Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !
Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.
------------------------------------------------
Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.
Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.
Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"
------------------------------------------------
Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...
Apakah kau tetap mau menari bersamaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagiab II - Confinement Room
Brukk ....
Damien melemparkan Mercury tepat di depan meja kerja Madam Brielle, lalu dia berdiri di pojok ruangan untuk memberi laporan.
"Madam, anak ini melakukan kesalahan, hukuman apa yang harus dia terima?"
"Oh, Damien, yang penurut, memang apa yang telah dia perbuat?" tanya Madam Brielle yang duduk di kursinya dengan mata yang masih tertutup.
"Dia telah memukuli anak-anak lain sampai pingsan dan berdarah-darah, hukuman apa yang harus dia terima?"
"Siapakah anak ini Damien?"
"Dia adalah si mata biru, Madam, kepalanya bocor dan berdarah. Hukuman apa yang harus dia terima?"
"Jangan buru-buru begitu oh Damien anakku, bagaimanapun dia adalah anak-anak, kemarikan lah dia biar aku bersihkan lukanya, dan tolong ambilkan semangkok air." Madam Brielle membuka mata butanya dan meraih kotak obat dari laci meja.
"Baik, Madam."
Damien mengambilkan semangkok air dari genangan hujan di depan halaman, meletakkannya di hadapan Madam Brielle, setelah itu dia mengangkat Mercury yang telah terkapar serta mendudukkannya di kursi yang berada di samping Madam Brielle, lalu dia kembali berdiri di sudut ruangan seperti patung.
Madam Brielle membasahi kain putih kusam dan merabahi kepala Mercury untuk membersihkannya, lalu kain itu diperas agar darahnya bersih, kira-kira empat kali dia mengulagi hal itu.
Setelah merasa cukup, Madam Brielle mengambil minyak obat herbal dan menuangkannya ke luka di kepala Mercury. Awalnya Madam Brielle kesusahan mengetahui posisi luka Mercury karena saat dia meraba ataupun menekan-nekan kepala anak ini dia sama sekali tidak bersuara ataupun bergerak kesakitan.
Aneh ... dia ini mati rasa atau bagaimana?
"Sudah bersih lukanya dan sudah diminyaki pula. Damien, segera masukkan anak manisku ini ke ruang kurungan dan pasung dia serta ubah jatah makannya hanya satu kali sehari," perintah Madam Brielle.
Damien bertanya, "Apakah itu hukuman baginya, Madam?"
"Tentu, dan jangan lupa perintahkan Suster untuk menangani anak-anak yang telah dia pukuli" jawab Madam kembali menutup mata.
"Baik, Madam."
Damien menggendong Mercury dengan kedua tangannya, meletakkannya bersandar di dinding ruang kurungan, memasukkan kakinya ke kayu pasungan dan mengikatnya, setelah itu Damien mengunci pintu ruangan itu lalu pergi mencari Suster seperti perintah dari Madam.
Mercury yang sudah lemas dan kelelahan mulai dilanda kantuk yang tak tertahankan lagi, badan yang menggigil dan pakaian yang masih basah seakan tak menjadi alasan baginya untuk tidak tertidur, suara kaki Damien yang berjalan keluar menjadi suara terakhir yang membawanya dalam bunga tidur.
Haahhh ....
***
Sementara itu di ruangan madu para anak-anak terkejut dan heran akan keadaan ketiga anak dengan wajah babak belur dan hampir mati yang sedang diobati oleh Suster Perawat mereka, bahkan sang Suster pun tak habis pikir seorang anak berusia enam tahun bisa melakukan kekejian seperti ini. Memang benar anak aneh itu adalah anak yang dirasuki roh jahat bagaikan hewan buas yang tak kenal belas kasihan sedikit pun.
Walaupun begitu, anak-anak dan Suster merasa sedikit bahagia karena setidaknya untuk beberapa waktu ke depan mereka tidak akan melihat binatang bermata biru itu lagi, setidaknya mereka bisa bernapas dengan nyaman, setidaknya mereka bisa makan dengan nyaman, setidaknya mereka bisa tidur nyenyak dengan nyaman.
