Reynard Fernando, seorang CEO sukses yang lumpuh, menikahi Caitlin Revelton, gadis ceria dan penuh semangat yang dikenal tak pernah mau kalah dalam perdebatan. Meskipun Caitlin tidak bisa membaca dan menulis, ia memiliki ingatan yang luar biasa. Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya sekadar kesepakatan.
Namun, apakah hubungan yang dimulai tanpa cinta ini dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam? Atau, mereka akan terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Caitlin dengan dahi yang sedikit berkerut, mencoba mengingat sesuatu yang samar di benaknya.
"Tidak pernah, Nona!" jawab Felix dengan senyum sopan.
Namun, seiring berjalannya waktu, meski percakapan itu telah berlalu, pikiran Caitlin tetap berkutat pada sosok pria tersebut. Kini, duduk di ruang kantor suaminya, matanya menerawang jauh. Sesuatu tentang pria bernama Felix itu mengusik pikirannya, meski ia tak tahu pasti apa.
Reynard, yang tadinya fokus pada layar laptopnya, mulai memperhatikan istrinya yang tampak gelisah. Ia mematikan layar laptopnya dan menatap Caitlin dengan kening berkerut. "Apa yang kamu pikirkan?" tanyanya, suaranya terdengar datar, tapi penuh perhatian.
Caitlin menoleh ke arah suaminya, seolah terbangun dari lamunan. "Pria tadi," jawabnya tanpa ragu.
"Pria?" tanya Reynard, alisnya terangkat sedikit, mencoba memahami maksud istrinya.
"Iya, apakah perusahaanmu menerima karyawan baru? Aku tadi bertemu dengannya, dan ada sesuatu yang aneh," Caitlin menjelaskan, matanya penuh tanda tanya saat mengingat sosok pria yang baru saja ditemuinya.
Reynard mengernyitkan dahi, merasa sedikit terganggu oleh topik ini. "Apa yang aneh? Kalian saling mengenal?" tanyanya, nadanya mulai mengeras.
"Tidak juga! Tapi perasaanku seperti dekat dengannya, meski aku yakin baru pertama kali bertemu. Dia juga tampan dan ramah," jawab Caitlin, masih terhanyut dalam pikirannya, tanpa menyadari perubahan ekspresi di wajah suaminya.
Mata Reynard yang tadinya tenang kini mulai menunjukkan kilatan ketidaksenangan. Bibirnya menipis saat ia berkata dengan suara yang lebih dingin dari biasanya, "Di depan suamimu sendiri, kau memuji pria lain? Apa kau sudah lupa siapa dirimu dan apa hubungan kita?"
Caitlin menatap suaminya dengan pandangan datar, sama sekali tidak terpengaruh oleh kemarahan yang tersirat dalam kata-kata Reynard. "Aku tidak lupa apa hubungan kita, Tapi untuk apa aku terus mengingatnya setiap saat? Lagi pula, yang aku katakan adalah kenyataan. Dia lebih muda darimu, dan tidak kalah tampan. Walaupun mungkin dia tidak sekaya dirimu, tapi setidaknya dia lebih ramah," jawab Caitlin, suaranya jujur tanpa tendensi, namun setiap kata bagaikan percikan api yang menyulut ketegangan di ruangan itu.
Reynard menatap istrinya dengan tatapan yang sulit ditebak, rahangnya mengeras, sementara tangannya mengepal di atas meja. Ada sesuatu di balik ucapan Caitlin yang membuat darahnya mendidih.
"Siapa namanya?" tanya Caitlin, matanya menyipit, penasaran dengan sosok pria yang terus terngiang di benaknya sejak pertemuan mereka.
"Bukan urusanmu. Tidak perlu tahu!" jawab Reynard dengan dingin.
Caitlin menggigit bibirnya, berpikir sejenak sebelum bergumam lirih, "Padahal aku bisa lebih mengenalnya..." Suaranya hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri, namun cukup jelas untuk didengar Reynard.
Reynard segera bereaksi, wajahnya tegang, ekspresi dinginnya kian mengeras. "Caitlin Revelton, tolong jaga sikapmu dan jauhkan dirimu dari pria lain. Sesuai dengan perjanjian kita," ujar Reynard, nadanya penuh peringatan. Ia menatap istrinya dengan intens
Caitlin hanya mendesah pelan, mengangkat bahu dengan sikap acuh. "Iya, iya, aku tahu," jawabnya dengan nada ringan, tak sedikitpun terpengaruh oleh nada tegas suaminya. "Untuk apa kamu memintaku ke sini?" tanyanya, melirik tajam ke arah Reynard.
"Tidak ada!" jawab Reynard singkat, tak memberinya kepuasan yang dicari.
Caitlin mendengus kesal. "Lalu untuk apa aku ke sini?" Dia menatap suaminya tajam
"Hanya untuk menemaniku," jawab Reynard, suaranya datar dan kaku," Bukankah sudah aku katakan, tugasmu adalah ikut ke mana pun aku pergi? Karena kamu adalah istriku."
Caitlin menatap suaminya dengan tatapan tidak percaya. "Benar-benar menyusahkan saja, punya suami seperti ini," gerutunya sambil bangkit dari sofa dengan gerakan malas. Dia menatap Reynard sekali lagi sebelum berkata, "Aku mau keliling, aku bosan."
