Libelle Talitha, atau Belle, adalah gadis 17 tahun yang hidup di tengah kemewahan sekolah elit di Inggris. Namun, di balik kehidupannya yang tampak sempurna, tersembunyi rahasia kelam: Belle adalah anak dari istri kedua seorang pria terpandang di Indonesia, dan keberadaannya disembunyikan dari publik. Ayahnya memisahkannya dari keluarga pertamanya yang bahagia dan dihormati, membuat Belle dan ibunya hidup dalam bayang-bayang.
Dikirim ke luar negeri bukan untuk pendidikan, tetapi untuk menjauh dari konflik keluarga, Belle terperangkap di antara dua dunia. Kini, ia harus memilih: terus hidup tersembunyi atau memperjuangkan haknya untuk diakui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhirnya Bertemu
Draven melangkah menuju kelasnya, tetapi pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan wanita yang dilihatnya di lorong tadi. Begitu sampai di depan pintu kelas, matanya tiba-tiba menangkap sosok di kelas sebelah yang membuatnya berhenti sejenak. Wanita itu, dengan rambut panjang dan mata yang menunduk, duduk di kursinya, tenggelam dalam buku yang sedang dibacanya.
Draven mengerjap, memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. "Memang benar itu Belle," gumamnya pelan, merasa dadanya berdebar lebih cepat dari sebelumnya. Senyum tipis muncul di bibirnya. Tanpa berpikir panjang, Draven melangkah mendekati kelas sebelah, di mana Belle berada. Rasa senang membuncah di dalam dirinya, tak sabar untuk memastikan bahwa Belle benar-benar ada di sana, di sekolah yang sama dengannya.
Ketika Draven mendekat, Belle masih belum menyadari kehadirannya. Dia tampak fokus pada buku di tangannya, alisnya berkerut sedikit, seperti sedang mencoba mencerna informasi yang dibacanya. Draven berdiri di depannya, memandang Belle selama beberapa detik sebelum akhirnya membuka suara.
"Belle?" panggil Draven dengan suara yang hangat, membuat Belle mendongak dengan kaget.
Belle menatapnya, terkejut melihat Draven berdiri di depannya. "Draven?" suaranya pelan, hampir tidak percaya bahwa pria yang ia pikir jauh dari kehidupannya kini berdiri di hadapannya. Belle tidak bisa menutupi ekspresi terkejut di wajahnya, dan jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat. "Kamu... di sini?" tanya Belle, masih belum bisa sepenuhnya percaya.
Draven tersenyum lembut. "Aku juga terkejut melihatmu di sini. Aku nggak nyangka kita bakal ketemu lagi di sekolah ini," jawabnya, suaranya terdengar penuh kelegaan.
Belle menutup bukunya dan menarik napas dalam. "Iya, aku nggak menyangka kamu juga ada di sini. Aku kira kita nggak akan pernah bertemu lagi," jawab Belle dengan suara yang tenang, meskipun hatinya sedikit bergejolak.
Draven menatap Belle dengan tatapan yang lebih dalam, seolah ingin memastikan bahwa pertemuan ini bukan sekadar kebetulan. "Aku senang kita bisa ketemu lagi, Belle," katanya dengan tulus.
Saat suasana antara Belle dan Draven terasa begitu tenang, tiba-tiba terdengar suara nyaring dari lorong. Paula berteriak keras memanggil nama Draven, suaranya memenuhi ruangan kelas, menarik perhatian beberapa siswa di sekitarnya. Belle terkejut, seketika mengalihkan pandangannya ke arah pintu kelas.
Paula berjalan cepat dengan langkah penuh percaya diri, wajahnya menampakkan kemarahan yang tak disembunyikan. Begitu melihat Belle duduk di depan Draven, tatapan Paula menjadi semakin tajam. Dia menyipitkan mata, lalu menyadari sesuatu.
"Wanita ini... Bukankah dia yang ada di Manchester waktu itu?" gumam Paula keras, seperti berbicara pada dirinya sendiri namun cukup jelas terdengar oleh Draven dan Belle.
Paula menghampiri mereka dengan langkah tegas, berhenti tepat di depan Belle. "Sedang apa kau di sini?" Paula langsung melayangkan pertanyaan dengan nada tajam. "Kenapa kau tiba-tiba sekolah di sini? Kau mengikuti Draven sampai ke sini?" lanjutnya dengan nada sinis, matanya menatap Belle seolah menuduh.
Belle yang masih terkejut, hanya menatap Paula dengan bingung. Suasana yang tadinya hangat dan tenang kini berubah tegang. Belle tak langsung menjawab, mencoba mencerna tuduhan yang datang bertubi-tubi dari Paula.
Draven, yang sedari tadi berdiri di samping Belle, segera bereaksi. "Paula, cukup!" suaranya tegas, tetapi tidak terlalu keras. "Jangan bicara seperti itu. Belle tidak mengikuti siapa pun, apalagi aku," lanjutnya, berusaha membela Belle.
