Lusiana harus mengorbankan dirinya sendiri, gadis 19 tahun itu harus menjadi penebus hutang bagi kakaknya yang terlilit investasi bodong. Virgo Domanik, seorang CEO yang terobsesi dengan wajah Lusiana yang mirip dengan almarhum istrinya.
Obsesi yang berlebihan, membuat Virgo menciptakan neraka bagi gadis bernama Lusiana. Apa itu benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi gila sang CEO?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Percaya Dengan Siapapun
Lusi sudah dipinjami baju oleh Widi, setelan piyama motif teddy bear.
"Maaf, ya Widi ... Aku harus nyusahin kamu sama keluarga kamu."
"Udah, kamu tidur dan istirahat. Kita pikir besok lagi. Kamu kelihatan lelah begitu."
"Makasih, Wid."
Widi cuma mengangguk, saat melihat Lusi rebahan, Widi malah gak bisa tidur sendiri. Sampai akhirnya, selang beberapa jam saat Lusi sudah tidur, Widi dibangunkan oleh sang ibu.
"Dia sudah tidur?" bisik ibu Widi.
Widi pun mengangguk, merasa aneh karena sang ibu bisik-bisik.
"Ada apa, Bu?"
"Ada abangnya si Lusi. Ibu gak mau ikut campur masalah keluarga mereka. Kamu tahu kakaknya seperti preman itu? Belum lagi ibunya Lusi. Ibu tidak mau kebawa-bawa."
"Tapi, Bu. Kasian Lusi. Nanti dia disiksa!"
"Itu urusan keluarganya, kita cuma orang luar. Kalau terlalu terlibat, kita bisa berurusan sama polisi."
"Kasian, Bu. Kita tolongin aja. Yang terakhir."
"Gak bisa, Widi. Ibu nanti yang kena apes! Ibunya Lusi ini terkenal bermasalah! Dia sudah bawa kabur uang arisan ratusan juta. Tapi gak bisa masuk penjara. Pasti punya orang dalem. Ibu gak mau terbawa-bawa. Kamu fokus kuliah, biar Lusi kita serahkan pada keluarganya."
Tak lama, muncul ayah Widi. Mau tak mau, akhirnya setuju dengan sang istri. Karena ini urusan keluarga, mereka orang lain.
***
Dengan berat hati, Widi membangunkan Lusi. Saat itu, di kamar sudah ada Edo yang masih kelihatan tenang, meskipun auranya brandal.
"Lusi ... Lus."
Lusi yang mengantuk berat, dia pun membuka mata.
"Apa sudah pagi?" tanya Lusi lalu mengosok matanya. Seketika dia kaget, dan menatap marah pada Widi yang mendatangkan Edo.
"Widi, ka ... Kamu." Lusi sampai speechless. Karena Widi sudah berhianat.
"Sudah, jangan banyak omong! Ayo keluar!" Edo langsung mendekat dan mencengkram lengan Lusi.
"Lepaskan! Edo!! Lepaskan!"
Meskipun Edo lebih tua, dan status kakak tiri, Lusi tak pernah memanggilnya dengan sebutan layaknya kakak laki-laki. Ini karena Lusi tak pernah dianggap adik. Hanya status dalam kk mereka keluarga, aslinya Lusi diperlakukan seperti keset di keluarganya.
Kalau bukan beasiswa, Lusi tak akan bisa kuliah. Dia belajar mati-matian, karena ingin sukses dan lepas dari keluarganya tersebut.
"Edo! Sakit! Lepaskan!"
Edo tak peduli. Dia menarik semakin kasar dan mendorong tubuh Lusi masuk ke mobil Avanza hitam yang parkir di depan pagar rumah Widi.
Begitu mobil itu berjalan, ibu Widi langsung mengunci pintu.
"Sudah, jangan ikut campur urusan mereka. Keluarga mereka sangat bermasalah. Dan kamu Widi, ibu harap tidak usah dekat-dekat dengan Lusi."
"Tapi Lusi anaknya baik, Bu. Dia gak pernah aneh-aneh."
"Jangan ngebantah! Ibu cuma menghindari masalah."
Lampu depan pun langsung dimatikan, rumah itu tak menerima tamu malam-malam. Bukannya miskin empati. Tapi keluarga Widi sepertinya takut dengan keluarga Lusi yang memang terkenal punya banyak masalah tersebut.
***
Lusi sudah sampai di rumah, dia pun langsung dikunci, dikurung di dalam kamarnya yang sempit dan pengap.
Keesokan harinya, Lusi diberi makan mie instan dan tetap dikurung di dalam kamarnya. Ibu tirinya pagi-pagi buta baru pulang membawa pacar, laki-laki hidung belang yang punya banyak uang.
"Edo ... Jangan ganggu ibu."
Edo hanya menjawab dengan isyarat jari, dia lebih fokus pada ponselnya yang asik judol. Ditambah segelas minuman yang mampu membuat dia sempoyongan dan melupakan hutang di mana-mana.
Benar-benar rumah seperti neraka, dan Lusi bertahun-tahun hidup seperti ini. Di tengah-tengah sampah masyarakat, tidak satu dua kali dia mengalami kekerasan, baik verbal ataupun fisik.
"Edo! Lepasin aku!! Edo aku mohon!" teriak Lusi.
Entah sudah berapa jam dia teriak-teriak, tak ada yang menyahut. Rumah sedang sepi sekali. Ibunya tertidur setelah teler. Abangnya Edo, keluar beberapa waktu lalu saat dijemput kawan-kawannya.
"Edo ... Edo ..."
KLEK
Ada yang memutar kenop pintu, Lusi langsung berdiri. Begitu pintu dibuka, bukannya maju dan keluar, Lusi justru mundur dan bersambung.
kata2mu pedas tp butuh Lusi😪😪