenak, “Baiklah, kamu bisa konversi 13 huruf paling awal, dan aku 13 huruf berikutnya.”

Raisha segera mengeluarkan kertas dan pulpen dari tasnya.

Selesai menyalin, Arya dan Raisha mulai mengkonversi huruf-huruf acak itu dengan teliti. Dalam beberapa detik mereka segera mendapatkan angka-angka yang mewakilinya.

4, 16, 19, 6, 11, 18, 10, 25, 2, 15, 19, 10, 19, 7, 4, 16, 3, 15, 7, 22, 26, 6, 9, 23, 6, 25

“Mmm… baiklah, aku akan mendapatkan angka intinya dulu,” ucap Arya, terdengar tak yakin. Arya mulai berproses.

4, 1+6, 1+9, 6, 1+1, 1+8, 1+0, 2+5, 2, 1+5, 1+9, 1+0, 1+9, 7, 4, 1+6, 3, 1+5, 7, 2+2, 2+6, 6, 9, 2+3, 6, 2+5

4, 7, 10, 6, 2, 9, 1, 7, 2, 6, 10, 1, 10, 7, 4, 7, 3, 6, 7, 4, 8, 6, 9, 5, 6, 7

4, 7, 1+0, 6, 2, 9, 1, 7, 2, 6, 1+0, 1, 1+0, 7, 4, 7, 3, 6, 7, 4, 8, 6, 9, 5, 6, 7

Setelah itu tak butuh waktu lama, Arya berhasil menyederhanakan angka-angka itu dan mendapatkan hasil akhir yang diharapkan.

4, 7, 1, 6, 2, 9, 1, 7, 2, 6, 1, 1, 1, 7, 4, 7, 3, 6, 7, 4, 8, 6, 9, 5, 6, 7

Arya dan Raisha memandangi deretan angka itu. Keduanya tampak bingung.

“Raisha, kamu tahu kan semuanya ada 26 nomor? Jika kita membaginya menjadi enam itu akan tersisa 2 nomor.”

Raisha mengerti jalan pikiran Arya, kenapa Arya berpikir untuk membaginya menjadi 6. Jika 26 nomor itu dibagi 6 kelompok hasilnya 4 nomor untuk tiap kelompok, dan tersisa 2 nomor yang tidak  masuk ke kelompok manapun.

Arya sedang berusaha mencari jalan untuk mengonversi 26 nomor itu menjadi 6 nomor yang mereka perlukan untuk membuka kunci kombinasi. Siapa tahu 6 digit yang dihasilkan nanti dapat membuka kotak metal kalung itu. Tapi kenyataan bahwa hasil bagi itu tersisa 2, membuat mereka bingung.

“Lalu bagaimana dengan sisa 2 itu?” tanya Raisha.

Arya berpikir sejenak, lalu menjawab, “Kabar baiknya yang tersisa itu sebuah angka genap,” kata Arya dengan sorot mata berbinar, seolah sebuah ide tiba-tiba masuk ke dalam otaknya.

“Prinsip simetris?” tanya Raisha.

“Ya, kamu bisa menangkap apa yang aku maksud,” ucap Arya.

“Dan artinya akan ada 3 kemungkinan kombinasi digit?”

“Jika yang dicari angka inti, kemungkinan ya, akan ada 3 kemungkinan kombinasi digit, atau bahkan 6 jika kita juga memasukkan prinsip identik,” ucap Arya terdengar pasti.

Raisha tersenyum. Merasa terhubung dengan ide cemerlang Arya membuat gadis itu bersemangat.

“Baiklah aku akan mengelompokkan angka-angka ini, dan akan kita lihat sama-sama bagaimana 26 nomor ini terhimpun dalam kelompok-kelompok simetris dan kelompok-kelompok identik,” ucap Arya penuh semangat.

Arya segera menyusun nomor-nomor itu menjadi kelompok simetris dan kelompok identik antara sebelah kiri dan kanan.

4 7 1 6 2 9 1 7 2 6 1 1 1 7 4 7 3 6 7 4 8 6 9 5 6 7

Simetris :

47162   9172   6111   7473   6748   69567

4716   29172   6111   7473   67486   9567

4716   2917   26111   74736   7486   9567

Identik :

47162   9172   6111   74736   7486   9567

4716   29172   6111   7473   67486   9567

4716   2917   26111   7473   6748   69567

Begitu Arya akan melanjutkan hitungannya, Raisha berkata :

“Tunggu, coba kamu lihat pilihan kedua di kelompok simetris dan identik, bukankah itu sama?”