Huff ... kenapa anak itu harus hidup bersama kami?
Malam pun tiba dan Mercury terbangun akan dinginnya ruangan, nampaknya pakaiannya telah kering dan luka di kepalanya dihinggapi banyak lalat.
Hmm ... ada tigabelas lalat.
Mercuri bisa menghitung berapa ekor lalat di kepalanya hanya bermodalkan pendengarannya saja, padahal ruangan itu sangatlah gelap gulita serta bau dan sempit.
Memang Mercury adalah manusia yang spesial, sekalipun dia berada di tempat segelap apapun itu asalkan dia bisa mendengar sedikit saja suara dia sudah bisa mengetahui segala hal yang ada di sekitarnya, bahkan dia bisa berjalan di hutan dengan mata tertutup tanpa menabrak ataupun terjatuh, dia bisa mengetahui berapa jumlah orang di dalam suatu ruangan, dia bisa mengetahui apakah ada hewan atau manusia di sekitarnya. Bahkan, dia seperti cenayang atau peramal karena dia bisa menebak orang yang akan datang atau mendekat ke panti asuhan sebelum orang itu tiba di sana.
Dingin ....
Mercury mulai menggigil kembali.
Untuk menghangatkan badannya dia menghembuskan napas hangat ke telapak tangan serta menggosok-gosokkan keduanya. Rasa hangat mulai terasa bukan hanya karena kehangatan di tangannya tetapi juga karena kehangatan suara gesekan pada kulitnya.
Haahhh ....
Nyaman sekali.
Dalam kegelapan Mercury memperbaiki posisi bersandarnya karena tubuh menggigilnya sedikit terasa keram dan susah digerakkan, kakinya sama sekali tidak bisa bergerak lagi.
Tangan kecilnya mulai merabah dinding dan lantai untuk memastikan apakah suara kecoak yang sempat dia dengarkan itu benar? Ya, ternyata benar ada beberapa kecoak di sana. Selain kecoak, Mercury juga mendengar ada suara tikus, lipan, cacing, tungau, semut, dan suara siput berlendir di sekitar dinding kurungan gelapnya.
Huff ... apa itu?
Mercury seperti mendengar suatu suara yang berbeda dari hewan-hewan tadi, terdengar sangat dekat dengan dirinya, tetapi susah ia temukan. Karena rasa penasaran itu, Mercury menarik napas dalam-dalam serta memejamkan matanya.
Senyum tiba-tiba hadir di wajah Mercury, nampaknya dia sudah tahu asal suara itu. Benar saja, suara itu berasal dari kepalanya, tepatnya berasal dari beberapa ekor kutu yang bersarang di antara rambutnya, suara para kutu yang sedang berbincang dan memanen darah dari sisi kulit kepalanya.
Walaupun seharusnya banyak hal yang harus dia derita seperti rasa sakit di kepala, rasa lapar di perut, rasa nyeri di kaki dan pinggang, rasa dingin di sekujur tubuh, serta rasa sepi di hati. Nampaknya belum cukup untuk membuatnya bersedih. Hanya mendengarkan berbagai suara saja sudah lebih dari cukup untuk mengisi kelaparan dan kekosongan di dadanya.
Napas hangatnya berhembus kembali mencoba menjadi jalan bagi kenyamanan kesendiriannya, setidaknya sendirian di kurungan ini jauh lebih baik dari pada harus bersama-sama dengan manusia-manusia busuk itu, suara mereka saat berbicara, menangis, atau mengorok sangatlah merusak citra alam, sungguh bau dan tak termaafkan.
Suara napas mereka bagaikan segumpalan lumut beracun, suara kaki mereka bagaikan isi perut ikan di tempat pembuangan, suara perut lapar mereka bagaikan burung pemakan bangkai, dan yang paling menjijikkan adalah suara decakan lidah ketika mereka berbicara serta suara gemeretak gigi ketika mereka tertidur, akhh ... menjijikkan sungguh memuakkan, suara-suara itu membuat perut mual saja.
