🥈JUARA 2 YAAW S2 2024 🏆
Perceraian, selalu meninggalkan goresan luka, itulah yang Hilda rasakan ketika Aldy memilih mengakhiri bahtera mereka, dengan alasan tak pernah ada cinta di hatinya, dan demi sang wanita dari masa lalunya yang kini berstatus janda.
Kini, setelah 7 tahun berpisah, Aldy kembali di pertemukan dengan mantan istrinya, dalam sebuah tragedi kecelakaan.
Lantas, apakah hati Aldy akan goyah ketika kini Hilda sudah berbahagia dengan keluarga baru nya?
Dan, apakah Aldy akan merelakan begitu saja, darah dagingnya memanggil pria lain dengan sebutan "Ayah"?
Atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#29
#29
Penerbangan paling cepat, sengaja Aldy ambil karena rasa tak sabar, bukan karena merindukan keluarganya, melainkan ingin segera menggali jawaban atas pernyataan mantan istrinya.
Aldy ingat persis, ia selalu mengirimkan uang ke rekening nya, yang mana rekening tersebut Aldy niatkan untuk bentuk nafkah lahir sebelum Hilda menemukan pengganti dirinya. Walau secara syari'at ia sudah tak berkewajiban melakukan hal itu, kecuali jika ia memiliki anak dari mantan istrinya. Aldy tak mengerti kenapa setiap bulan hati Aldy tergerak untuk mengirimkan uang tersebut, dan ternyata memang benar adanya, karena tanpa ia ketahui rupanya Hilda memang memberinya seorang keturunan.
Tapi tak mungkin Hilda menyangkal jika memang ia benar menerima uang tersebut, yang mana sumpahnya bukan sumpah isapan jempol belaka, karena ia bersumpah atas nama Tuhan yang Maha segalanya.
Lalu kemana perginya uang tersebut, seingat Aldy, dahulu di awal pernikahannya dengan Widya, istrinya tersebut selalu mengungkit-ungkit uang gono-gini yang bernilai fantastis. Tapi ketika mereka pindah ke rumah baru menjelang kelahiran Reva Widya sama sekali tak pernah mengungkit uang gono-gini, Aldy pikir itu karena kini mereka telah pindah ke rumah baru sesuai keinginan Widya.
Sepanjang sisa malam hingga perjalanan menuju Jakarta haya ini lah yang Aldy pikirkan, mungkinkah istrinya sendiri tega mencuranginya? tapi apakah mungkin Widya akan setega itu hanya karena merasa cemburu? bukankah selama ini ia pun tak pernah lalai memberinya uang belanja, bahkan nominalnya jauh diatas nominal yang Aldy berikan pada Hilda setiap bulannya.
Tiba-tiba Aldy teringat dengan rumah baru yang dibeli oleh orang tua Widya tak lama setelah Reva lahir, setahu Aldy Papa mertuanya tak bekerja selepas pensiun dari pekerjaannya, dengan alasan bosan dan tubuhnya mulai sering sakit sakitan seiring bertambahnya usia. Tapi tahun itu tiba-tiba Aldy mendengar berita, kedua mertuanya membeli rumah baru, bahkan lebih mewah dari rumah yang sebelumnya mereka tempati.
Awalnya Aldy tak mau ambil pusing, termasuk perihal uang yang mereka gunakan untuk membeli rumah tersebut, toh mereka membeli rumah dengan uang mereka sendiri, karena setiap bulan Aldy sudah menitipkan sejumlah uang pada Widya untuk menutupi kebutuhan Papa dan Mama mertuanya.
Kini semua jawaban mulai terkumpul sempurna, dan ketika semua misteri mulai terhubung, ia merasa sangat berdosa karena tak bisa mendidik dan mengarahkan istrinya hingga Widya tega mendzolimi hak orang lain.
"Papa …" Reva yang sedang bermain boneka di kamar kedua orang tuanya tiba tiba berteriak senang, melihat kedatangan Aldy.
Walau Aldy tak bisa tersenyum tapi ia memaksakan senyum di depan buah hatinya, Reva adalah gadis kecil yang cantik, dan pintar. Walau kini ia mengetahui fakta tentang kehadiran anak laki-lakinya, tetap saja sebagai seorang Papa kasih sayangnya pada Revalina tak mungkin hilang begitu saja.
Aldy mengangkat tubuh mungil Reva dalam gendongannya, kemudian menciumi wajah serta kepala Reva, "Iiiih kangennya sama gadis cantik ini." bisik Aldy gemas.
"Reva juga kangen Papa, jangan pergi-pergi yah?" pinta Reva manja.
"Memang selain urusan kerja, Papa pernah pergi-pergi? kan liburan Papa cuma ajak kamu Reva main."
Dari dalam kamar mandi, Widya baru saja keluar usai mandi pagi. "Eh … Mas, kapan datang, kok gak kabar-kabar kalau mau pulang sekarang? kan aku bisa siapin makanan spesial buatmu." Widya mencoba kembali mengambil hati Aldy, karena terakhir kali mereka berpisah di Airport Yogyakarta usai bertengkar, walau masih dongkol tapi Widya masih membutuhkan kehadiran suaminya tersebut, ia tak akan melepaskan Aldy begitu saja, walau marah karena ternyata Aldy tak pernah mencintainya selama masa pernikahan mereka.
