NovelToon NovelToon
Fragillis Puella

Fragillis Puella

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dyeka

Blurb

Valencia Agatha Gavriella
Gadis cantik yang hidupnya hanya tentang kesedihan dan gadis polos yang sebenarnya memiliki banyak rahasia.
Dibenci ayah dan abangnya hanya karena dianggap penyebab meninggal bundanya.
Selain di benci ayah dan abangnya, ia juga dibenci oleh kekasih nya. Devlyn Favian Smith–Manusia bastard yang mengklaim Valencia Agata Gavriella hanya untuk balas dendam atas kematian saudara kembarnya.
Sifatnya yang licik dan kejam membuat semua orang takut pada nya.
Hidupnya memang penuh air mata, tetapi bukan harus ia menyerah melainkan ia harus tetap tegar karena masih ada janji dan tugas yang ia harus lakukan.

•Penasaran gak nih?
•Rahasia apa sih yang disimpan Cia?
•Tugas apa yang dilakukan oleh Cia?
•Dan sekuat apa Cia menghadapi pacar yang Toxic dan kebencian cinta pertama dan kedua nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyeka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Trauma Cia kambuh lagi

Dua orang laki-laki sedang berada di dalam gudang bekas yang terbengkalai dekat SMA Namjoona. Kedua nya sama-sama tersenyum smirk ketika target nya membenci gadis bodoh yang sok menjadi penyelamat.

“Dia pria bodoh!” sarkas laki-laki muda yang sedari tadi berdiri di depan ayah nya.

“Benar, ayah kira target kita kali ini lebih pintar dari sebelum nya ternyata lebih bodoh!” umpat laki-laki yang tak lain adalah dalang dari kejadian satu tahun yang lalu. “Teruslah awasi mereka agar kita lebih mudah balas dendam dengan keluarga Ravino smith,” lanjut laki-laki tersebut lalu berjalan ke arah papan target sambil tersenyum miring. Memikirkan bagaimana berhasilnya mereka membunuh anak Ravino Smith.

“Lalu bagaimana dengan anak kesayangan ayah?” tanya cowok itu ketika mengingat adek nya juga akan mengikuti rencana ini.

“Biarkan saja dulu,” jawab ayah dari cowok tersebut atau sering dikenal Mr. A yang masih menatap papan rencana mereka.

“Kamu kembalilah ke kelas. Terus awasi mereka!” lanjut Mr. A menyuruh anak sulung nya kembali ke sekolah nya sebelum ada yang curiga.

🌹🌹🌹

Bau obat-obatan sangat menyengat di ruang serba putih ini. Ruangan paling dekat dengan lapangan upacara dan ruangan paling sering dijadikan tempat bolos nya murid SMA Namjoona atau sering disebut UKS. Di ruang 4x3 meter ini, Tania dan Alva sedang menemani Cia yang tertidur setelah sadar dari pingsan nya 5 menit yang lalu. Bibir nya yang pucat dan badan yang demam menunjukan kalau dirinya sedikit tertekan dan itu akan memperburuk penyembuhan trauma Cia.

“S-sakit, nenek tolongin Cia,” racau Cia lirih membuat Tania dan Alva menahan napas nya sebentar. Mereka seperti kembali pada satu tahun yang lalu, kejadian di mana setelah rencana yang mereka susun berantakan dan kejadian di mana Davin pergi meninggalkan mereka.

“C-cia, bangun! Agatha jangan buat gua takut, please.” Tania menggoyangkan badan Cia agar bangun. Ia bahkan sampai nggak sadar memanggil nama panggilan asli Cia saking paniknya. Untung saja hanya ada dirinya dan abangnya.

Melihat Cia yang justru mengamuk ketakutan, Alva pun langsung memeluk badan kecil Cia sambil berbisik kata tenang. “Hey cantik, tenang okey? Mereka nggak nyakitin Cia,” ucap Alva lirih di telinga Cia secara berulang-ulang hingga tenang dan tertidur kembali.

Setelah melihat Cia tertidur kembali, Alva dan Tania pun tersenyum lega. Mereka berdua mengusap rambut gadis kecil yang seharus nya mereka jaga.

Suara tarikan pintu membuat keduanya menoleh menatap seseorang yang datang dengan wajah khawatirnya.

“Kalian berdua nggak ke kelas? Kalian hari ini ada ujian harian, kan?” tanya seseorang itu setelah sampai di hadapan mereka berdua. “Kalian ke kelas aja biar bocil gue jaga,” lanjut seseorang itu menyuruh kedua kakak adik ini pergi ke kelas nya.

“Lo nggak ikut belajar?” tanya Tania yang heran.

Gadis yang baru saja duduk di brankar UKS itu tersenyum canggung. “Hehe, gue dikeluarin dari kelas karena belum ngerjain PR,” jawab orang itu yang dibalas dengusan oleh Alva dan Tania yang sudah paham dengan tingkah laku ajaib manusia ini.

