Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Suara ketukan pintu pun tiada hentinya, begitu Henti membuka pintu rumah, tidak sengaja Bu Ira mengetuk wajah Henti sambil mengintip dari jendela.
"Hei, apa-apaan ini!" sentakan Henti seketika membuat Bu Ira terlonjak kaget mendengar suara yang begitu melengking, seraya mengibaskan tangan Bu Ira.
"Astagfirullah!" ucapnya dengan lirih seraya mengusap dada dengan lembut.
"Ada apa sih Bu Ira. Datang-datang kok berisik banget!" ketus Henti malas ketemu sama ketua gosipnya.
"Ih jangan marah gitu dong bu Henti. Maaf kalau kedatangan saya membuat Bu Henti terganggu," jawabnya dengan melas.
"Hu!" Henti mendengus.
"To the point aja Bu Ira." ucapnya dengan seraya melipatkan kedua tangan di depan dadanya.
"Gini bu Henti, saya cuma ingin tahu gimana keadaan keluarganya Mbak Nia," tanya Bu Ira seketika membuat Henti bete mendengar nama Nia.
"Ada perlu apa lagi sama dia?"
"Cuma tanya aja kok Bu, soalnya kemarin tidak sengaja bertemu sama Mbak Nia dan suaminya...." belum selesai Bu Ira menjelaskan, Henti langsung memotong ucapannya.
"Hahaha pasti lagi mungut sampah kan!" fitnah Henti.
"Dari mana Bu Henti tau?"
"Ya tau lah, orang seperti itu gak akan maju!"
"Hati-hati lho kalo ngomong, Bu."
"Lah, apa bedanya dengan kamu yang ketua ghibah?"
"Meskipun saya sering ghibah, tapi saya tidak pernah menghina seseorang seperti itu saya ghibah sesuai dengan fakta,"
"Orang salah mana mau ngaku!"
Brak!
Henti langsung masuk ke dalam rumahnya, ia enggan berbicara dengan Bu Ira yang tukang ghibah. Karena takut dirinya akan jadi bahan ghibah mereka.
"Astaga bu Henti benar-benar deh!" ucap Bu Ira dengan heran.
.
.
.
Widi baru saja tiba di kantor, ia pun heran menatap semua karyawan kantor yang sibuk memainkan hp. Widi terus saja mengayunkan kakinya menuju ruangan kantor, sepanjang perjalanan dia melihat karyawan pada sibuk menggosip bahkan memainkan hp, entah berita apa yang membuat mereka pada lupa dengan jam kerja.
"Mereka kenapa sih? Apa tidak tahu dengan peraturan kantor," gumam Widi tidak ingin menegurnya secara langsung karena pertama kalinya mereka melakukan kesalahan.
Widi masuk ke ruangan dan langsung merebahkan tubuhnya di kursi jabatan, ia menarik nafas dalam lalu menghembuskan. Tangannya memberi kode pada asisten Dina.
"Iya Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya Dina.
"Kenapa orang-orang kantor pada sibuk main hp ya? Apa mereka tidak tahu jam kerjanya?" tanya Widi sembari memijit pelipisnya.
Dina langsung mengambil hpnya yang berada di saku celana lalu mencari berita viral yang di bahas karyawan kantor.
"Ini Bu," ucap Dina seraya memberikan hpnya, Widi mengambil hp yang diberikan oleh Dina.
Widi menatap layar pipih canggih, pertama-tama ia membaca caption lalu menonton video yang membuat heboh di kantornya.
Brak!
Widi memukul meja kerjanya cukup kuat, seketika orang-orang yang berada di ruangannya pun terkejut.
"Kurang ajar! Siapa yang berani melakukannya!"
Beberapa orang yang berada di ruangannya pun terdiam melihat Widi marah, mereka tidak tahu apa yang dimarahkan oleh bosnya. Tidak ada yang berani membuka mulut untuk bertanya.
"Dina, cepat cari tahu siapa pelakunya!" perintah Widi.
"Kenapa masalah hinaan ini tak kunjung selesai, apa salahku ya Allah. Maafkan kedua orang tuaku,"
"Ibu Bapak, semoga kalian sehat selalu dan panjang umur," ucap Widi dengan lirih sembari menempelkan keningnya ke meja.
