Mimpi yang terus terulang membwa Leora pergi ke dimensi berbeda serta merubah kehidupannya.
Dia yang hanya seorang pemilik toko kecil di pusat kota justru di sebut sebagai ELETTRA (Cahaya) di dimensi lain dan meminta bantuannya untuk melenyapkan kegelapan.
Secara kebetulan, begitulah menurutnya. dirinya pergi ke dimensi berbeda bersama Aron yang menjadi sahabatnya melalui mimpi, namun siapa sangka persahabatnnya bersama Aron justru membawa dirinya pada situasi yang tidak biasa.
Sihir yang semula hanya dia tahu melalui buku secara ajaib bisa dia lakukan.
Dan ketika cinta bersemi di hatinya serta tugas melenyapkan kegelapan telah selesai, apa yang akan dia lakukan?
Akankah dia kembali ke dimensi aslinya atau akan tetap bersama pria yang dia cintai?
Ikuti kisahnya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. LD 21.
# Masa Kini....
Aron menghembuskan napas panjang ketika ingatannya kembali ke masa lalu, masa dimana dirinya masih anak-anak bersama kakak perempuannya serta bagaimana dirinya bisa bertemu dengan Leora.
Pertama kali ia membawa Leora ke Apartemen justru menjadi awal dirinya baru menyadari bahwa Leora adalah manusia terpilih yang ia cari. Sekian tahun waktu yang ia habiskan bersama wanita itu membuat dirinya mengerti mengapa ia tidak bisa lagi melihat masa lalu ataupun menghapus ingatan Leora ketika menyentuh tangan wanita itu.
Energi yang pernah ia rasakan dari Leora saat pertemuan kedua mereka, lalu energi itu lenyap ketika mereka bersentuhan menjadi pertanda yang terlambat ia sadari bahwa manusia terpilih adalah perisai sebagai kekuatan alami yang dimiliki manusia terpilih.
Untuk kesekian kalinya Aron menghembuskan napas panjang, memandangi wajah wanita yang terbaring di atas tempat tidur miliknya di Apartemen. Ia memilih untuk kembali ke dimensi dimana tubuh mereka berada setelah Leora kehilangan kesadaran karena meminjam kekuatan dari pedang giok untuk mendatangkan hujan yang membuat energi wanita itu terkuras.
Tak lama, ia melihat pergerakan lembut dari Leora dan perlahan membuka kedua matanya. Tanpa aba-aba, Leora bangun dari berbaringnya, hal yang justru membuat wanita itu segera mencengkram kepalanya.
"Akh,,,,,"
"Berbaring saja." ujar Aron seraya membantu wanita itu kembali berbaring.
"Ini,,,, Bukankah ini kamarmu?" tanya Leora.
"Ya," sahut Aron.
"Kamu tidak bisa di sana terlalu lama," imbuhnya.
"Jadi, yang baru saja aku alami bukan mimpi?" tanya Leora segera menegakkan punggung.
Pandangan Leora terhenti pada Aron yang kembali ke penampilan yang selama ini ia lihat. Rambut terikat serta berkacamata.
"Apakah kamu masih menganggap itu mimpi?" sambut Aron.
"Aduh,,,, Apa yang kamu lakukan?" Aron mengaduh disertai menarik cepat tangannya sendiri tepat setelah Leora memberikan cubitan pada tangannya.
"Aku hanya memastikan apakah sekarang aku sedang bermimpi atau tidak," jawab Leora tanpa beban
"Kenapa kamu tidak mencubit dirimu sendiri," protes Aron.
"Jika itu terasa sakit, aku tidak mau mencobanya," jawab Leora.
Wanita itu menjatuhkan kepalanya lagi ke bantal, lalu meletakkan punggung tangannya ke dahi disertai hembusan napas panjang.
"Aku tak pernah menyangka apa yang selama ini hanya kubaca dan kulihat di dalam buku, aku bisa melihatnya secara langsung," Leora bergumam pelan.
"Maaf," sambut Aron.
Leora menjauhkan tangan dari dahinya, menatap pria yang duduk di samping tempat tidur dimana ia berbaring dengan menundukkan kepala.
"Kenapa kamu meminta maaf?" tanya Leora.
"Kamu berada disituasi seperti sekarang karenaku," jawab Aron.
Leora menghembuskan napas kasar, bangun dari berbaringnya dan duduk bersandar.
"Berapa kali aku harus mengatakannya bahwa ini bukan salahmu? Tidakkah kamu merasa bosan mengatakan hal yang sama berulang kali?" sambut Leora.
"Bagaimana dengan mereka? Maksudku penduduk desa," imbuh Leora bertanya.
"Api memang bisa di padamkan sepenuhnya, namun kerusakan tetap ada," jawab Aron.
"Apakah mereka terluka?" tanya Leora lagi.
Aron terdiam sejenak, mengangkat pandangan, lalu kembali menunduk.
"Aron,,,,"
Leora memanggil dengan perasaan cemas, hanya dengan melihat raut wajah sahabatnya yang berubah muram ia sudah bisa menebak sesuatu yang buruk telah terjadi.
"Katakan sesuatu! Kenapa kau diam saja?" sergah Leora tidak sabar.
"Banyak dari mereka mendapatkan luka ringan, beberapa terluka parah, namun beberapa gagal di selamatkan, terutama anak-anak dan bayi," ungkap Aron.