“Lu di rumah ngapain aja, anjir?!” tanya Tania heran melihat tingkah laku teman nya ini.

“Dilarang bacot, ya, adik,” jawab orang itu sambil mendorong tubuh Alva dan Tania ke arah pintu.

“Kalau ada apa-apa chat atau telpon gua!” perintah Alva sebelum keluar dan hanya di angguki dengan malas oleh teman nya itu.

Setelah mereka berdua pergi, orang itu pun kembali ke arah brankar Cia. Menatap tubuh anak kecil yang pernah menolong diri nya dari ambang kematian.

“Hey, cantik. Jangan sakit ya? Kita hadapi bareng om jahat nya,” ucap orang itu mengelus rambut Cia.

Sedangkan di kelas XI IPA 1 sedang serius melaksanakan ujian harian untuk menambah nilai ujian akhir semester. Semua murid di kelas fokus mengerjakan, kecuali Tania Kavindra. Ia masih bermain handphone membalas chat grup dengan teman-temannya.

(CHAT)

“Babi kalian semua!” teriak Tania kesal.

Semua murid terkejut mendengar teriakan Tania apalagi di tambah bentakan pak Wahyu membuat seisi kelas mengelus kuping mereka masing-masing.

“Siapa yang kamu bilang babi, Tania?!” bentak pak Wahyu.

“Mampus, gua lupa kalau baru ujian” umpat Tania pada dirinya sendiri.

Tania yang di tatap semua teman kelas dan pak Wahyu pun langsung tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya. “I-ini pak, biasa mau cosplay jadi mbak Jisoo di film barunya,” jawab Tania sedikit terbata-bata karena takut ketahuan kalau dirinya nggak ngumpulin handphone nya di depan kelas.

Pak Wahyu yang awalnya terlihat marah pun langsung mengerutkan dahi nya bingung. “Loh, sejak kapan istri bapak main film lagi?” tanya Pak Wahyu yang di respon delikan kesal oleh semua murid XI IPA 1 dan senyuman lega Tania.

“Iya pak, cari aja di google pasti ada jawabannya,” jawab Tania yang di angguki pak Wahyu.

Setelah itu semua murid XI IPA 1 pun terdiam fokus dengan ujian nya masing-masing.

Tidak jauh berbeda dengan XI IPA 1, XII IPA 2 juga sedang ribut. Bedanya, kalau XI IPA 1 ribut karena teriakan Tania, XII IPA 2 ributnya hanya bisik-bisik minta contekan. Seperti laki-laki berkulit sawo matang, Jojon. Laki-laki itu duduk di samping Bryan sedang berusaha mencari jawaban pada sahabat nya. “Nomor 20 apa jawabanya, Bry?” bisik Jojon.

“Ck, makanya belajar bego,” umpat Bryan kesal.

“Bacot! Iya nanti gua belajar kalau inget,” jawab Jojon malas. Jojon sebenarnya pintar hanya saja rasa malas nya yang membuat dirinya bodoh. Bagi dia, percuma belajar kalau ujungnya semua pekerjaan perlu orang dalam untuk masuk.

Melihat Bryan nggak mau memberi contekan, Jojon pun beralih ke Delvyn. Sebenarnya ia ingin meminta contekan ke Nathan, tetapi percuma saja karena otak Jojon dan Nathan hampir sama. “Dev, bagi jawaban,” minta Jojon berbisik yang hanya dijawab gelengan malas oleh Devlyn

“Waktu kurang 15 menit lagi,” ucap pak Anto, guru matematika. Semua murid yang masih belum terisi lembar jawab nya langsung ribut mencari jawaban.

“Alva minta jawaban,” rengek Jojon sedikit keras karena jarak tempat duduk mereka sedikit jauh.

Tak!

Penghapus terlempar ke arah meja Jojon. “Mau Nyontek kamu?!” ucap pak Anto tegas lalu berjalan menghampiri Jojon .

“Suudzon mulu bapak sama saya,” jawab Jojon santai. Namun, percayalah tangan Jojon sudah gemetar dari tadi.

Pak Anto mendengus. “Bukan suudzon tapi kenyat-” ucap pak Anto terpotong karena bunyi nada dering telfon dari meja miliknya.

“Handphone siapa ini?” tanya pak Anto mengangkat handphone milik Alva.

“Saya, pak,” jawab Alva mengangkat tangan.

Pak Anto menyerahkan handphone milik Alva. Sebenarnya ini salah karena mengingat mereka sedang ujian, tetapi melihat pop up handphone Alva banyak spam pesan dan telfon jadi ia menyerahkan handphone nya begitu panggilan yang sempat berhenti, menelpon kembali. “Angkatlah dahulu telpon nya,” ucap pak Anto lalu diterima Alva.

Tanpa keluar kelas, Alva mengangkat telfon.

“Alva ke ruang UKS sekarang! Cia histeris lagi,” ucap sang penelpon panik.

