Menceritakan beberapa kisah pendek romansa kehidupan, juga perjalanan dalam mencari kebahagian yang sejati.
Hal-hal yang umum terjadi di sekitar kita maupun yang tidak bisa kau pikir sebelum nya. Semua tertuang dalam kisah-kisah mengharukan dan mendebarkan.
Semoga kalian dapat terhibur dengan kisah pendek ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lan05, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinara & Deon 4
"Apa yang sedang kau lakukan Logan.?" Logan yang mendengar suara istri nya segera berbalik kebelakang melihat Thalia tengah berdiri di ambang pintu.
Tatapan Thalia turun kebawah melihat apa yang sedang dilakukan oleh suami nya, tapi tatapan nya terpaku kala melihat Dinara putri nya telah terkapar tak sadarkan diri dengan luka dan darah yang belum berhenti keluar dari hidung dan sudut bibir nya.
Thalia langsung menghampiri anak nya yang kini masih dalam cengkraman suami nya. Dengan keras Thalia mendorong suami nya agar menyingkir.
"Apa yang kau lakukan pada anak mu sendiri.!" Jerit Thalia yang melihat kondisi anak nya yang terlihat semakin parah saat dilihat dari dekat seperti ini.
Hati nya syok berat karena tidak menyangka suami nya akan bertindak sampai sejauh ini.
Dengan gemetar Thalia mencoba menelepon dokter pribadi mereka.
"Halo, dokter... tolong segera kesini cepat.!" Setelah itu Thalia segera berbalik mencoba memanggil bodyguard yang berjaga, tanpa menghiraukan suami nya yang kini tengah terdiam.
Logan terdiam dengan apa yang telah ia perbuat pada putri nya saat melihat keadaan Dinara saat ini penuh dengan luka lebam dan darah berceceran. Apa yang telah dilakukan nya. Logan memang kerap kali menyiksa anak nya tapi tidak sampai separah ini. Emosi nya seakan tidak bisa dikontrol kala sang anak mulai membantah nya. Hingga emosi lah yang menguasai raga nya tadi.
"Cepat bawa Dinara ke kamar nya." Perintah Thalia kepada bodyguard nya yang dengan sigap langsung mematuhi perintah Thalia membawa Dinara ke kamar nya.
"Aku akan bicara lagi denganmu nanti, setelah aku beres mengurus Dinara. Jangan berani-berani kau mendekati nya." Peringat Thalia sebelum keluar dari gudang dengan membanting pintu dengan keras.
Menyisakan Logan yang saat ini di penuhi rasa sesal dalam hati nya. Perbuatan nya telah melebihi batas. Dirinya kembali mengingat segala perkataan Dinara pada nya tadi. Dirinya benar-benar orang tua yang buruk ternyata, Logan tidak pernah menyangka akan terjadi hal yang seperti ini. Dulu Logan pun mendapat perlakuan yang sama oleh orang tua nya, walaupun harus menahan sakit tapi dirinya bisa sukses seperti sekarang, ia kira perbuatan nya juga akan berdampak baik pada Dinara. Untuk masa depan Dinara, tapi semua nya salah, didikan nya salah selama ini hingga membuat Dinara merasa layak nya robot tanpa perasaan.
"Apa yang telah kulakukan... Maaf in Daddy Dinara.. maaf Daddy menyesal." Sesal Logan menjambak rambut nya frustasi.
Hati nya berdenyut nyeri kala semua perbuatan nya selama ini terputar dalam otak nya.
"Aku harus bertemu dengan Dinara." Dengan cepat Logan segera menuju kamar putri nya. Namun saat akan masuk bodyguard yang menjaga di depan pintu kamar Dinara menahan nya.
"Apa yang kalian lakukan! Aku mau masuk." Logan mencoba menerobos kembali, namun tetap tidak bisa.