Aldy menurunkan Reva dari gendongannya, "Sayang … pergi ke kamar kamu dulu yah? Papa ada perlu sama Mama." bisik Aldy, yang seketika membuat Reva cemberut.
"Gak mau, masih kangen Papa." Rengek Reva manja.
"Gimana kalau nanti malam, Papa tidur di kamar Reva?" bujuk Aldy, agar Reva segera menjauh, Aldy khawatir gadis kecilnya ini akan kembali melihat kedua orang tuanya bersitegang.
Senyum segera terbit di bibir Reva. "Oke Papa." ujarnya ketika berlari kecil meninggalkan kamar kedua orang tuanya.
Sepeninggal Reva, Aldy menatap tajam pada Widya, mencoba mencari jawaban semua pertanyaan yang tengah bergelayut di benaknya.
Widya mencoba tak menanggapi tatapan suaminya, ia justru mendekat mencoba membantu melepas jas yang melekat di tubuh suaminya, namun belum sampai kedua tangannya menyentuh jas tersebut, tiba-tiba Aldy mencengkram kedua pergelangan tangan Widya.
Widya melotot terkejut, karena tiba tiba menerima perlakuan tak menyenangkan dari suaminya, "Mas … apa yang kamu lakukan?" rintihnya mencoba melepaskan cekalan tangan Aldy.
"Jujurlah padaku, katakan semua yang tak kuketahui tentangmu!" geram Aldy dengan suara tertahan.
"Apa maksud pertanyaanmu, Mas?" tanya Widya yang masih belum memahami sikap suaminya.
Karena merasa tak mungkin mendapatkan jawaban dari Widya, maka Aldy tak lagi bisa bersabar menahan amarahnya. ia menghempaskan kedua tangan widya dengan kasar, kemudian berjalan ke walk in closet guna mencari-cari keberadaan tas yang sering Widya gunakan.
"Mas … tolong jelaskan padaku, ada apa ini?" tanya Widya seraya mengekori langkah suaminya.
Namun Aldy enggan menjawab, ia membuka lemari penyimpanan tas, ada lebih dari 10 tas branded yang Widya miliki, padahal harga tas-tas tersebut lebih dari 50 juta. "Darimana kamu mendapatkan uang untuk membeli semua tas-tas ini?" tanya Aldy.
"Kamu kok lucu sih, Mas, tentunya semua ini dari uang pemberianmu."
Aldy menatap wajah sang istri yang masih terlihat datar. "Oh, iya?"
Aldy bergeser ke lemari berikutnya, tempat Widya menyimpan perhiasannya, "lalu ini?"
"Aku makin gak ngerti dengan sikap kamu, Mas."
"Jawab pertanyaanku dan jangan mengelak, Wie!!!" Sentak Aldy dengan suara melengking. Kamarnya di desain kedap suara, jadi pertengkarannya tak akan terdengar sampai keluar kamar.
"Apa kamu tak percaya padaku?"
"Bagaimana aku bisa percaya, jika banyak teka-teki yang kamu sembunyikan dariku, Wie!!"
"Tas-tas ini, perhiasan ini, semua uangmu bersumber dariku, jika di nominalkan tak akan sebanyak ini jumlah perhiasan yang kamu miliki, ini seri terbaru kan? harganya di atas 200 juta, benar?!!!" Aldy memeriksa perhiasan terbaru yang menghuni laci perhiasan Widya tersebut.
"Apakah kurang uang pemberianku? hingga kamu tega mencuri uang yang seharusnya menjadi hak Hilda? dulu sudah kukatakan bukan, jangan pernah mengganggu uang gono-gini itu, berdosa kita Wie, berdosa, karena uang itu memang berhak Hilda dapatkan.
"Kenapa kamu jadi membawa Hilda? semua perhiasan ini milikku, aku tak pernah mencuri perhiasan Hilda, lagian punya suami petani, mana bisa membeli perhiasan dan tas semahal ini?"
Aldy tertawa dalam tangisnya, sudah separah inikah kedengkian Widya? hingga ia tak bisa merasakan perasaan bersalah dan takut akan dosa.
Aldy melihat dompet Hilda teronggok di sudut meja rias, ia kemudian menyambarnya, dan mulai mengeluarkan semua kartu debit dan kredit yang ada di dalamnya. Melihat apa yang dilakukan suaminya, membut Widya panik, ia berusaha merebut dompet tersebut dari tangan Aldy, namun sayang usahanya sia-sia. Hingga Aldy menghentikan pencarian nya ketika menemukan sebuah kartu debit, yang selama ini ia yakin tak pernah dimiliki sang istri, logo Bank tersebut hanya ia gunakan ketika mengirimkan uang untuk Hilda.
Aldy menjatuhkan dompet dan semua kartu yang ada dalam genggamannya, kecuali satu kartu yang kini ia pandang dengan tatapan nanar. Sungguh sakit ketika membayangkan uang yang seharusnya dipakai untuk memenuhi kebutuhan anaknya, ternyata Widya rampas tanpa perasaan hanya untuk memenuhi ambisi pribadinya.
"Apakah kamu masih akan mengelak?" tanya Aldy, ketika Widya kembali berdiri usai memungut kartu kartunya yang berserakan akibat ulah suaminya.
andai..andai.. dan andai sj otakmu skrg