Alva berlari keluar kelas setelah menyerahkan lembar jawab ujian ke pak Anto begitu teman nya mengakhiri panggilan telepon nya.

Alva keluar kelas sedikit panik bahkan ia menghiraukan teman-teman nya yang menatap bingung dengan tingkah laku nya. Berlari di koridor-koridor kelas hanya dalam waktu satu menit padahal jarak kelas XII IPA 2 dengan UKS lumayan jauh.

Suara amukan Cia terdengar jelas di luar UKS. Untung saja saat ini masih jam belajar jadi nggak ada yang tau kalau Cia ngamuk di dalam ruang UKS.

Pertama kali yang Alva lihat adalah Cia mengamuk di dekapan teman sekaligus calon adik iparnya.

“Hey, jangan takut, nggak ada yang mau jahatin Cia di sini,” ucap Alva setelah berhasil memeluk tubuh Cia yang sedari tadi berontak. Memeluk sedikit lama sambil mengulang ucapannya hingga tiba-tiba darah keluar dari hidung Cia.

“Alva, Cia mimisan!” Alva terkejut mendengar teriakan teman nya lalu tangannya mendorong pelan tubuh lemah Cia. Terlihat hidung Cia mengeluarkan darah dan baju seragam bagian dada nya terlihat tembus darah.

“Gua izin ke guru piket dulu buat ke rumah sakit,” ucap Alva panik.

Teman Alva yang sudah panik jadi berubah kesal karena melihat kebodohan Alva. “Buat urusan izin biar gua aja yang turun tangan mending lu langsung bawa ke rumah sakit!” perintah teman Alva.

“Ck, lu kalo bego jangan keterusan, anjir!” umpat Alva yang kesal dengan pemikiran temannya itu. “Kalau lo yang turun minta izin justru musuh nggak bisa lu jebak. Nah, yang ada usaha kita sia-sia,” sambung Alva malas lalu keluar untuk meminta izin ke rumah sakit .

Setelah izin didapatkan, Alva langsung ke arah kelas nya untuk memberikan surat izin keluar sekolah sebelum membawa Cia ke rumah sakit. Sebenarnya, guru piket sudah menawarkan untuk mengantarkan surat izin Alva dan Cia, tetapi Alva menolak. Ia hanya setuju surat Cia yang di antar, sedangkan miliknya biarkan saja ia yang mengantar. Bukannya ingin mengulur waktu, hanya saja tadi Alva izin pak Anto belum benar.

“Permisi, pak,” sapa Alva sebelum masuk ke dalam kelas. Pak Anto dan murid XII IPA 2 yang sedang bersiap untuk memulai jam ketiga setelah ujian pun langsung menoleh terkejut ke arah Alva yang membawa secarik kertas yang mereka tahu itu adalah surat izin keluar sekolah, apalagi bajunya yang terlihat terkena darah bagian dadanya menambah pusat penasaran murid XII IPA 2.

“Maaf pak, saya mau antar surat izin keluar sekolah karena mau mengantar salah satu murid XI IPA 1 ke rumah sakit,” ucap Alva setelah sampai di depan pak Anto.

“Baiklah, Alva, bapak Izinkan,” jawab pak Anto menerima surat izin Alva.

Alva melangkah ke arah kursinya untuk mengambil tas nya. Matanya menatap tajam ke arah Devlyn dan Bryan. Jujur saja, Alva ingin sekali menonjok wajah kedua teman nya, tetapi ini bukanlah waktu yang tepat untuk melampiaskan emosi nya, terlebih saat ini Cia lebih membutuh kan diri nya.

Sedangkan inti Nevermind menatap terkejut ketika melihat baju Alva terdapat bercak darah.

Alva menghiraukan tatapan sahabat nya.Ia langsung menyambar tasnya lalu pergi meninggalkan kelas setelah pamit dengan pak Anto.

“Lu balik aja ke kelas,” perintah Alva ke teman nya setelah sampai di ruang UKS.

“Lu ngga papa ke rumah sakit sendiri? atau mau gua bantu sampai parkiran?” usul teman Alva.

Alva menggeleng pelan. “Gue bisa sendiri,” jawab Alva cepat. Ia hanya takut kalau sandiwara yang mereka buat akan terbongkar jika ada yang tau mereka.

Teman Alva menghela nafas. Sebenarnya, ia nggak setuju dengan sandiwara ini. Tapi, mau gimana lagi? Ini adalah cara untuk menjebak musuh nya. “Va, kalau ada apa-apa kabarin ke kita, ya? ntar gua sama bocah-bocah ke rumah sakit,” ucap teman Alva lalu meninggalkan ruang UKS dengan cepat sebelum ada yang tahu dia ada di sini.

Setelah memastikan temannya pergi, ia langsung menggendong badan Cia yang lemah ke parkiran dan tanpa Alva sadari ada seseorang yang menatap mereka berdua dengan senyuman devil.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!