"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21 - Fall in LOVE
~ Sudahkah kamu jatuh cinta? ~
Hubungan antara Saga dan Lea begitu hangat dan akrab. Hingga tak jarang orang yang melihat mereka ketika bersama, mengira jika mereka adalah sepasang kekasih.
Seperti halnya, ketika mereka pergi berbelanja bersama, atau hanya sekadar berjalan-jalan di sekitar rumah, beberapa tetangga menyapa mereka dengan senyuman penuh arti, seolah memberikan restu untuk hubungan yang mereka anggap lebih dari sekadar paman dan keponakan.
"Lea, kalian berdua benar-benar serasi, lho!," seru seorang ibu yang mereka kenal saat berpapasan di jalan.
Lea hanya tersenyum malu-malu, sementara Saga terkekeh kecil. Namun, di dalam hatinya, Lea merasa senang.
Apalagi sekarang, dengan usianya yang semakin dewasa, Lea mulai mengerti perasaannya yang sebenarnya.
Rasa yang dulu mungkin ia abaikan sebagai kasih sayang biasa, kini mulai ia pahami sebagai rasa cinta kepada lawan jenis.
Lea yang dulu hanya menganggap Saga sebagai sosok pelindung, kini mulai merasakan sesuatu yang lebih dalam yang bernama cinta.
Begitu banyak momen yang membuat Lea merasa, jika perasaannya itu terasa lebih indah.
Setelah seharian beraktivitas, mereka sering menghabiskan malam dengan menonton film bersama atau sekadar berbincang tentang banyak hal.
Setiap perhatian kecil yang diberikan Saga, setiap sentuhan lembutnya, membuat jantung Lea berdetak lebih kencang.
Seperti malam itu, mereka duduk di teras rumah seraya memandangi bintang-bintang yang bersinar di langit malam.
Lea menatap Saga dari sudut matanya, ia merasa bahagia karena selalu bersama Saga.
"Paman," panggil Lea dengan suara yang nyaris berbisik.
"Iya, Lea?," jawab Saga seraya menoleh padanya.
Lea mengalihkan pandangannya ke langit karena berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya. "Terima kasih, ya, karena selalu ada untuk Lea. Karena Paman, Lea nggak pernah merasa sendirian."
-
-
Tidak mendapat balasan dari Saga, Lea pun menoleh ke arahnya yang kini sedang menatapnya. Melihat sorot mata Saga yang hangat, seketika pipi Lea menjadi semakin memerah dan menjadi salah tingkah.
"Hufht! Kenapa panas sekali ya," ujar Lea seraya mengipaskan sebelah tangannya dan menghindari tatapan Saga.
"Kenapa Lea?," tanya Saga lembut, membuat jantung Lea semakin dag dig dug.
"Gak papa, Lea hanya gerah aja," balas Lea di tengah dinginnya semilir angin malam.
Lalu ia beranjak dan masuk ke dalam rumah sambil memegangi dadanya yang berdetak kencang.
Meski Saga hanya menatapnya tanpa kata-kata, ada sesuatu dalam tatapan itu yang membuat Lea merasa berbeda.
Ia lalu segera masuk ke kamarnya dan mencoba menenangkan perasaannya yang bergemuruh.
"Kenapa jantungku berdebar kencang sekali?" gumam Lea sambil berdiri di depan cermin dan melihat wajahnya yang memerah.
Lalu, Lea duduk di tepi ranjang dan masih merasakan kehangatan yang merayapi tubuhnya.
Ia mencoba mengingat setiap detail kecil dari malam ini. Tatapan Saga dan perasaan hangat yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Semua itu membuatnya merasa sangat istimewa karena merupakan sesuatu yang baru baginya.
Kemudian Lea berbaring dan menutup matanya, membiarkan pikirannya melayang pada kenangan-kenangan kecil yang terasa romantis, meski mungkin Saga tidak menyadarinya.
Lea teringat bagaimana setiap pagi Saga selalu menyiapkan sarapan untuknya sebelum berangkat sekolah.
Bagaimana Saga selalu menunggu di luar pagar sekolah saat Lea pulang sambil tersenyum hangat dan bertanya tentang harinya.
Semua itu, yang dulu mungkin hanya dianggap Lea sebagai perhatian seorang paman, kini terasa berbeda. Kini ada getaran dalam hati Lea setiap kali ia mengingatnya.