Beruntungnya malam ini dan malam seterusnya Mercury bisa tertidur nyenyak tanpa harus terganggu dengan suara-suara tidak perlu itu lagi, dia sudah lama menginginkan hal semacam ini karena selama hidupnya dia selalu bermimpi buruk di malam hari setiap telinganya mendengar suara-suara dari manusia.
Sebelum kembali tertidur, Mercury mencoba menikmati malam dengan mendengarkan suara-suara di luar ruangannya, mulai dari suara di belakang tembok yang disandarinya. Sayup-sayup terdengar suara jangkrik, suara nyamuk, suara kibasan sayap burung hantu, suara sayap sekawanan lebah mencari tempat tidur, suara daun di hempas angin serta suara-suara indah lainnya.
Hahaha ... ini dia.
Mercury tertawa dalam hatinya karena mendengar suara hewan yang paling dia suka yaitu suara Orkestra Tonggeret atau Cicada. Cicada adalah serangga sejenis jangkrik yang memiliki pengeras suara pada tubuhnya yang disebut dengan tymbals. Bagian tubuh yang terdapat di dekat perut ini, ketika digetarkan, akan menghasilkan suara yang spesial bagi Mercury.
Krerek ... kik ...
Krerek ... kik ...
Krerek ... kik ....
Orkestra yang sangat indah serta suara cicada yang saling saut-menyaut menjadi hiburan menarik bagi kuping Mercury yang haus akan keindahan maha karya Tuhan.
Lambat laun rasa kantuk mulai merasuki Mercury karena nikmatnya suara-suara yang telinganya tangkap itu, napasnya mengalun pelan bersama sukacita di hatinya-ini malam terbaik.
Haa ...?
Tiba-tiba mata Mercury terbuka dan melotot, wajah yang tadinya bahagia berubah jadi amarah dan kekesalan. Berkali-kali tangannya menjambak-jambak rambut karena terasa sakit dan pusing, berulang kali pula dia menutup dan memukul-mukul telinganya seakan tidak sanggup menerima suara memuakkan itu.
Ternyata, ketika Mercury memfokuskan pendengarannya untuk menangkap suara sekecil apapun itu, telinganya tidak sengaja menangkap suara-suara dari ruangan di sampingnya, suara-suara itu adalah suara anak manusia yang sangat menjijikkan, kira-kira ada 20 orang anak yang sedang menangis, merintih, meringis, menggigil, dan tertawa sendiri. Ada juga suara kayu dan dinding yang dipukul berulang-ulang kali.
Ohh... suara perut itu, suara perut keroncongan itu sangat mengganggu.
Lapar ... lapar ...
Beri aku makan ...
Dingin ...
Gelap ...
Takut ...
Sakit ...
Hahahahaaaa ....
Suara-suara itu selalu berdengung di dalam kepala Mercury membuatnya berkali-kali muntah dan mau mati saja.
Hentikan ... aku mohon hentikan ....
Mercury berulang kali berteriak merintih dalam hatinya sembari memukul mukul dan menjambaki kepalanya.
Ya Tuhan ... siksaan ini lebih berat lagi ... Aku mohon hentikann ....
Tak terasa malam yang menyiksa itu berlalu dengan pedih, tubuh lemas Mercury memaksanya untuk terlelap tanpa sepengetahuan. Kepala Mercury yang terbaring di lantai kembali mencucurkan darah akibat pukulan dan jambakan yang dia lakukan tadi.
Sungguh Tuhan dan alam semesta sedang membenci anak yang tak diterima oleh dunia ini, bumi dan isinya seakan bersekongkol mengutuk dan menyiksanya, tidak ada kehangatan bagi manusia yang berbeda, persamaan selalu jadi tolak ukur kehidupan, seorang anak manusia membenci manusia lainnya.
Berbeda itu menyiksanya setiap saat, Mercuri hanya bisa meringkuk kesepian di antara persamaan manusia-manusia yang membuatnya semakin membenci dirinya sendiri.
Manusia selalu membenci perbedaan, padahal tidak ada dari mereka yang terlahir sama, karena itulah mereka akan saling membenci untuk selamanya.
Tidak ada manusia yang terlahir setara, karena kesetaraan hanya milik kematian, dan kehidupan yang sesungguhnya adalah kesetaraan setelahnya.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja