Bagaimana jika pernikahan mu tak di landasi rasa cinta?
Begitu lah kisah cinta yang membuat tiga keturunan Collins, Hadiadmaja menjadi begitu rumit.
Kisah cinta yang melibatkan satu keluarga, hingga menuntut salah satu dari kedua putri Hadiadmaja memilih pergi untuk mengalah.
" "Kau sudah melihat semuanya kan? jadi mari bercerai!"
Deg.
Sontak Hati Gladisa semakin perih mendengar semua cibiran yang dikatakan suaminya yang saat ini tengah berdiri di hadapannya itu. Siapa sangka, Adik yang selama ini besar bersama dengan dirinya dengan tega menusuknya dari belakang hingga berusaha untuk terus merebut perhatian semua orang darinya.
"Clara, Katakan ini Semua hanya kebohongan kan? ini kau sedang mengerjakan aku kan Ra??" mesti sakit, tapi Gladis masih terus mencoba berfikir positif jika ini semua hanyalah imajinasinya atau hanya khayalan.
Clara berjalan mendekat lalu tanpa aba-aba Clara nampak mencengkeram kuat Dagu kakaknya sendiri dengan gerakan yang cukup kasar me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queenindri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keras kepala.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah suara Nathan tak lagi terdengar, dengan buru-buru Gladys membuka pintu dan langsung menutupnya dengan perlahan. sebisa mungkin ia tidak ingin menghasilkan suara yang dapat membuat Nathaniel mencurigai dirinya sempat menguping pembicaraan mereka.
Kamar itu sangat sepi, Nathaniel belum sempat kembali ke kamarnya karena harus mengangkat panggilan dari Clara.
Kepala Gladys mulai terasa pusing, mungkin ini efek samping dari demam yang ia alami.
Sejak kemarin padahal ia sudah meminum obat yang di berikan oleh dokter kandungannya. hanya saja, ia merasa tak ada perubahan apapun pada dirinya sehingga ia terlihat semakin lemah.
Gladys berupaya memejamkan matanya. Di dalam pikirannya, ia berharap seandainya waktu dapat di putar kembali, dirinya tak ingin jatuh cinta pada kakak sepupunya sendiri. ia tak ingin menikahi kakak sepupunya sendiri jika pada akhirnya akan menderita seperti ini.
Sayangnya....
Tidak ada seandainya di dunia ini.
Tanpa di sadari Gladys setetes air matanya mengalir di pelupuk mata.
Beberapa waktu kemudian, Gladys merasakan jika tempat tidur yang berada di sampingnya tenggelam.
Sepersekian detik Gladys merasa ada seseorang memeluknya dari belakang. namun, karena sudah terlampau lelah, Gladys kembali hanyut ke dalam mimpinya.
Keesokan harinya, Ketika Gladys bangun yang ia cari dan lakukan adalah menyentuh ranjang bagian sampingnya. dengan harapan, Nathan masih berada di sana.
Dingin...
Ranjang sebelahnya terasa dingin. tak ada seorang pun di sana. apakah semalam hanya mimpi?
Begitulah kiranya isi pikiran Gladys pagi ini.
Buru-buru Gladys turun untuk membersihkan dirinya. setelah selesai, ia yang baru saja keluar dari kamar mandi di kejutkan dengan keberadaan seorang pelayan di kamarnya.
"Sedang apa kau di sini?" Ucap Gladys, namun dengan nada yang sedikit meninggi.
Sebuah sifat yang tak pernah terlihat dari nona Muda hadiadmaja itu kini membuat sang pelayan terkejut.
Melihat wajah sang pelayan yang berubah pucat. Gladys, baru menyadari kesalahannya. Lalu, Ia pun berusaha untuk menghela nafasnya panjang agar emosinya terkendali.
"Maaf, Aku tadi hanya terkejut melihatmu tiba-tiba ada di kamar ini." Cicit Gladys berusaha untuk menjelaskan.
"Tidak apa-apa, Nona. saya membawakan bubur untuk anda, silahkan di cicipi selagi masih hangat! "
Ucap sang pelayan, sembari menunjuk ke arah meja dekat sofa.
Gladys mengikuti arah tunjuk sang pelayan akhirnya mengangguk dan berjalan menuju ke arah sofa.
"Terimakasih, keluarlah!"
Pelayan itu mengangguk patuh. lalu segera keluar dari kamar menuju ke ruang tempatnya bekerja yaitu dapur.
Di dapur. pelayan itu bertemu dengan kepala pelayan yang tengah mengecek kondisi pekerjaan para bawahannya.
"Kenapa wajahmu muram begitu?"
"Aku... aku, nona memarahi ku karena tiba-tiba ada di dalam kamarnya. bukankah memang biasanya begitu? kenapa kali ini dia marah?"
"Benarkah? Tapi setahu ku, nona muda tidak pernah berbicara keras kepada siapapun. mungkin karena dia sakit, sehingga berubah menjadi sensitif. kau harus memakluminya!"