Tak lama setelah Caitlin melangkah keluar dari ruangan, pintu tertutup di belakangnya dengan bunyi halus. Saat itulah Nico, asisten setia Reynard, melangkah masuk dengan langkah cepat dan hati-hati, menundukkan sedikit kepalanya sebagai bentuk penghormatan. Matanya melirik sekilas ke arah pintu untuk memastikan bahwa Caitlin benar-benar sudah pergi sebelum berbicara.
"Tuan," sapa Nico, suaranya rendah namun jelas.
"Ada apa?" tanya Reynard dengan datar, tatapannya kini teralihkan dari pikirannya dan tertuju pada Nico.
"Tommy Fernando sepertinya sedang mengikuti nyonya," kata Nico, suaranya tegang, seperti membawa kabar yang tidak diharapkan.
Reynard menghela napas panjang, wajahnya masih tenang, seolah berita itu tidak mengejutkannya sama sekali. "Biarkan saja," jawabnya dingin. "Walau dia mengikuti gadis itu, juga tidak akan mendapatkan apa-apa."
Nico tampak ragu sejenak sebelum melanjutkan, "Apakah Tuan sengaja meminta nyonya ke sini agar dia tidak tahu keberadaan adik Anda?"
Reynard tersenyum tipis, hampir tidak terlihat, sebelum menjawab, "Benar. Tommy masih hidup. Jadi, aku harus akting sampai akhir, walau harus membohongi istri sendiri." Suaranya tenang, namun ada nada kepahitan yang tersirat.
Nico mengangguk pelan, tapi kekhawatiran masih tampak jelas di wajahnya. "Tapi, Tuan, kata asisten rumah tangga kita, nyonya sering melakukan pekerjaan rumah hingga ke halaman belakang. Cepat atau lambat, aku khawatir dia akan menyadari keberadaan Tuan kedua," ucap Nico, suaranya penuh kewaspa
"Kalau sampai dia tahu, aku akan pikirkan cara agar dia tutup mulut." Suaranya rendah, tetapi berisi ancaman yang jelas." Tetap minta Candy perhatikan Caitlin. Jangan biarkan dia berkeluyuran ke halaman belakang rumah!"
"Baik, Tuan!" jawab Nico.
Caitlin yang berkeliling di gedung itu tampak penasaran dengan setiap ruangan yang dilaluinya. Ia memutar gagang pintu salah satu ruangan dan melangkah masuk. Pandangannya segera tertuju pada sosok pria yang duduk di balik meja kantor, Felix. Cahaya lembut dari jendela besar menerpa wajah Felix yang fokus pada pekerjaannya, namun begitu Caitlin muncul, ia mengangkat kepala dan tersenyum.
"Ternyata kamu di sini," seru Caitlin dengan nada ringan, senyumnya ceria seperti biasanya.
Felix yang mengenali suara itu langsung bangkit dari kursinya, tersenyum hangat menyambut kehadiran Caitlin. "Nona," sapanya sopan, seakan menutupi kejutannya dengan sikap tenang.
Caitlin melangkah lebih dekat, matanya berkeliling memperhatikan ruangan dengan penuh minat. "Ruangan kantormu bagus juga, cukup luas," komentarnya dengan nada kagum, suaranya terdengar tulus tanpa sedikit pun nada canggung.
Felix tersenyum tipis mendengar pujian itu. "Iya, apakah Nona mencariku?" tanyanya, suaranya rendah namun penuh perhatian.
Caitlin menggeleng ringan, mengangkat bahunya dengan santai. "Tidak, aku hanya bosan dan jalan-jalan," jawabnya polos, pandangannya sesekali beralih ke meja kerja Felix yang rapi.
Felix mengamati wanita di hadapannya dengan sedikit lebih lama sebelum melanjutkan pertanyaannya. "Nona juga bekerja di sini?" tanyanya.
Caitlin tertawa kecil,"Bukan, aku datang menemui suamiku," jawabnya dengan suara lembut.
"Suamimu?" tanya Felix yang pura-pura tidak tahu, meski dalam hati, ia sudah mengetahui semuanya. Ekspresinya tetap tenang, tapi ada sorot rasa penasaran yang ia sembunyikan dengan baik.
Caitlin tampak tersenyum kecil, melihat ekspresi Felix yang tampaknya biasa saja. Ia kemudian melangkah ke pintu, "Aku akan pergi dulu!" katanya, bersiap untuk meninggalkan ruangan.
"Sebentar!" serunya. "Bagaimana kalau kita makan siang?" ajak Felix tiba-tiba, berharap Caitlin akan menerima tawarannya.
Sementara itu, di tempat lain, Reynard, yang duduk di kantor pribadinya, menonton percakapan mereka berdua melalui rekaman CCTV yang diakses dari ponselnya. Matanya menatap layar dengan tajam, mengikuti gerak-gerik Caitlin dan Felix. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat melihat istrinya berbicara akrab dengan pria lain.
"Kenapa gadis itu bisa begitu mudah akrab dengannya?" gumam Reynard, rasa cemburu yang tak bisa ia kendalikan mulai merayapi pikirannya. Wajahnya tetap dingin, namun tangannya mencengkeram ponsel lebih erat dari biasanya.
"Tidak biasanya dia bisa dekat dengan seseorang, Bersamaku seperti tikus dan kucing. Bersama pria itu menjelma menjadi kelinci," gumam Reynard.
hikzz..
Reinhard knp gk cari caitlin sendiri sih mlh nyuruh nic segala 😌😌😌