Arya membandingkan keduanya dan terkejut, dia baru menyadarinya.

“Kamu benar, antara kiri dan kanan jumlah nomornya simetris sekaligus identik. Sepertinya kita bisa mencoba memproses kombinasi digit itu. Semoga saja itu digit yang benar,” ucap Arya tak bisa menyembunyikan ketakjubannya.

4716   29172   6111   7473   67486   9567

Arya segera memproses penyederhanaan.

4+7+1+6   2+9+1+7+2   6+1+1+1   7+4+7+3   6+7+4+8+6   9+5+6+7

18   21   9   21   31    27

1+8   2+1   9   2+1   3+1    2+7

9 3 9 3 4 9

“Ini dia, semoga saja benar!” ucap Arya

Raisha segera mengambil kaca pembesar dan pinset lalu mencoba enam digit angka itu untuk membuka kunci kombinasi di kotak metal kalungnya.

Ketegangan meliputi mereka. Satu per satu Raisha memutar angka-angka pada kunci kombinasi itu menggunakan pinset, dan ketika angka terakhir berhasil disejajarkan tak ada yang terjadi.

Raisha berusaha menekan lebih kuat penutup itu, hasilnya tetap sama. Penutup kotak metal itu tak bergerak sama sekali. Kondisinya masih tetap terkunci, menandakan bahwa enam digit hasil hitungan Arya bukan digit yang benar.

Dengan demikian Arya terpaksa melanjutkan hitungannya untuk empat pilihan lain yang belum dicoba. Ketika proses hitung selesai, Raisha mencobanya, dan hasilnya sama saja.

Arya tak ingin menyerah, akhirnya ia meninggalkan prinsip simetris dan identik itu, ia mencoba penggabungan 2 nomor sisa itu dengan mengabaikan prinsip simetris dan identik. Namun ketika kombinasi-kombinasi digit yang dihasilkan dicoba Raisha, tak ada yang terjadi. Kotak metal kalungnya tetap terkunci.

"Raisha," Arya akhirnya membuka pembicaraan, suaranya terdengar lebih serius dari biasanya, "sepertinya ini bukan cara yang benar. Sepertinya memang tak kan semudah itu kakekmu menyusun teka-teki ini.”

Raisha menghela napas panjang.

Arya melanjutkan perkataanya, “Aku rasa dia benar-benar serius melindungi kalung ini. Aku tahu ini benda yang sangat unik. Rasanya tidak mungkin untuknya membuat teka-teki yang akan dengan mudah ditebak.”

“Lalu jika ini mudah ditebak, apa yang mungkin tak mudah ditebak?” tanya Raisha.

“Mungkin… sesuatu yang hanya kamu yang tahu. Tapi entahlah, mengingat kamu sendiri pernah mencoba membuka kalung itu, aku tak yakin apa itu.”

Raisha terdiam sejenak, matanya terfokus pada kalung itu menggunakan kaca pembesar. Melihat lagi kombinasi 26 huruf acak itu, lalu tulisan di bawahnya.

The function of knowledge for the brain.

Kalimat tersebut mengingatkannya pada sesuatu. Rasanya ia pernah membaca kalimat itu sebelumnya, mungkin belasan tahun yang lalu, tetapi di mana? Ingatan masa kecilnya terasa kabur. Namun setelah beberapa saat, seolah-olah ada kilatan ingatan yang menyambar.

"Aku ingat!" kata Raisha dengan suara yang sedikit gemetar. "Itu... Itu adalah judul sebuah buku.

“Apa maksudmu?”

“The function of knowledge for the brain. Itu adalah judul sebuah buku.”

Arya menatapnya bingung. "Oh ya, buku apa?"

“Buku itu milik kakekku! Raisha menggelengkan kepala, mencoba mengingat lebih jelas. "Dulu kakekku sering membaca buku itu, aku ingat sampulnya yang memperlihatkan gambar otak."

"Mungkinkan itu petunjuk?”

“Bukankah kamu bilang, mungkin petunjuk itu adalah sesuatu yang hanya aku sendiri yang tahu? Dan aku tahu bahwa kakeku memiliki buku langka itu, sesuatu yang mungkin tidak diketahui orang lain dan hanya orang-orang tertentu saja yang tahu,” ucap Raisha.