Seperti saat mereka menonton film bersama di ruang keluarga. Ketika Saga tanpa sengaja bersandar terlalu dekat, hingga Lea bisa merasakan kehangatan tubuhnya, hingga membuat detak jantungnya seketika menjadi tidak beraturan.
Dalam momen itu, ia pura-pura fokus pada film, tetapi hatinya tidak bisa berhenti memikirkan betapa dekatnya mereka saat itu.
Lalu, Lea kembali membuka matanya, ia tersenyum sendiri saat memikirkan semua kenangan itu lalu bergumam, "Kenapa aku merasa seperti ini ya? Apa mungkin... Ini yang di namakan jatuh cinta?."
~ Ya Lea... Itu namanya jatuh cinta, cinta pertamamu berlabuh pada Saga, sosok yang selalu jadi pelindungmu 😍 ~
**
Beberapa hari kemudian...
Matahari pagi mulai menyinari langit, menandakan awal dari hari yang cerah. Lea bergegas keluar dari kamarnya dengan semangat yang menggebu-gebu.
Hari ini adalah akhir pekan yang telah ia tunggu-tunggu, hari di mana ia dan Saga akan pergi ke perbukitan untuk berlatih fotografi.
Namun, saat Lea melihat Saga yang sedang duduk santai di ruang keluarga sambil membaca koran, tidak ada tanda-tanda bahwa ia ingat tentang rencana mereka.
Saga terlihat begitu tenang, seolah tidak ada hal penting yang harus dilakukan hari ini.
"Paman," panggil Lea sambil mendekatinya.
"Iya, Lea?," jawab Saga tanpa menurunkan korannya.
"Hari ini... Kita jadi ke perbukitan, kan?," tanya Lea dengan harapan yang terpancar jelas di matanya.
Saga menoleh dan berpura-pura terlihat bingung, lalu meletakkan korannya dan mengerutkan alis. "Perbukitan? Oh... Ya ampun, Lea, Paman lupa kalau hari ini kita ada janji ke sana."
Raut wajah Lea seketika berubah dari ceria menjadi cemas dan kecewa. "Lupa, Paman? Tapi... Aku sudah siap dari tadi," ujarnya dengan nada yang sedikit sedih.
Saga menahan senyumnya, ia merasa senang melihat betapa Lea sangat menantikan perjalanan ini.
Lalu ia berpura-pura merenung sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Ah, tapi sepertinya Paman juga lupa menyiapkan peralatan fotografi kita."
Lea semakin lesu mendengar itu. Ia pun menundukkan kepalanya dan merasakan harapannya yang mulai memudar. "Kalau begitu, kita tidak bisa pergi, ya?," gumamnya dengan suara pelan.
Namun, sebelum Lea benar-benar kehilangan semangatnya, Saga berdiri dan berjalan menuju sudut ruangan. "Tunggu sebentar," ucapnya sambil membuka tas yang diletakkan di meja dekat pintu.
Lea hanya bisa menatapnya dengan bingung karena tidak mengerti dengan apa yang sedang dilakukan Saga.
Lalu, dengan sebuah senyuman yang jahil, Saga mengeluarkan sebuah kamera baru lengkap dengan perlengkapannya dari tas tersebut.
"Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?," tanya Saga sambil mengangkat kamera di tangannya.
Lea terkejut sejenak, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Paman, itu...! Paman beneran sudah menyiapkan ini semua?," serunya dengan wajah yang kembali cerah.
"Tentu saja. Mana mungkin Paman lupa dengan janji kita. Paman hanya ingin lihat reaksimu saja," jawab Saga sambil tertawa kecil.
Lea pun mendekat dan melihat kamera itu dengan mata yang berbinar-binar. "Ini keren banget, Paman! Makasih ya!," ucapnya penuh semangat.
"Kalau begitu, kita berangkat sekarang?," tanya Saga seraya mengajak sambil menyandangkan kamera ke bahunya.
"Ayo! Lea sudah nggak sabar buat belajar lebih banyak lagi! Hore!! Jalan-jalan...!!."
Bersambung...
Nantikan episode selanjutnya ya... 🤗
Dan jangan lupa kasih dukungannya dengan cara like, komen, juga kasih hadiahnya... 😍