Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Ketegangan terjadi di dalam toko sembako, bagusnya mereka berada jauh dari kasir hingga tidak diketahui oleh pemilik toko. Sifa yang tidak tahu apa-apa menjadi amukan wanita yang berasal dari tetangga sebelah, tetapi saat ini sudah menjadi istri Aksa. Lantaran Aksa sok baik membayar belanjaan Sifa.
"Jadi begini kelakuan kamu Sifa, baru juga pulang sudah merayu suami orang. Minta dibelanjain pula" sewot wanita yang bernama Marni itu.
"Shory ya Mar, saya tidak mau ribut di toko orang. Masalah belanjaan suami kamu, kamu yang berhak menerima" Sifa pun meninggalkan mereka lalu minta pelayan lain agar menyiapkan pesanan.
Sementara Marni menatap nyalang suaminya. "Aku punya perhitungan sama kamu Mas. Nanti kita selesaikan di rumah" Marni melengos pergi sambil membawa kantong plastik.
"Waduh" Aksa garuk-garuk kepala. Uang tiga ratus ribu yang niatnya untuk menarik perhatian Sifa pada akhirnya untuk Marni juga. Padahal uang tersebut yang biasanya Aksa irit-irit sebulan untuk membeli rokok eceran pun kandas.
Aksa balik badan lalu mendekati Sifa yang berdiri di depan etalase. "Maafkan Marni ya Sif" Aksa berbasa basi tapi itu hanya alasan, karena ingin mendekati Sifa.
"Kenapa pula Marni harus minta maaf Aksa, Marni tidak salah kok. Tetapi kesalahan itu ada pada kamu. Walaupun pulahan kali kamu menikah, hidup kamu tidak akan tenang, jika kamu tidak bisa merubah perilaku. Kamu ini pria yang hobi sekali menyakiti hati wanita" Sifa geram melihat tingkah Aksa, demi misinya pria itu akan menghalalkan segala cara.
"Aku membayar belanjaan kamu tadi ikhlas kok Sif"
"Saya nggak butuh itu! Seharusnya kamu tahu itu Aksa" Sifa memotong ucapkan Aksa.
"Aksa... Aksa. Dari dulu sampai sekarang, kelakuan kamu itu tidak berubah" ketus Sifa. Dulu ketika masih menjadi istri Aksa, Sifa bukan tidak tahu jika Aksa selalu membelikan Marni ini itu. Ketika Sifa tanyakan, Aksa pandai beralasan.
"Sifa... sekali lagi aku minta maaf" Aksa meletakkan kedua tangannya di atas etalase.
"Sebaiknya kamu minta maaf sama Marni Aksa, bukan sama saya" Sifa pun akhirnya melangkah meninggalkan Aksa menuju kasir. Beberapa menit Sifa memilih berdiri di dekat kasir karena mual diganggu oleh Aksa. Tidak lama kemudian, pekerja yang melayani Sifa sudah tiba. Pekerja pria itu membawa keranjang lalu meletakkan di meja kasir.
"Terimakasih Bu..." pungkas Sifa setelah membayar lalu pulang.
"Kamu belanja banyak sekali Sifa..." Emak kaget ketika Sifa menurunkan sembako dari kantong plastik, kecuali beras. Emak tentu saja tidak pernah kekurangan beras, karena orang tua Sifa mempunyai sawah yang luas dan digarap oleh tetangga. Abah dan emak hanya tinggal menerima hasilnya saja.
"Maaf Mak, tadi pagi kan aku pulang tidak membawa apa-apa" Sifa merasa menyesal karena tidak membawa oleh-oleh.
"Emak itu tidak mengharapkan apapun dari kamu Nak. Dengan kamu pulang menjenguk Emak sama Abah saja, kami sudah bahagia" tulus emak yang tengah memasak untuk hidangan makan malam.
"Baik Mak, lain kali aku akan sering pulang" Sifa berjanji setidaknya 1 tahun dua kali akan menjenguk emak.
"Kenapa kamu tidak tinggal di rumah saja Sifa... ini kan rumah kamu" Emak menyarankan agar Sifa jangan pergi lagi, semua harta yang emak dan abah miliki sebenarnya sudah mereka hibahkan untuk Sifa seluruhnya.
"Iya, aku percaya Emak" Sifa tahu walaupun ia tidak merantau pun tidak akan kekurangan. Sebenarnya dulu tujuannya pergi hanya karena ingin menghindar dari Aksa dan Marni, tetapi sekarang Sifa harus semangat demi usahanya, kuliah dan belum puas jika belum melihat Felix mendapat hukuman yang setimpal.
"Oh iya, kata Abah, kamu berjualan parfum ya" Emak mencium gamis lengan panjang yang ia semprot parfum setelah mandi dua jam yang lalu masih wangi.
"Iya Mak, doakan usaha aku maju. Nanti kalau aku bisa membeli rumah, Emak sama Abah Sifa jemput"
"Aamiin..." pungkas emak.
Malam harinya dilanjutkan ngobrol ketika selesai makan malam.
"Sifa... sudah dua kali Abah ijinkan kamu mencari calon sendiri, tetapi keduanya mengecewakan" Abah mengatakan sudah menyiapkan jodoh pilihan untuk putrinya.
"Nggak mau Abah" tolak Sifa cepat.