“Iya tapi, ini terlalu abstrak, bagaimana sebuah buku akan memberi tahu kita enam digit angka yang benar?”

“Aku tidak tahu, mungkin kita akan segera tahu setelah melihat langsung buku itu.”

Arya mengangguk, merasa tak ada pilihan lain dia pun berkata, “Lalu dimana buku itu?”

Rasiha tak yakin, tapi ingatannya memberitahu dia kalau buku itu tersimpan di perpustakaan pribadi kakeknya. “Kemungkinan besar di perpustakaan pribadi kakekku, di rumahnya di Kalimantan.”

Arya terkejut. "Kalimantan? Mungkinkah kita harus ke sana? Apakah buku itu benar-benar ada di sana?"

"Kuharap kita tidak perlu ke sana. Aku bisa menelepon nenekku dulu.”

Tanpa menunggu waktu, Raisha segera melakukan panggilan lalu  menempelkan ponselnya ke telinga, menunggu nada sambung terjawab. Akhirnya, terdengar suara lembut di seberang sana.

“Nek! Assalamualaikum,” ucap Raisha dengan semangat yang sedikit tergesa.

“Waalaikumsalam, Raisha sayang. Tumben menelepon nenek, ada apa?” sahut neneknya dengan suara yang hangat.

“Iya Nek, apa nenek di sana baik-baik saja?”

“Kondisi nenek baik, sayang, ada apa?”

“Begini Nek, aku butuh bantuan. Di perpustakaan kakek, apakah ada buku berjudul The Function of Knowledge for the Brain?” tanya Raisha penuh harap.

Nenek terdiam sejenak, seolah mengingat-ingat, lalu terdengar bunyi langkah pelan. “Sebentar, Nenek lihat dulu, ya.”

Raisha menahan napas, mendengar bunyi pintu lemari yang terbuka dan gemerisik halaman buku yang disentuh. Sesaat kemudian, nenek kembali berbicara.

“Ah, ada, Nak. Memang ada buku itu. Judulnya besar, jadi Nenek bisa lihat,” ujar nenek dengan nada puas.

Raisha tersenyum lega. “Alhamdulillah! Nek, bisa tolong lihat juga, siapa tahu ada secarik kertas yang terselip di dalam buku itu?”

“Hmm, biar Nenek cek dulu.” Nenek membuka beberapa halaman dengan pelan. “Tidak ada, sayang. Kosong.”

Raisha menghela napas, merasa kecewa. “Ya sudah, Nek, kalau memang tidak ada,”

“Ada apa memangnya? Kamu kok terdengar buru-buru?”

“Tidak apa-apa, Nek. Sudah dulu ya Nek, assalamualaikum.”

“Ya sudah, waalaikum salam.”

Setelah menutup telepon, Raisha tampak termenung.

Sementara itu Arya terpikir sesuatu, dan dia segera berkata, “Mungkin enam digit itu bukan tercoret di secarik kertas yang terselip di buku. Bisa saja… enam digit angka itu bagian dari teks bukunya sendiri, enam digit angka yang mungkin mewakili ilmu pengetahuan tertentu di dalamnya, atau berupa coretan kakekmu di salah satu halamannya. Kurasa kita memang tak akan pernah tahu sampai kita memeriksanya dengan teliti secara langsung.”

“Apa kita harus benar-benar ke Kalimantan?” gumam Raisha, lebih kepada dirinya sendiri.

“Aku nggak tahu, tapi sebelumnya tidak ada salahnya jika kita coba dulu mencari tahu enam digit angka lewat internet yang kira-kira berhubungan dengan pembahasan buku kakekmu. Enam digit angka unik yang mungkin berhubungan dengan pengetahuan tentang otak dan knowledge itu sendiri.”

“Ide bagus,” timpal Raisha.

Raisha segera mengambil tindakan. Ia mengeluarkan laptopnya dan menghubungkan ke jaringan internet. Kemudian Raisha mencoba berbagai kata kunci yang berhubungan dengan enam digit angka dan tema-tema pengetahuan tentang otak terutama kaitannya dengan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dan hasilnya benar-benar mengejutkan mereka.

TBC

Dukung terus "Raisha & Arya" menghadapi kejahatan Dr. Brain di cerita ini ya teman-teman ! Jangan lupa LIKE, COMMENT, KASIH BINTANG & IKUTI Author, biar Author tambah semangat !!! Nantikan chapter berikutnya, daaah... !!!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!