Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14
Setelah kuhubungi berkali-kali Roy tak juga mengangkat telponnya, akhirnya aku menyerah. Dalam perjalanan pulang aku banyak diam, kak Arini menyetir ada mama duduk di sampingnya mereka asik ngobrol. Aku sendiri di bangku belakang sibuk menghubungi Roy. Setelah singgah sebentar makan malam kak Arini pun mengantar kami pulang.
Mobil kak Arini tiba bersamaan dengan mobil Roy, sepertinya dia sudah pulang. Setelah aku dan mama turun kak Arini pamit pulang, katanya buru-buru sudah ditunggu suami dan anaknya. Kak Arini membuka kaca mobilnya sebentar sambil menyapa Roy.
“ Halo Papa “ sambil tersenyum lalu kemudian memutar mobilnya dan pergi.
Roy datang menghampiri aku dan mama.
“ Kamu dari mana saja? Pulangnya kok malam begini? ” tanya mama
“ Dari Kantor mah, dari mana lagi? “ jawab Roy
Aku menatap Roy, fix dia berbohong. Jelas-jelas tadi aku melihat dia di Rumah Sakit.
“ Aku nelpon dari tadi loh, kok ga diangkat? " aku pun ikut bertanya.
“ Sibuk Dara, ya udah ayo masuk “ ajak Roy sambil menggandeng tanganku, aku melepas dan berlalu berjalan lebih dulu.
“ Ma Dara duluan ya..... capek mau istrahat. “ tanpa mengurangi rasa hormatku kepada mertua aku ijin pamit meski dalam hati aku sangat dongkol dengan kelakuan Roy.
“ Iya sayang, hati-hati naik tangganya ya nak “
“ Iya ma, makasih “
Sepertinya Roy mengikutiku dari belakang, dia meraih tanganku dan memegangnya dengan kuat sehingga tak mudah aku menepisnya.
“ Kenapa sih? “ tanya Roy setelah kami masuk ke dalam kamar.
“ Mandi gih sana, kamu bau “ jawabku ketus tanpa menatapnya. Roy mencium sendiri badannya.
“ Ga.... kok, aku ga pernah bau lo Dar. Kamu tau aku selalu wangi “ protes Roy sambil mendekat. Aku pun menghindar dan melotot.
“ Bau Rumah Sakit" jawabku sewot
" kenapa? Mau bikin alasan apa lagi? "lanjutku
" bukan begitu, aku memang mau ngomong sama kamu, tapi belum waktunya " jawab Roy enteng.
"Aku pikir kamu kabur di hari wisudaku karena ada seseorang yang lebih penting dari aku untuk kamu jaga di Rumah Sakit.“ jawabku. Roy pun terdiam, menatapku lalu meraih bahuku.
“ Oke... iya kamu benar. Maafin aku ya??? “ lalu Roy memeluk bahuku.
“ Kenapa minta maaf? Salah kamu apa? Aku hanya butuh penjelasan setelah beberapa hari ini kamu yang sibuk dengan diri kamu sendiri “
“ Dara .........” Roy menghela nafas panjang sambil menuntunku duduk di atas ranjang.
“ Maafin aku, aku mohon kamu ngertiin aku ya? Hmmmmm.......... “ Roy membuatku bingung. Apa serumit ini masalahnya sehingga dia sangat sulit untuk menjelaskan siapa yang di Rumah Sakit bersamanya.
“ Rina, yah....... selama beberapa hari ini aku sebenarnya tidak sibuk kerja. Tapi setiap pulang kerja aku pergi ke Rumah Sakit untuk menemani Rina. “
Deg. Jantungku berdetak mendengar nama itu. Nama yang tidak asing dalam hidup Roy. Aku berdebar menunggu kelanjutan penjelasan Roy, tak ingin berspekulasi.
“ Rina mengalami kecelakaan. Kakinya cedera, kemungkinan untuk sembuh sangat kecil. Setiap saat dia menangis tak mau makan tak mau tidur. Kakaknya meminta bantuanku untuk menghibur dan menemani Rina hingga dia sembuh. “ penjelasan Roy membuat hatiku sangat nyeri. Apakah Rina akan kembali ke hidup Roy?. Bukankah hubungan mereka sudah selesai jauh sebelum aku menikah dengan Roy.
“ Lalu? Lanjutkan ceritanya “ aku mencoba menahan emosi, namun suaraku sedikit bergetar.
“ Aku tak tega melihat keadaan Rina, dia merengek terus. Makan harus aku suapi. Tidur harus kutemani “ aku semakin merasa sakit mendengarnya, aku sadar cinta Roy masih sepenuhnya untuk Rina.
Seperduli itu dia kepada Rina sehingga meninggalkan aku yang juga sakit pada saat itu. Aku bahkan bukan orang asing dalam hidup Roy, aku sahabatnya yang sangat dia sayangi yang sekarang menjadi istri dan tanggung jawabnya.
“ apa kamu tidak tau disaat yang sama aku juga sakit? Aku bahkan seharian tidak bisa makan, bukan tidak mau makan. Tapi tubuhku menolak setiap makanan yang masuk. Aku mual muntah demam dan pusing kemarin. Aku juga butuh kamuuuu....... “ sedikit meninggikan suara aku berbicara sambil terisak.
“ ku pikir kamu kerja. Ada pekerjaan penting yang tidak bisa kamu tinggalkan. Aku mencoba mengerti kamu Roy. Tapi pengakuanmu membuatku sakit “ air mataku semakin banyak. Tak bisa kutahan lagi.
“ Dara aku mohon, jangan seperti ini. Please. Kita ngomong baik-baik. “
“ Apa dengan mendengar kenyataan ini aku masih bisa baik-baik saja?”
“ Kamu yang selama ini mengerti aku Dar, tau semua tentang hati dan perasaanku. Harusnya kamu bisa menerima ini. Kamu yang kupilih jadi istriku berharap semua akan baik-baik saja, karena aku yakin kamu bisa menerima segala kekuranganku Dara. “ Aku tercengang mendengar pengakuan Roy. Jadi apakah aku dipilih untuk dijadikan pelarian dan pengobat lukanya? Yang akan menerima rasa sakit dan bersikap baik-baik saja ketika aku terluka oleh sikapnya?. Aku menangis tersedu. Aku tak bisa berkata-kata lagi.
“ Jahat kamu “ aku berdiri dan berlalu menuju pintu. Ketika sebelum meraih gagang pintu kamar tebuka dari luar, tampak mama berdiri di depan dengan mata berkaca-kaca. Mama memelukku sambil menahan tangis. Ah, sepertinya mama mendengar pertengkaran kami. Percuma aku menyembunyikan kecurigaanku sejauh ini.
“ mah, mama ngapain kesini? “ tanyaku
“ tak usah berpua-pura lagi Dar, mama sudah mendengar semuanya. “
“ mama... ini tak seperti yang mama pikir “ Roy bangkit untuk menjelaskan.
“ Seharusnya hari ini kamu akan mendengar kabar baik, namun mama berubah pikiran roy, ayo Dar kamu tidur bareng mama “