[ OST. NADZIRA SAFA - ARAH BERSAMAMU ]
Kejadian menyedihkan di alami seorang Adiyaksa yang harus kehilangan istrinya, meninggalkan sebuah kesedihan mendalam.
Hari - hari yang kelam membuat Adiyaksa terjerumus dalam kesedihan & Keputusasaan
Dengan bantuan orang tua sekaligus mertua dari Adiyaksa, Adiyaksa pun dibawa ke pondok pesantren untuk mengobati luka batinnya.
Dan di sana dia bertemu dengan Safa, anak pemilik pondok pesantren. Rasa kagum dan bahagia pun turut menyertai hati Adiyaksa.
Bagaimanakah lika - liku perjalanan hidup Adiyaksa hingga menemukan cinta sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reza Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Dengan langkah memburu, Valerie menghentakkan kedua kakinya masuk ke dalam rumahnya. Sepanjang perjalanan perempuan itu diliputi oleh kegeraman.
Valerie mengingat kembali ucapan demi ucapan yang di ucapkan dokter padanya. Mengira bahwa dirinya hanya sakit biasa namun kenyataannya Valerie dinyatakan hamil dan kini tengah mengandung beberapa minggu.
"Arghhhhhhhhhhhhhhhhhhh..... "
Dengan sekali dorongan beberapa barang pecah belah kini terjatuh menjadi beberapa kepingan yang tersebar kemana - mana.
Hancur sudah harapan demi harapan yang ingin dia bangun dan hanya terjadi semalam. Ingatan akan malam itu masih terngiang di kepalanya.
Ingatan tentang di mana dia membawa seorang Adiyaksa ke sebuah kamar yang ada di diskotik. Perempuan itu yakin bahwa lelaki itu lah yang telah menghamili dirinya.
"Enggakkk.. Enggak mungkin aku hamil seperti ini." Teriaknya sembari terisak. Wajahnya kini berlumur air mata dan juga rambutnya yang terurai.
"Apa... Kamu hamil??"
Sontak tubuh Valerie menegang ketika mendengar suara yang berasal dari muka pintu. Perempuan itu terkejut ketika berhadapan dengan lelaki yang tak lain adalah Hendratmo.
Dengan langkah tegap, lelaki itu kini menghampiri perempuan yang sudah seperti anaknya sendiri meski perempuan itu adalah suruhannya.
Dengan tatapan penuh emosi, Hendratmo mengguncang - guncangkan tubuh Valerie yang masih terguncang akalnya karena berita kehamilan dirinya.
"Jawab aku... Apa kamu hamil!!"
Dengan masih terisak, Valerie menjawab. "I...Iya..."
Sedikit menahan amarah, Hendratmo berusaha tetap tenang di hadapan Valerie yang masih terisak. Lelaki itu tak menyangka perempuan yang sudah di anggap anaknya tersebut kini sudah hilang keperawanannya.
"Lalu, siapa yang sudah membuat dirimu kehilangan keperawanan dirimu??? Hahhh... "
...🕌🕌🕌...
Di tempat lain, Adiyaksa sibuk untuk mempersiapkan diri mengunjungi sekaligus mendiami pondok pesantren. Lelaki itu kini berniat untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik lagi.
Adiyaksa kini tersadar akan sikap yang selama ini di ambil dan di terapkan di dalam kehidupannya itu membawa dampak buruk bagi dirinya dan mungkin akan berdampak pada tumbuh kembang anaknya di masa yang akan datang.
Lelaki itu membuka sebuah lemari pakaian. Di dalam lemari itu terdapat beberapa pakaian yang di miliknya, wajah Adiyaksa berubah sendu ketika menatap salah satu baju koko yang terletak di tengah - tengah lemari.
Baju koko itu mengingatkan dirinya akan Almarhumah Adinda, istri pertamanya terdahulu dan baju koko itu adalah hadiah pemberian dari di saat lelaki itu ulang tahun untuk pertama kalinya semenjak menikah dengan Almarhumah Dinda.
Lelaki itu segera mengulurkan tangan, mengambil baju koko tersebut. Senyum lantas tersungging di bibirnya sembari dirinya berharap bahwa setelah memakai baju koko tersebut dan memakainya maka dirinya perlahan menjadi sosok pribadi yang lebih baik lagi.
"Ayah.... "
Suara panggilan itu menyadarkan lelaki itu dari lamunan tentang Almarhumah istri dan juga baju koko yang dikenakannya.
Lelaki itu kini tersenyum menatap Damar yang kini ada di sampingnya. "Ada apa, nak?"
"Ayah mau kemana? Kok Ayah ambil baju bagus, apa Ayah akan pergi dari rumah?" Ucap Damar. Bocah lelaki itu sangat tahu akan sikap ayahnya yang tengah membuka lemari pakaian yang berisi pakaian yang khusus untuk berpergian jauh berarti ayahnya yang akan pergi jauh.
Senyum lantas tersungging di bibir Adiyaksa sembari mengangkat tubuh bocah kecil itu. Lelaki itu kini menatap anaknya dengan lekat, dirinya tak menyangka ia akan meninggalkan anaknya meski dirinya akan berpisah untuk sementara waktu.
"Dengar nak, kamu di sini jangan nakal, ya. Ayah akan pergi untuk sementara waktu dan nanti setelah urusan Ayah selesai, ayah akan secepatnya pulang dan bertemu dengan kamu." Tutur Adiyaksa pelan.