"Aku adalah bos kalian, kalian berani membantah ku.!" Geram Logan kepada bawahan nya yang tidak memperbolehkan nya masuk.
"Ini perintah nyonya Thalia tuan, nyonya berpesan untuk tidak membiarkan tuan masuk kedalam."
"Apa maksud mu, panggil Thalia kemari." Perintah Logan.
Bodyguard itu pun saling pandang sebelum rekan nya mengangguk dan akhir nya dirinya pun kedalam untuk memanggil Nyonya nya.
Tak lama Thalia pun keluar dengan mata yang memerah karena melihat keadaan putri nya yang saat ini dalam kondisi parah dan belum sadarkan diri hingga saat ini. Dokter telah menangani nya dan menyarankan agar Dinara dibawa ke rumah sakit dengan peralatan yang memadai.
Hingga akhir nya Thalia memutuskan untuk membawa Dinara ke rumah sakit, dan tadi dirinya sedang berkemas untuk membawa barang-barang yang penting saja sebelum bodyguard nya masuk dan memberitahu nya bahwa Logan memaksa masuk ke dalam.
Sebelum keluar Dinara menyuruh bodyguard nya untuk menyiapkan mobil menuju ke rumah sakit.
"Ada apa.. aku buru-buru, Dinara harus segera dibawa ke rumah sakit. Dokter telah memberi pertolongan pertama tadi, tapi Dinara tetap harus dibawa ke rumah sakit." Ucap Thalia cepat memberitahukan kondisi Dinara kepada suami nya.
"Kuharap kau tidak muncul dulu di depan Dinara saat ini." Lanjut Thalia. Hati nya begitu marah saat ini kepada suami nya. Namun sebisa mungkin Thalia tidak memperburuk suasana dengan bertengkar dengan suami nya. Kondisi Dinara yang terpenting saat ini, masalah dengan suami nya bisa ia bicarakan nanti setelah Dinara diberi perawatan intensif.
"Tapi.. aku mau melihat keadaan Dinara saat ini." Ucap Logan sesekali melihat kedalam kamar yang pintu nya terbuka sedikit.
"Jangan.!" Sentak Thalia.
Sebelum ia mendengar suara bodyguard nya yang membawa Dinara dalam gendongan nya.
"Saya akan langsung ke mobil nyonya." Ucap Bodyguard tersebut melewati kedua majikan nya dengan terburu-buru. Ia merasa kasihan dengan nona muda nya ini apalagi saat ini kondisi nya sangat memprihatinkan. Semoga Tuan dan Nyonya nya dapat sadar dan berubah karena kejadian ini.
Sementara Logan hanya dapat melihat kondisi Dinara sekilas karena bodyguard nya dengan cepat pergi melewati nya begitu saja.
"Aku ikut ke rumah sakit."
"Jangan keras kepala, Logan." Dengan tatapan memperingati kearah suami nya. Setelah itu Thalia berjalan pergi menyusul bodyguard nya, meninggalkan suami nya seorang diri.
Logan tidak memaksa lagi dan mencoba mengerti dengan peringatan Thalia padanya.
***
Setelah sampai di rumah sakit Dinara langsung dibawa ke IGD untuk segera diberi pertolongan.
Tak lama dokter datang dan memeriksa semua tanda vital pasien. Namun, denyut nadi pasien semakin menurun dirinya langsung menyuruh perawat untuk membawa pasien segera ke ruang ICU dan menyiapkan peralatan yang dibutuhkan.
Setelah dipindah ruangan Thalia hanya bisa melihat Dinara ditangani dari luar ruangan. Hati nya mencelos melihat kondisi Dinara saat ini. "Maafin mommy sayang.. maaf." Air mata nya sudah tak terbendung, dirinya juga turut andil dalam menyiksa Dinara ini bukan salah suami nya saja. Ini salah mereka sebagai orang tua yang tidak bisa menjadi tempat berlindung bagi Dinara tetapi menjadi penyebab penderitaan putri nya.
Tak lama dokter pun keluar Thalia pun segera menghampiri dokter tersebut untuk menanyakan kondisi Dinara.
"Bagaimana dok.?"
"Kondisi pasien sudah lebih baik, tapi pasien tetap harus di rawat di ruang ICU sampai kondisi nya benar-benar stabil. Kami akan mengecek setiap beberapa jam untuk memantau perkembangan kondisi pasien." Jelas Dokter tersebut kepada Thalia yang dapat sedikit bernapas lega, walaupun masih merasa cemas karena Dinara yang belum sadarkan diri.
"Lalu kapan Dinara bisa sadar dok.?" Tanya Thalia.
"Saya masih belum bisa memastikan, itu tergantung dengan kondisi pasien. Jika semakin membaik kemungkinan sadar akan lebih cepat. Jika tidak kemungkinan terburuk nya pasien mengalami koma." Thalia menutup mulut nya tak percaya, isakan nya kembali terdengar kala mendengar penjelasan dari dokter.
"Boleh saya masuk dok.?" Dengan suara bergetar Thalia mencoba untuk berbicara.
"Boleh, tapi jangan terlalu sering dan hanya boleh satu orang."
"Baik.. terimakasih dok." Ucap Thalia sedikit membungkuk an tubuh nya kearah sang dokter.
"Sama-sama, sebenar nya ada yang ingin saya tanyakan kepada anda sedari tadi." Ujar Dokter tersebut.
"Tanya apa dok.?" Ucap Thalia mengernyit bingung kepada dokter di depan nya.
"Maaf sebelum nya, boleh saya tahu apa yang terjadi pada pasien.?" Tanya Dokter tersebut kepada wali pasien yaitu Thalia.
Thalia terdiam tidak langsung menjawab pertanyaan dokter yang menangani Dinara. Thalia sebenar nya sudah menyadari konsekuensi membawa Dinara ke rumah sakit, karena dokter pasti sudah menyangka luka apa yang dialami oleh Dinara.
Dokter yang melihat keterdiaman wanita di depan nya segera menyadari bahwa masalah nya tidak se dangkal itu.
Karena pasti ada penyebab kenapa pasien memiliki tanda-tanda kekerasan di tubuh nya.
Pertanyaan nya siapa yang melakukan perbuatan tersebut?
Rasa kemanusiaan nya terpantik kala melihat kondisi pasien yang seperti itu. Terlebih usia nya yang masih muda yang membuat nya semakin terenyuh.
"Maaf dokter saya tidak bisa memberitahu penyebab putri saya seperti itu." Jawab Thalia yang masih mencoba untuk menutupi apa yang terjadi pada Dinara. Thalia bingung harus menjawab apa. Dirinya tidak mau masalah ini semakin runyam jika orang lain tahu.
"Kalau begitu saya akan melaporkan ke pihak berwajib, karena luka yang dialami pasien adalah luka kekerasan. Ada beberapa luka pukulan dan luka cambukan beberapa ada yang sudah lama."
Thalia tidak menyangka akan ada luka cambukan juga di tubuh Dinara, apa yang sebenar nya suami nya lakukan selama ini.
Thalia tidak bisa mengelak lagi dengan pernyataan dokter.
"Suami saya yang melakukan nya dok, saya harap dokter tidak melaporkan ini ke pihak berwajib karena akan percuma."
"Saya tidak mau masalah ini semakin runyam karena campur tangan pihak lain." Lanjut Thalia.
"Apakah anda bisa menjamin bahwa kejadian ini tidak akan terulang.?" Ucap Dokter tersebut.
"Saya yang menjamin nya langsung. Saya telah lalai selama ini jadi saya akan menebus nya dengan menjaga anak saya dengan baik."
Ucap Thalia penuh penyesalan.