Sang kepala pelayan itu mencoba menasehati.
"Mungkin saja ini karena kemunculan Nona Clara."
"Sahut pelayan yang lainnya.
"Hust, jangan sembarangan bicara! kalau tuan muda sampai dengar, habislah kalian berdua."
"Tapi, bukannya selama ini orang-orang bilang jika wanita yang tuan cintai adalah nona Clara?"
"Bisa jadi setelah ini posisi nyonya di rumah ini akan segera berganti kan? buktinya, nona Clara sudah kembali. dan senyum yang sempat hilang di wajah Tuan muda, akhirnya kembali."
Saat semua orang tengah ber kasak kusuk tentang hubungan atasan mereka. suara keras dan dingin tiba-tiba menyela hingga membuat ketiga wanita itu membeku.
"Apa dia sudah meminum obatnya?"
Sang kepala pelayan dan dua orang pelayan itu terkejut dan langsung menoleh untuk melihat siapa yang datang.
"Tuan..."
Nathan berdiri di ambang pintu dengan acuh. ia baru saja kembali dari jogging pagi di area rumahnya.
Ketika ia masuk ke dalam dapur untuk mengambil minum. tidak sengaja Nathan mendengar nama Clara di sebut-sebut oleh beberapa pelayan di rumahnya.
Buru-buru sang kepala pelayan mendekat beberapa langkah, lalu menganggukkan kepalanya. "sudah tuan, baru saja selesai di antar."
Mendengar itu, Nathan menjadi cukup lega. lalu memutuskan segera pergi bahkan melupakan niat awalnya datang ke tempat itu untuk mengambil minum.
Nathan tak masuk ke kamarnya. ia malah masuk ke kamar lain dan memutuskan untuk menganti bajunya di sana.
Tadi pagi, ia sudah menyiapkan bajunya sendiri di kamar itu karena tak ingin menggangu jam istirahat Gladys. ia ingin istrinya segera sembuh dan membantunya di kantor seperti biasa.
Entah kenapa sejak Gladys sakit dan tidak melihatnya di kantor, Nathan merasa ada yang kurang dalam hidupnya. meskipun, ada Clara di kantornya saat ini.
Empat puluh menit kemudian, Nathan kembali turun dari ruang kerjanya. Ia berjalan menuju pintu keluar untuk pergi ke kantor pagi ini.
"Lihat ini, kenapa banyak sekali obat di tempat sampah ini?"
dua pelayan di bagian pembersihan nampak membolak balik bungkusan obat yang ada di dalam sebuah plastik hitam.
Entah dorongan dari mana, tatapan Nathan tiba-tiba tertuju ke pada keduanya. lalu, dengan segera ia berjalan mendekati keduanya untuk melihat apa yang mereka lakukan sepagi ini di depan kantong sampah yang ingin di buang.
"Ada apa?"
Tanyanya dengan kening yang mengerut.
"Ehh tuan."
Keduanya terkejut. lalu, langsung memposisikan diri mereka untuk menghadap ke arah Nathan, dengan kepala yang tertunduk.
Nathan semakin curiga karena melihat sikap keduanya yang nampak gugup. hingga ia melirik ke arah benda yang tengah di pegang salah satu dari kedua pelayan di rumahnya itu.
"Apa itu?" Nathan menunjuk sebuah kantong plastik warna hitam yang berada di tangan salah satu pelayan.
"Ini, ini obat Tuan.." Jawab sang pelayan dengan tergagap.
"Obat, apa kalian sakit?"
"Tidak-tidak, bukan kami! tapi kami menemukan ini dari kamar utama." Jawab keduanya bersamaan.
"kamar utama. maksudmu, kamarku?"
Kali ini gantian Nathan yang terkejut. Otaknya langsung tertuju kepala Gladys yang tengah sakit.
Lalu, tanpa pikir panjang akhirnya Nathan merebut kantung kresek itu dari tangan salah satu pelayan guna mengeceknya.
Wajahnya semakin tegang ketika melihat begitu banyak obat yang ada di dalamnya. obat yang ia tau di resep kan Nathania untuk istrinya.
Namun, kenapa bisa obat-obatan itu masih utuh. dan paling penting, kenapa obat-obatan itu bisa berada di dalam tong sampah??
Nathan meremas bungkusan itu dengan sorot mata berkilat marah.
"Kalian mendapatkan ini dari mana?"
kedua pelayan itu saking sikut sebelum menjawab pertanyaan tuannya. hingga, salah satu dari mereka akhirnya angkat suara.
"Dari tong sampah kamar mandi, Tuan."
"Tuan, mungkinkah Nyonya sakit keras?"
Deg
Mata Nathan membulat.
"Aku akan ke kamarku sekarang!"
Lalu, dengan segera ia memberikan tas dan kunci mobilnya itu pada pelayan yang berdiri di hadapannya untuk kembali ke kamarnya.