"Tapi, Ayah mau kemana?" Ucap Damar. Bocah lelaki itu mulai menangis.
"Ayahmu akan bekerja, nak."
Ucapan seorang lelaki yang adalah Pak Sapto membuat Damar yang mulai menangis kini berhenti. Lelaki itu segera menghampiri cucunya dan menggendongnya
"Mulai nanti, ayah kamu akan pergi bekerja di luar kota dan kamu tetap akan tinggal di sini bersama eyang."
"Lalu, kenapa aku tak boleh ikut, aku kan ingin ikut Ayah?"
Senyum tersungging di bibir Pak Sapto. Lelaki itu menilai bahwa cucunya tak ingin lepas dari sosok Ayah dan begitu menyayangi sosok ayahnya tersebut.
"Karena nanti akan mengganggu pekerjaan ayahmu, kalau pekerjaan ayahmu terganggu otomatis tidak dapat uang untuk membelikan kamu mainan."
"Ya sudah.. Selamat bekerja ya, Ayah. Semoga nanti sekembalinya kerja, kita bisa beli mainan baru... Horeee..." Ucap Damar kegirangan.
Baik Pak Sapto dan juga Adiyaksa tertawa melihat tingkah gemas Damar. Pak Sapto lantas memandang Adiyaksa. "Bisa kita bicara sebentar, ada yang ayah sampaikan padamu."
"Baik, Ayah."
...🕌🕌🕌...
"Bagaimana dengan rencanamu selanjutnya? Apakah kau sudah mempersiapkan dirimu?" Ucap Pak Sapto sembari duduk di sebuah kursi di balik meja.
Adiyaksa pun juga turut duduk di depan ayahnya. "Alhamdulilah, aku sudah mempersiapkan semuanya dan tinggal menunggu waktu untuk pergi ke sana tapi... "
Pak Sapto yang melihat keraguan di wajah menantunya itu pun segera berkata. "Ada apa, nak? Kenapa tiba - tiba wajahmu terlihat sedih. Apakah ada sesuatu yang sedang kau pikirkan?"
Senyum tersungging di bibir lelaki itu. "Tidak Ayah, aku merasa belum siap untuk meninggalkan anakku selama itu."
"Tenang saja, aku dan juga Ibumu akan menjaga Damar dengan sebaik - baiknya jadi, kau tenangkan lah dulu dirimu di pondok pesantren dan semoga setelah kembali dari pondok pesantren itu kau jauh sudah menjadi pribadi yang lebih baik lagi."
"Terima kasih, Ayah."
🕌🕌🕌
Dan malam itu, berangkatlah Adiyaksa bersama dengan Pak Sapto menuju sebuah pondok pesantren. Lelaki itu kini berpamitan pada Ibu Dewi yang kini mulai menitikkan air mata.
Entah kenapa ketika melihat Adiyaksa akan pergi jauh. Hati perempuan itu merasa sedih. Mungkin perempuan itu sudah menganggap Adiyaksa sudah seperti anaknya sendiri.
"Jaga diri kamu baik - baik di sana, nak. Semoga setelah kembali dari pondok pesantren itu, hidup kamu akan jauh lebih baik lagi."
"Amin Ibu, Terima kasih." Bergegas Adiyaksa memeluk ibu menantunya itu sangat erat. Semenjak kepergian Ibu Laras, dirinya menjadi hilang arah namun berkat Ibu Dewi yang adalah mertuanya, rasa rindu terhadap ibunya itu mulai terobati.
Adiyaksa yang kini tengah memakai baju koko berwarna putih itu juga tak lupa berpamitan pada Damar. Lelaki itu dengan langkah mulai menghampiri anaknya.
Senyum tersungging di bibir Adiyaksa melihat wajah Damar yang tengah tertidur. Begitu berat diri ini meninggalkan anak semata wayang yang sangat di cintai namun ini harus di lakukan untuk kehidupan yang jauh lebih baik lagi.
"Aku berangkat, nak. Semoga setelah ayah kembali dari pondok pesantren, kita akan berkumpul kembali dengan kehidupan yang jauh lebih baik lagi."
Adiyaksa mencium kening anaknya tersebut dan bersama Pak Sapto, lelaki itu segera meluncur ke pondok pesantren.
...🕌🕌🕌...
Malam terlihat gelap namun meski gelap ada secercah sinar yang datang dari bintang - bintang yang tengah menemani malam itu.
Terlihat Ustad Ibrahim kini berdiri di teras rumahnya. Lelaki itu kini tengah menunggu seseorang yang akan datang berkunjung.
"Ayah.."
Seketika, Ustad Ibrahim menoleh dan mendapati Shafa kini ada di sampingnya. Perempuan berhijab itu tengah tersenyum menatap ayahnya
"Ayah, kenapa kau ada di sini? Bukannya sekarang Ayah ada di kamar dan istirahat."
"Ayah sedang menunggu seseorang dan sebentar lagi, orang itu akan datang." Ucap Ustad Ibrahim sembari tersenyum. "Oh, ya, nak. Tolong kau buatkan minuman untuk tamu kita nanti."
"Iya, Ayah."
Shafa segera mengayunkan langkah menyusuri lorong yang akan membawanya ke dapur dan di sepanjang perjalanan, Shafa bertanya - tanya, siapakah tamu yang akan berkunjung di malam seperti ini?
...Bersambung....