"Benar kata Abah Sifa, Abah sama Emak yakin jika laki-laki ini bisa membimbing kamu ke jalan yang benar" Emak menambahkan. Abah akan menjodohkan Sifa dengan anak sahabatnya yakni seorang ustad yang mengajar di salah satu pondok pesantren.
"Abah... Emak... saat ini Sifa belum memikirkan soal jodoh"
"Sebaiknya lusa Abah pertemukan kamu dengan anak teman Abah, supaya kamu bisa berkenalan lebih dulu" Abah yakin jika Sifa akan menyukai pria religius pilihanya.
"Lusa aku sudah kembali ke Jakarta Abah" Sifa ada alasan untuk menolak.
"Kamu ini, kalau niat pulang yang lama Sifa" Abah kecewa. Ia pikir Sifa akan tinggal di rumah seminggu bahkan lebih.
"Nggak bisa Abah, soalnya hari senin aku kuliah pagi" Sifa geleng-geleng rupanya abahnya tidak main-main ingin menjodohkan dirinya.
"Kamu kuliah?" Abah terkejut.
"Iya Abah, makanya jangan paksa aku untuk menikah dulu" Sifa sedikit lega karena abah sepertinya berpikir.
"Sifa... kamu jangan alasan terus, walaupun kamu kuliah bukan berarti hambatan untuk menikah bukan..." Emak menambahkan.
Sifa diam entah bagaimana harus menjelaskan kepada kedua orangtuanya yang sudah keukuh ingin menjodohkan.
"Sepertinya kamu sudah mengantuk, sekarang lebih baik istirahat. Besok Abah akan mengundang teman Abah agar datang kemari bersama anaknya" Abah tidak kehilangan akal, walaupun Sifa lusa sudah berangkat maka akan mengundang tamunya lebih cepat.
Sifa pun akhirnya ke kamar, dengan perasaan campur aduk. Ia membuka pintu lalu merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
Sambil tiduran, ia membuka handphone mengecek pesan yang ia kirim kepada Alvin tadi malam. Namun, hingga malam ini tidak juga Alvin buka apa lagi dibalas. "Kamu kemana sih Al" Sifa tiba-tiba rindu kejutan yang selalu Alvin berikan, kangen kata-kata konyolnya, kangen gombalan dan kangen semua yang Alvin miliki luar dalam.
Keesokan harinya setelah subuh, Sifa ke dapur. Aroma masakan yang dibuat emak membuat perutnya keroncongan.
"Emak... kenapa memasak banyak sekali?" Batin Sifa kaget ketika memandangi sate kambing yang tengah dibakar abah. Sop kambing pun sudah matang tetapi masih di kwali, dan juga acar timun dengan wortel sudah selesai dibuat.
"Emak... mau ada acara apa ini?" Sifa mendekati emak yang sedang mengeluarkan piring besar yang biasanya untuk menjamu para tamu.
"Jam 10 nanti, Pak ustad dan keluarganya akan datang kemari Sifa, masa kamu lupa"
"Jika Emak sama Abah nekat menjodohkan aku, Sifa nggak mau" Sifa membanting bokongnya di kursi meja makan dengan wajah cemberut.
"Sudaaah... jangan cemberut gitu, sebaiknya kamu mandi, jangan lupa pakai hijab ya" titah emak setengah memaksa.
Dengan langkah malas Sifa berjalan ke kamar mandi, tetapi bukan berarti mau di jodohkan. Hanya ingin mandi karena biar segar dan sudah menjadi rutinitas.
"Kalau kamu tidak membawa jilbab, pakai punya Emak saja sayang..." ucap Emak terdengar kencang di telinga Sifa yang sudah hampir masuk ke kamar mandi.
Selesai mandi, Sifa hanya malas-malasan di tempat tidur. Kepalanya pusing memikirkan abah dan emak yang seolah memaksa kehendak agar menerima ustad yang belum pernah Sifa lihat.
"Sifa... sudah siap belum? Jam 10 nanti tamu sudah datang loh" Emak mengingatkan dari luar pintu kamar.
"Iya Mak..." sahut Sifa. Sambil menggerutu ia mengenakan gamis milik emak karena badan mereka seukuran.
"Subhanallah... anak Emak anggun sekali" Emak mencium pipi putrinya kanan dan kiri ketika Sifa sudah keluar dari kamar.
"Abah... lihat putri kita..." suara emak lagi-lagi melengking padahal Abah masih di dapur, sementara emak dan Sifa di ruang keluarga.
Sifa hanya geleng-geleng kepala merasa heran karena emak sejak tadi ketika bicara selalu berteriak. Padahal biasanya lemah lembut, mungkin karena senang akan menjodohkan putrinya dengan orang yang tepat menurutnya.
"Emak itu sejak pagi seperti kambing kelaparan saja" seloroh abah lalu duduk berhadapan dengan Sifa. Pura-pura tidak tahu jika emak cemberut mendengarnya. Sifa yang sedang sebal pun mau tak mau tersenyum.
"Abah... Emak... kalau aku mengenakan pakaian ini hanya karena menghargai tamu, tetapi seperti yang Sifa katakan, aku tidak akan merubah pikiran untuk menerima pria pilihan Abah" tegas Sifa mengeluarkan isi hatinya.
Ruunnngg... Ruunnngg... Ruuunng...
Belum lagi abah dan emak menjawab, terdengar mobil masuk ke halaman rumah mereka.
...~Bersambung~...