Mimpi yang terus terulang membwa Leora pergi ke dimensi berbeda serta merubah kehidupannya.
Dia yang hanya seorang pemilik toko kecil di pusat kota justru di sebut sebagai ELETTRA (Cahaya) di dimensi lain dan meminta bantuannya untuk melenyapkan kegelapan.
Secara kebetulan, begitulah menurutnya. dirinya pergi ke dimensi berbeda bersama Aron yang menjadi sahabatnya melalui mimpi, namun siapa sangka persahabatnnya bersama Aron justru membawa dirinya pada situasi yang tidak biasa.
Sihir yang semula hanya dia tahu melalui buku secara ajaib bisa dia lakukan.
Dan ketika cinta bersemi di hatinya serta tugas melenyapkan kegelapan telah selesai, apa yang akan dia lakukan?
Akankah dia kembali ke dimensi aslinya atau akan tetap bersama pria yang dia cintai?
Ikuti kisahnya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. LD 12.
"Apa,,,?!?"
Leora terpekik karena terkejut, menempatkan tubuhnya di depan pria itu hingga kini keduanya saling berhadapan.
"Mimpi? Tapi bagaimana?" tanya Leora lagi.
"Dari dimensimu, mereka menyebutnya sebagai Lucid Dream (Pengendalian mimpi), hanya segelintir orang yang bisa melakukannya dan kamu adalah salah satunya," jawab Aron.
"Namun, kami menyebutnya sebagai Allagí diastáse di mana kamu bisa pergi ke dimensi lain ketika kamu tertidur dengan dirimu sendiri yang menjadi pengendalinya,"
Mereka kembali melanjutkan langkah, menelusuri jalan setapak dengan puluhan pohon pinus berada di sekitar mereka
"Terdengar tidak masuk akal, jika mengingat peradaban yang berbeda dimana dimensimu tidak mengenal sihir. Akan tetapi, hal itu berbeda jika berada di sini," Aron melanjutkan pejelasannya.
"Tempat ini_,,,,"
"Memiliki banyak energi sihir," potong cepat Leora.
"Ya,,, Ya,,, Ya,,, berapa kali kamu menjelaskan tentang itu, hanya akan membuat kepalaku meledak karena tidak mengerti apa itu energi sihir," imbuhnya.
Leora mendesah pelan, menjatuhkan tubuhnya di atas tanah yang di penuhi rumput hijau nan segar, lalu mengarahkan pandangan pada danau di depan mereka yang di tumbuhi beberapa teratai putih.
"Aku lelah berkeliling, bisakah kita duduk di sini sebelum kembali?" tanya Leora.
"Atau kau akan mengatakan padaku bahwa di sini juga berbahaya?" imbuh Leora mendongakkan kepala.
Aron tersenyum, mengangguk singkat dan menjatuhkan tubuhnya di samping wanita itu.
"Terlepas dari bagaimana aku berada di sini dan bagaimana caraku kembali nanti, satu-satunya hal yang membuatku tenang sampai saat ini adalah karena kamu berada di sini, Aron," ucap Leora.
Kepala Aron menoleh cepat, menatap wanita yang duduk di sampingnya tengah mengarahkan pandangan lurus ke depan.
"Setidaknya aku memiliki seseorang yang aku kenal dan aku mengenalmu dengan sangat baik," Leora berkata lagi.
"Meski aku juga sadar bahwa kamu yang aku kenal menyimpan banyak rahasia dariku, ditambah dengan fakta bahwa kamu berasal dari tempat ini, tapi aku tidak merasakan kecemasan apapun,"
"Aku percaya padamu, Aron." Leora menambahkan seraya menoleh hingga pandangan mereka bertemu.
"Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikan apapun," sahut Aron.
"Aku mengerti dan aku juga bisa memahami alasannnya. Setidaknya untuk saat ini," sambut Leora tersenyum.
"Tapi tetap saja aku terkejut dengan perubahan yang ada di dalam dirimu,"
"Aku terbiasa melihat sosokmu yang berkacamata dengan rambut terikat, tapi sekarang lihatlah penampilanmu." (sembari menggerakkan tangan menunjuk Aron dari atas sampai bawah)
"Jika kau kembali dengan penampilan seperti ini aku bisa membayangkan kau akan di kejar puluhan wanita dalam sekejap," Leora berkata serius.
"Dan aku akan menolak mereka saat itu juga," sambut Aron memasang ekspresi ngeri.
"Pft,,, Ha ha ha,,, apakah kau masih akan menyembunyikan wajahmu dari wanita? Padahal kau menarikku ke ruang ganti di pertemuan pertama kita," sahut Leora.
"Hei,,, jangan ingatkan aku tentang itu, aku tidak bermaksud melakukan itu," protes Aron.
"Tapi dari kesalahpahaman itulah kita berteman dan bersahabat sampai sekarang," sambut Leora tertawa.
"Itu sudah beberapa tahun yang lalu, apakah itu saat di mana kamu datang untuk pertama kali?" imbuh Leora bertanya.
Aron menggosok tengkuknya, tersenyum canggung sebelum memberikan anggukan sebagai jawaban.
