Soraya adalah gadis paling cantik di sekolah, tapi malah terkenal karena nilainya yang jelek.
Frustasi dengan itu, dia tidak sengaja bertemu peramal dan memeriksa takdirnya.
•
Siapa sangka, selain nilainya, takdirnya jauh lebih jelek lagi. Dikatakan keluarganya akan bangkrut. Walaupun ada Kakaknya yang masih menjadi sandaran terahkir, tapi Kakaknya akan ditumbangkan oleh mantan sahabatnya sendiri, akibat seteru oleh wanita. Sementara Soraya yang tidak memiliki keahlian, akan berahkir tragis.
•
Soraya jelas tidak percaya! Hingga suatu tanda mengenai kedatangan wanita yang menjadi sumber perselisihan Kakaknya dan sang sahabat, tiba-tiba muncul.
•
•
•
Semenjak saat itu, Soraya bertekad mengejar sahabat Kakaknya. Pria dingin yang terlanjur membencinya. ~~ Bahkan jika itu berarti, dia harus memaksakan hubungan diantara mereka melalui jebakan ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
“Kalau tidak mau, maka jangan tinggal disini. Kembali pada bibimu, atau terserah kemana. Gamma sudah tidak mau melihat kamu disekitar.”
DEG. Itu tadi adalah hal yang paling Soraya takutkan untuk dengar. Keberanian di matanya perlahan kabur, digantikan nanar. Dia mulai bertanya-tanya, sejak kapan wanita tua di depannya ini tahu cara mengancamnya.
Tapi mengeraskan hati, Soraya menggeleng.
“Aku tidak mau. Aku tidak mau ke luar negeri atau kemanapun. Aku akan disini! ini rumah Ayahku, jadi aku berhak.”
Kali ini Ros yang terkekeh kecil, “Kamu benar-benar bodoh. Saat kukatakan Ayahmu tidak membantah, itu adalah hasil untuk keputusan ini juga.”
Soraya menggeleng. Tidak, dia tidak percaya, bahwa Ayahnya akan setuju dia pergi dari sini. Namun setiap ketidak percayaannya, selalu dibantah Ros. Sampai pada kalimat terakhir Ros, sebelum keluar dari kamar Soraya.
“Ayahmu akan datang, dia sendiri yang akan mengantarmu.”
Soraya memandangi bayang sang Nenek sampai benar-benar pudar. BRUK. Itu bukan suara dirinya yang jatuh lemas, tapi tendangan sepenuh tenaga pada koper.
“Tidak! Ini tidak mungkin benar.” Soraya masih tidak percaya, tapi tangannya sudah mengambil ponsel dengan gemetar.
Mulai dari Ayahnya, Rafael, hingga pada Bibinya sendiri, semua seolah kompak tidak tersambung saat dia menghubungi. Membuat getarannya semakin terasa.
“Melati, yah Melati.”
Soraya pun kembali menghubungi Melati. Saat ini, dia benar-benar butuh seseorang untuk memberi solusi. Dan untungnya, itu tersambung.
“Kemarilah, aku tunggu.” – Ucap Melati dari seberang telepon.
•••
Di Rumah Sakit, Taira terus memandangi jam dinding yang berdentang, menunggu waktu laporan Laboratorium-nya akan selesai. Tepat ketika jam menunjukkan pukul tiga sore, dia langsung bersiap pulang dengan terburu-buru.
Orang-orang disekitar mempertanyakan apa yang terjadi, tapi Taira hanya menggeleng dengan senyuman. Dia tidak memiliki apapun untuk dikatakan, karena semua tenaga dan kalimatnya sedang disimpan untuk Rex.
Sepanjang langkah, Taira tidak berhenti merutuki Rex di dalam hatinya. Entah kenapa dia tidak bisa menghilangkan, kekesalan akan kemungkinan Rafael menghindarinya karena kesal pada Rex, yang menyakiti hati Soraya.
“Astaga, mungkin itu kenapa, gadis malang itu terlihat menyukai Rex sebelumnya, tapi kemudian beralih menyukai Sean.” Pikir Taira, yang malah mengembangkan perasaan kasihan pada Soraya. Tidak tahu, bahwa yang dikasihani menganggapnya musuh.
Taira yang begitu bergejolak karena ini, sampai memilih menaiki ojek alih-alih taksi. Dia akan menuju ke tempat pertandingan basket, sesuai lokasi yang dibagikan Rex.
Beruntung itu hanya sekitar dua puluh menit dari rumah sakit, membuat Taira cepat sampai.
Dengan sedikit kebingungan dia mencari Rex, dengan kondisi pertandingan yang sudah selesai.
“Ckckck, anak itu!” Decakan adalah yang pertama keluar, ketika dilihat Taira, Rex sedang duduk asik di salah satu kursi dengan seorang gadis di sampingnya. Gambaran situasi yang pas, yang mengingatkannya akan perkataan Lusi.
Langsung saja Taira mengambil langkah, seolah-olah kekasih yang mau melabrak. Tapi pada akhirnya, didikan dan nilai, membuatnya hanya bisa berdehem ketika tiba pada Rex.