"Saya butuh bukti bukan ucapan saja, saya akan membuat perjanjian hitam di atas putih kepada ibu, jika ibu melanggar saya dengan tegas akan melaporkan ibu juga suami ibu kepada pihak berwajib." Tegas dokter tersebut kepada Thalia yang mengangguk mantap. Lagipula Thalia tidak mau mengulangi kesalahan nya kembali kepada putri nya.
"Silahkan dok, saya akan terima konsekuensi nya jika saya melanggar." Ucap Thalia yakin.
Setidak nya dokter tersebut tidak melaporkan kejadian ini ke polisi, karena ia akan langsung membuat suami nya jera. Karena Thalia yakin saat ini suami nya tengah menyesal seperti dirinya. Dan itu adalah siksaan yang melebihi penjara menurut nya. Siksaan batin kepada suami nya lebih tepat untuk saat ini.
"Baik, kalau begitu saya permisi terlebih dahulu." Ujar Dokter tersebut lalu pergi meninggalkan Thalia bersama dengan kedua bodyguard nya.
***
Sementara itu Deon entah kenapa merasa gelisah sedari tadi, ditambah telepon nya tidak di angkat - angkat oleh Dinara, apakah kekasih nya itu sudah tidur. Dengan berbagai pikiran berkecamuk dalam benak nya berusaha dia redam dengan mencoba untuk segera tidur. Esok hari dirinya juga akan bertemu dengan Dinara pikir nya begitu.
Namun saat keesokan hari nya Deon berangkat sekolah, Dinara tidak terlihat sama sekali, bahkan sampai guru sudah datang Dinara tetap tidak ada. Rasa cemas nya kembali timbul kala tidak ada kabar dari Dinara sama sekali.
Deon segera melangkah keluar menuju parkiran tanpa menghiraukan guru nya yang memanggil nya dengan marah. Tanpa pikir panjang Deon bergegas mengendarai motor nya dengan kecepatan tinggi menuju rumah kekasih nya.
Namun nihil, sesampai nya Deon di rumah kekasih nya yang ia dapat justru penolakan dari bodyguard yang berjaga di rumah Dinara.
"Pak saya hanya ingin tahu Dinara dimana sekarang.?" Kesal Deon yang sedari tadi tidak digubris pertanyaan nya. Bodyguard itu hanya menyuruh nya segera pergi, tanpa memberi tahu Deon dimana Dinara berada.
Tapi bodyguard itu tetap bungkam tidak memberi tahu nya sedikit pun informasi tentang Dinara, yang membuat Deon semakin frustasi karena tidak ada petunjuk apapun yang bisa ia dapatkan tentang keberadaan Dinara saat ini.
Apa yang harus ia lakukan saat ini?
"Kamu dimana sayang.?" Lirih Deon yang akhir nya memilih pergi dari sana dengan tangan kosong.
Deon pun mencoba peruntungan nya kembali dengan menghubungi ponsel Dinara. Namun lagi - lagi suara operator yang dirinya dengar.
Akhir nya Deon pun memutuskan untuk pergi ke tempat - tempat yang biasa mereka datangi berdua. Mulai dari taman, tempat bermain, ice skating, bahkan hingga mall sekalipun Deon datangi siapa tahu mereka berpapasan disana. Tapi tetap di semua tempat itu Deon tidak membuahkan hasil sama sekali. Hingga tanpa sadar hari telah menjelang sore dan Deon pun mulai lelah dan memutuskan untuk duduk di tempat terakhir yang dia singgahi, yaitu tempat ice skating.
Dirinya memandangi dari luar area ice skating orang-orang yang sedang bersuka cita.
Deon jadi mengingat perkataan Dinara yang memiliki impian menjadi atlet ice skate. Dan baru kali itu juga Deon menyadari bahwa Dinara sangat bersemangat dan berbinar jika berbicara tentang ice skating.
"Aku tidak akan menyerah sayang, tunggu aku." Ucap Deon yakin.