.
.
.
Di kedai Bubur sumsum barokah Nia dan Wendi pun sama bingungnya menatap para karyawannya sedang sibuk menggosip tentang video yang mereka tonton.
"Pak, mereka kenapa? Kok pada ngeliatin kita seperti itu," bisik Nia seraya menatap satu persatu karyawannya.
Memang Nia dan para karyawannya saling bertatapan, tatapan mereka yang penuh pertanyaan di pikiran Nia. Begitu juga dengan Wendi melihat ke arah karyawannya yang sedang berbicara sambil melirik ke arahnya.
"Benerkan Pak, apa kata Ibu?" sahut Nia
"Sstt. Jangan suudzon dulu Bu, biarkan saja mereka membicarakan kita," Wendi tidak ingin memikirkan masalah lagi, ia ingin menjalani kehidupan baru dengan damai.
Nia menurut apa yang di katakan suaminya, ia juga tidak ingin memikirkan hal yang tidak penting. Tak berselang lama, Widi datang di kedai orang tuanya.
Kedatangan Widi menjadi pusat perhatian setiap orang di kedai itu, Widi mengedar pandangannya di seluruh sisi kedai Bubur sumsum.
Widi merasakan aura yang berbeda dari kedai, ia tak lepas menatap setiap karyawan yang bekerja. Bahkan mereka juga tidak berani menatap Widi, terlihat sangar dari sisi diamnya Widi.
"Bagaimana hari ini?" tanya Widi seraya melepaskan kacamata hitamnya.
"Kebiasaan deh, kamu kalo datang gak bilang dulu," umpat Nia
"Alhamdulillah baik-baik saja," Wendi menutupi rasa gelisahnya, ia tidak ingin membuat Widi menjadi beban pikiran.
"Benarkah?" tanya Widi yang penuh selidik bagaikan detektif.
"Iya Nak," sahut Nia dan Wendi dengan kompak seraya menampilkan senyuman di wajah.
Lama terdiam, Widi terus melirik ke karyawan Bubur sumsum barokah. Ia mengayunkan kakinya menuju dapur kedai, sekilas ia mendengar seseorang bercerita.
"Nggak nyangka ya Bu Nia sama Pak Wendi orangnya seperti itu, berarti selama ini ia bersedekah cuma topeng aja ya?"
"Iya ya, saya kira mereka orangnya baik tulus. Ternyata itu cuma palsu!"
"Enggak mungkin deh Bu Nia seperti itu, terlihat dari wajahnya mereka pasti orang yang baik dan tulus."
Deg!
Bagaikan air mendidih, Widi mengepalkan kedua tangannya mendengar gosip karyawan Bubur sumsum.
Brak!
Widi menendang pintu dapur, sukses membuat semua orang yang berada di dapur terkejut dan ketakutan melihat kedatangan Widi.
"Kak Widi!"
Seketika semua karyawan menunduk dan tidak berani menatap wajah Widi.
"Apa maksud kalian bicara seperti itu?" tanya Widi meminta penjelasan, terlihat beberapa orang yang berbicara tadi gemetaran dan pucat.
"Jelaskan! Bagaimana kalian bisa bicara yang tidak pasti?" sentak Widi.
"M-maafkan kami, kak Widi."
"Saya tidak butuh maaf kalian, saya butuh penjelasan!" Widi mengibaskan tangannya ke udara, tidak ingin mendengar basa-basi dari mereka.
Terlihat mereka yang sedang gosip tadi saling senggol menyenggol tangannya, benar saja mereka tidak berani berbicara.
"Oke kalo kalian tidak ingin menjelaskan, mulai hari ini kalian semua saya pecat!" tegas Widi langsung balik badan.
"Jangan kak!"
"Jangan kak, saya mohon!"
"Jangan kak, saya akan menjelaskan!"
Widi menghentikan langkahnya ketika mendengar kata menjelaskan, ia langsung berbalik dan berdiri di sampingnya.
"Apa yang mau kamu jelaskan?" tanya Widi dengan mengangkat sebelah alisnya.