“Ehemm!!”
“Kapan sampai?” Tanya Rex.
“Baru.” Jawab Taira kaku. Dia ingin segera membawa Rex pergi untuk bicara, tapi tidak nyaman dengan senyum dan mata berbinar gadis di samping Rex.
“Halo. Kakak pasti sepupunya Kak Rex, perkenalkan aku Claudia.” Ucap Claudia dengan tundukan.
Mendengar ini, Taira menggeleng kepalanya menatap Rex. Kini raut menghakimi tidak bisa lepas dari wajahnya, membuat Rex mengerut.
“Apa sih Ra? orang Clau ini tuh ketua OSIS.” Langsung Rex, yang membuat Taira menjadi kelabakan akibat terekspos.
“Bicara apa kamu Rex, memang aku ada tanya apa.” Kilah Taira canggung.
Sementara Claudia yang mendengar ini, besar kepala dengan pemikirannya sendiri. Dia mengira, Taira sedang menggoda Rex karena keberadaan keduanya, maka untuk itu Rex segera menjelaskan. Jadi meskipun kecewa dengan perkenalan yang diberikan Rex, tapi Claudia senang, bisa melihat peluang dari sepupu Rex.
“Iya Kak, saya Ketua OSIS Kirin School.”
Taira pun tersenyum, dan memperkenalkan dirinya dengan sopan pula. Tapi dia tidak mau menunggu lama, dan langsung meminta izin membawa Rex pergi.
“Claudia, kamu tidak apa kan, kalau kami pergi sekarang?”
“Oh iya, tidak apa-apa Kak. Aku juga sudah harus balik.” Ujar Claudia, masih dengan senyum penuh pertahanan.
“Baiklah, kalau begitu, sampai jumpa lain kali.” Ujar Taira, yang langsung menggandeng pergi tangan Rex.
Claudia yang melihat keduanya mulai menjauh, perlahan luntur senyumannya. Dia mengira Taira akan sedikit berbasa-basi, jadi tidak puas manakala Taira langsung membawa Rex pergi. Ini membuat naluri Claudia menjadi maju mundur sekarang.
~~
“Ra, kamu apaan sih!” Marah Rex, yang tidak terima, ketika Taira membuatnya berdiri di sudut seperti anak-anak.
“Justru kamu yang apaan. Rex, kamu jangan macam-macam yah! Aku laporin Kakek kamu.”
Rex melengos sejenak, mengingat-ingat apa kesalahannya. Tapi karena tidak merasa melakukan kesalahan, dia menaruh punggung tangannya di dahi Taira. “Nggak panas, tapi kok kayak orang sakit. Sakit jiwa.”
PTAK. Taira memukul kecil tangan Rex. Matanya memicing dengan tuduhan.
“Jangan berkilah kamu! apa yang kamu lakukan pada adiknya Rafael?”
“Rafael siapa?”
“Itu Kakaknya Soraya!”
~~
“Soraya?” Pendengaran Claudia langsung menjadi sensitif mendengar nama Soraya meski samar.
Jarak yang agak jauh dan terbuka, membuatnya kesulitan untuk mendengar apa yang dibincangkan keduanya. Namun karena ini berhubungan dengan Soraya, dia merasa sangat terancam.
Jadi untuk menangani rasa tidak amannya, Claudia sampai menyuruh seseorang untuk pergi ke sekitar Taira dan Rex, dan berdiri di sekitar situ dengan ponsel, yang terhubung headset bluetooth-nya, agar dia bisa mendengar percakapan keduanya.
Tapi tentu saja, untuk mencari orang dia membutuhkan sedikit proses yang memakan waktu. Jadi ketika akhirnya dia menemukan orang dan bisa melaksanakan rencana, dia telah ketinggalan sebagian besar percakapan.
Hanya menyisakan sebuah kalimat menambah beban pikirannya.
– Pokoknya aku tidak mau tahu Rex, kamu itu harus bicara dengan Soraya, dan perbaiki semua masalah di hubungan kalian. –
DEG. Tangan Claudia yang tadinya di telinga, langsung terjuntai lemah mendengar ini. Tidak ada kalimat tambahan lainnya, karena setelah mengatakan hal itu, Taira langsung beranjak pergi. Membuat Rex, jelas menyusul.
Kalimat tidak jelas ini, langsung membuat buntuh otaknya. Pikirannya hanya terfokus pada satu kata, yakni 'hubungan’.
“Jadi, Rex ku, punya hubungan dengan Soraya bodoh itu?” Syok Claudia, yang sudah memegang dadanya yang sesak.
•••
Berbeda dengan pemikiran Claudia, Rex yang sudah naik ke motor, masih tidak mengerti jelas apa yang terjadi. Tapi jika dia bertanya pada gadis yang duduk di belakangnya, dia takut itu akan menjadi fitnah yang panjang.
Jadi mau tidak mau, seperti yang dikatakan oleh Taira, dia harus berbicara dengan Soraya langsung. Atau kalau tidak, dia tidak yakin harus bereaksi seperti apa.