Paula mendengus. "Oh ya? Lalu apa dia tiba-tiba ada di sekolah ini? Kau pikir aku bodoh? Setelah apa yang terjadi di Manchester, sekarang dia muncul di sini begitu saja?"
Belle akhirnya angkat bicara. "Aku tidak punya alasan untuk mengikuti siapa pun," katanya dengan suara tenang, meskipun hatinya terasa sesak mendengar tuduhan Paula. "Aku pindah ke sini karena ayahku yang memindahkanku, dan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan Draven atau siapa pun."
Paula menatap Belle dengan cemoohan, sementara Draven hanya bisa menatap keduanya, merasa keadaan semakin rumit. Dia tahu bahwa hubungan antara Paula dan dirinya sudah tidak sebaik dulu, namun kehadiran Belle hanya memperumit semuanya.
"Sudah cukup, Paula," kata Draven lagi, kali ini lebih tegas. "Aku akan jelaskan nanti, tapi jangan buat keributan di sini."
Paula mendengus sekali lagi, namun kali ini dia tidak melanjutkan kata-katanya. Dia hanya melayangkan tatapan tajam ke arah Belle sebelum berbalik dan pergi dengan langkah cepat, meninggalkan Draven dan Belle dalam suasana yang masih tegang.
Draven dan Amanda sedang berjalan menuju kelas mereka ketika tiba-tiba mendengar keributan di kelas sebelah. Suara Paula yang melengking terdengar jelas, dan itu menarik perhatian Amanda. Dengan penasaran, Amanda menoleh ke arah Draven yang tampak juga mendengar kegaduhan itu.
"Mari kita lihat apa yang terjadi," kata Amanda sambil menarik lengan Draven, berjalan cepat menuju sumber suara.
Ketika mereka tiba di pintu kelas, pemandangan yang mereka saksikan membuat Amanda mengernyit. Paula berdiri dengan tatapan tajam ke arah Belle, sementara Draven terlihat mencoba menengahi tanpa banyak berhasil. Situasi itu memicu ketegangan yang jelas terasa di dalam ruangan.
"Apa yang terjadi di sini?" Amanda berkata dengan nada tegas, menyela perdebatan. Semua mata, termasuk Paula dan Draven, langsung menoleh ke arahnya. Paula terlihat terganggu oleh intervensi itu, tetapi Amanda tidak menghiraukannya. Dia berjalan mendekat, berdiri di antara Belle dan Paula.
"Paula, kau tidak punya urusan di kelas ini," lanjut Amanda, tatapannya tajam dan penuh otoritas. "Kamu dan Draven seharusnya ada di kelas lain, bukan di sini membuat keributan."
Paula mendengus kesal, tetapi Amanda tetap berdiri tegak, tak memberinya ruang untuk membalas lebih jauh. "Aku tahu kau tidak suka Belle," Amanda melanjutkan, "tapi itu bukan alasan untuk membuat masalah di sini."
Draven, yang sudah mulai lelah dengan semua drama itu, menghela napas panjang. "Paula, sudah cukup. Mari kita keluar dari sini," katanya, setengah memohon. Dia tahu betul bahwa situasi ini akan semakin memburuk jika Paula tidak segera ditenangkan.
Paula memelototi Belle untuk terakhir kalinya, sebelum akhirnya berbalik dan berjalan keluar kelas dengan langkah marah. Draven mengikuti di belakangnya, meninggalkan Amanda dan Belle di dalam kelas.
Saat Paula dan Draven pergi, Amanda menghela napas lega, lalu menoleh ke Belle. "Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada lebih lembut. Belle, yang masih terkejut dengan kejadian itu, hanya bisa mengangguk perlahan.
"Tidak perlu takut pada Paula," kata Amanda sambil tersenyum. "Dia memang suka bersikap berlebihan. Kalau dia mencoba lagi, beri tahu aku. Aku tidak akan membiarkannya mengganggumu."
Belle tersenyum kecil, merasa sedikit lebih tenang. "Terima kasih, Amanda," katanya pelan. Amanda hanya mengangguk, lalu kembali ke tempat duduknya, sambil memastikan Belle baik-baik saja.
Setelah suasana kelas kembali normal, Belle merenung sejenak. Paula jelas takkan membiarkan keadaan ini begitu saja, tetapi setidaknya dia tahu ada orang-orang seperti Amanda dan Darwin yang bisa ia andalkan. Namun, di balik itu semua, Belle tak bisa mengabaikan perasaan rumit yang muncul setiap kali melihat Draven.
serta jangan lupa untuk mampir di ceritaku ya❤️
ada beberapa kalimat yang masih ada pengulangan kata..
contoh kyk ini: Belle berdiri di jendela di bawah langit.
jadi bisa d tata struk kalimatnya;
Belle berdiri di tepi jendela, menatap langit Inggris yang kelam
atau bisa juga Belle berdiri di jendela, memandang langit kelam yang menyelimuti Inggris.
intinya jgn ad pengulangan kata Thor, dan selebihnya udah bagus