"Tapi, mengapa kamu harus membuka cafe?" tanya Leora.
"Aku melihat sebagian besar orang menyukai duduk bersantai dan saling mengobrol dengan minuman sebagai teman mengobrol mereka,"
"Jadi, aku bisa mendengar perbincangan semua orang tanpa bertanya dan tanpa di curigai. Hanya cara itu yang terlintas saat aku ingin mencari manusia terpilih," jawab Aron.
"Kenapa kamu tidak mengunakan sihir?" tanya Leora.
"Saat aku tiba di sana, aku kehilangan hampir seluruh kekuatanku. Aku tidak bisa mencari menggunakan sihir untuk menemukannya karena salah satu pertanda dari manusia terpilih adalah aku tidak bisa menggunakan sihirku padanya," terang Aron.
Leora meringis, lalu menggaruk kepalanya tanpa bisa memahami sepenuhnya apa yang pria itu katakan.
"Sihir yang tidak berpengaruh padamu adalah sihir yang berkaitan dengan pikiran," Aron melanjutkan.
"Pembaca pikiran, ilusi dan pengendalian tubuh, itu tidak akan berfungsi padamu. Itulah mengapa aku hanya bisa menuntunmu melalui mimpi setelah aku tahu bahwa kamulah manusia yang di ramalkan,"
"Hal yang tidak aku sangka adalah, jejak Erebus bisa melekat padamu," tutur Aron.
"Jejak Erebus?" ulang Leora dengan kening berkerut.
Aron mengulurkan tangan, meraih tangan kiri wanita itu sekaligus menaikan lengan pakaiannya, menunjukkan jejak hitam seperti gelang hitam di sana.
"Ini," ujar Aron.
"Maafkan aku karena tidak menyadari hal ini akan terjadi," sesalnya.
"Tapi kamu memudarkan tandanya," sanggah Leora.
"Hanya sementara." lirih Aron seraya menundukkan kepala.
"Maksudmu?" sambut Leora.
"Saat Erebus berhasil mengorbankan nyawa lagi, tanda itu akan menjadi lebih pekat, dan jika Erebus menemukanmu bahkan mengorbankanmu, itulah yang akan menjadi kehancuran bagi kami," ungkap Aron.
"Tunggu sebentar,,,," Leora mengangkat satu tangannya yang masih bebas.
"Apakah yang sedang ingin kau katakan adalah tanda di pergelangan tanganku sebagai pertanda jika satu nyawa telah hilang?" tanyanya.
"Benar," jawab Aron tanpa ragu.
"Semakin banyak nyawa yang telah menghilang, semakin pekat tanda itu, karena kamu telah terhubung dengan kami yang berada di tempat ini,"
Wanita itu tertegun, tidak pernah menyangka bahwa keberadaannya di tempat itu menjadi satu-satunya kunci bagi Aron dan tempat tinggal pria itu beserta semua orang yang berada di dalamnya tetap utuh.
"Apakah itu artinya aku harus ikut berperang?" tanya Leora.
"Aku lebih menyukai gagasan kamu tidak terjun ke medan perang, tapi aku tidak memiliki pilihan," jawab Aron.
Leora menarik tangannya dari genggaman pria itu, menurunkan lengan pakaiannya untuk menutupi tanda gelap pada pergelangan tangannya, lalu memalingkan wajah.
"Aku masih berharap apa yang aku dengar ini adalah lelucon," ucap Leora tanpa menoleh.
Pria itu tersenyum kecut, mengangguk tipis, lalu berdiri sebari mengulurkan satu tangan.
"Ayo kembali, aku tidak ingin mereka khawatir karena kita pergi terlalu lama," ucap Aron.
Leora mendongak, menatap pria yang tengah mengulurkan tangan padanya. Bahkan setelah dirinya menolak permintaan pria itu, Aron tidak membujuk ataupun memaksakan kehendaknya, seolah akan menerima apa saja yang menjadi keputusannya nanti.
"Jangan memikirkan apapun," ucap Aron seolah bisa membaca pikiran Leora.
"Aku tidak akan memaksamu, aku juga tidak ingin menempatkanmu dalam bahaya. Aku akan melindungimu bagaimanapun caranya dan membawamu pulang ke rumahmu, itu sumpahku,"
"Masalah di tempat ini, aku akan mencari cara lain untuk mengatasinya," Aron menambahkan.
Wanita itu masih bergeming, menatap pria itu dalam diam sejenak, lalu menyambut uluran tangan pria itu yang membantunya berdiri.
Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh meninggalkan area danau teratai, sosok Xavier dalam wujud binatang terbang di atas kepala mereka, berputar beberapa saat, lalu menukik ke bawah dan mendarat dengan mulus di depan Leora.
"Nona." Xavier berkata seraya berlutut di depan Leora.
"Aku sudah bilang untuk tidak berlutut di depanku, Xavier. Berdiri!" sambut Leora sekaligus memberi perintah.
"Baik." sahut Xavier seraya berdiri.
"Ada apa?"
"Erebus kembali datang dan membakar Asra,"
. . . . .
. . . . .
To be continued...
tanya leora ini 🧐
🤣🤭