"Erebus kembali menyerang setelah api padam, dan dia sempat melihatmu saat kamu menggunakan sihir air," imbuhnya.
"Lalu mengapa kita kembali jika keadaan menjadi buruk?" protes Leora tidak senang.
"Kita kembali ke sana sekarang, mereka membutuhkan bantuanmu, bukankah kamu bisa menyembuhkan mereka?" imbuhnya.
"Apapun yang kita lakukan di sana selama tubuh kita berada di sini akan terbatas, Lea," jawab Aron.
"Itu juga alasan mengapa kamu tidak sadarkan diri setelah menggunakan sihir,"
"Kamu perlu berada di satu tempat sepenuhnya untuk menghilangkan efek itu," Aron menambahkan.
"Kalau begitu kita ke sana sekarang! Kamu bisa melakukannya bukan?" sambut Leora.
"Tidak semudah itu." jawab Aron menggeleng lemah.
"Mengapa?" sambut Leora.
"Aku hanya memiliki satu kesempatan lagi untuk membuka portal, setelah portal itu terbuka, maka akan tertutup selamanya," jawab Aron.
"Apa artinya itu?" tanya Leora menyipitkan mata.
Aron kembali terdiam, menatap lekat wajah wanita yang kini duduk duduk berhadapan dengan dirinya. Satu tangannya melepaskan kacamata yang masih ia pakai, lalu memberikan tatapan serius sebelum kembali berkata,
"Jika kamu melewati portal, kamu tidak akan bisa kembali,"
"Apa,,,?!?" Leora terpekik kaget, tubuhnya bahkan tanpa sadar telah berdiri dengan pandangan terus tertuju pada Aron yang juga tengah menatap dirinya.
"Apa maksudnya sekarang?" tanya Leora.
"Aku tidak bisa kembali jika aku membantu? Tapi kalian meminta bantuan? Apakah kamu bercanda?"
"Apakah yang sedang ingin kamu katakan adalah aku akan tetap terjebak di sana bahkan setelah aku membantu kalian?" tanya Leora meninggikan suaranya.
Leora tertawa sumbang, melihat Aron hanya terdiam cukup baginya untuk mengartikan jawaban apa yang akan pria itu ucapkan.
"Lalu, apa yang akan terjadi di sini jika aku pergi? Kau ingin aku meninggalkan rumahku? Meninggalkan Bibi?" tanya Leora lagi.
"Ketika kamu memasuki portal, semua tentangmu di dimensi ini akan hilang, semua ingatan semua orang yang mengenalmu akan lenyap, sama seperti kamu tidak pernah terlahir," jawab Aron.
Jawaban yang tidak pernah Leora duga namun berhasil menusuk hatinya dengan begitu dalam. Perlahan, wanita itu melangkah menjauh, tertawa sumbang sembari mengunci pandangan pada pria yang masih setia dalam duduknya, lalu berbalik.
"Tunggu, Lea!" Aron berseru seraya bangun dari duduknya dan mengejar Leora yang berjalan dengan langkah cepat menuju pintu.
"Berhenti!"
"Dengarkan aku sebentar!" harap Aron menahan Leora dengan mencekal pergelangan tangannya.
"Mendengarkan semua omong kosongmu?" tukas Leora menepis tangan Aron dari pergelangan tangannya.
"Apa yang sudah kamu dengar bukan omong kosong," sanggah Aron.
"Aku tahu jika kamu akan menolak untuk membantu setelah mendengar bayaran apa yang harus kamu berikan. Tetapi, bukan berarti kamu harus melakukannya, karena kami tidak bisa memaksamu, itu adalah pantangan yang tidak bisa di langgar atau bencana lebih besar akan menimpa kami," ungkap Aron.
"Kenapa harus aku?" sambut Leora, suaranya berubah lesu.
"Aku tidak akan memaksamu, Lea. Untuk sekarang istirahatlah di kamarku, ini sudah terlalu malam," ucap Aron.
"Lalu, Bibi?" tanya Leora.
"Aku sudah berjanji untuk pulang lebih cepat," imbuhnya.
"Aku sudah menghubungi Bibi bahwa kamu tidak pulang, dan Bibi mengerti," sahut Aron.
"Istirahatlah! Gunakan saja kamarku, aku akan tidur di sofa.
Leora mengangguk lesu, membiarkan pria itu menuntunnya menuju kamar dan segera membaringkan tubuhnya. Sementara pria yang menjadi pemilik kamar melangkah keluar setelah selesai menutupi tubuh Leora menggunakan selimut sekaligus menutup pintu kamar.
Leora mengarahkan pandangan pada pintu, memikirkan semua kejadian yang telah ia lihat sebelumnya ketika tiba-tiba suara familiar terdengar dalam benaknya.
"Nona,,,"
Leora mengerutkan kening, mengedarkan tanpa menemukan siapapun.
"Nona,,,,"
Suara itu kembali terdengar, namun tidak ada siapapun selain dirinya di dalam kamar.
"Nona,,,,?
"Siapa?"
. . . . .
. . . . .
To be continued...
produktif sekali thorrr/Drool//Drool/
why/Curse//Curse//Curse//Curse/
terasa horor /Joyful//Joyful//Facepalm/