“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 21
"Temukan putriku apa pun yang terjadi, hidup atau mati."
Kim Suho memerintah orang kepercayaannya--Jae Won. Dia ingin anak buahnya dari Phantom yang bekerja. Baginya tak cukup hanya mengandalkan polisi untuk menemukan di mana keberadaan putri beserta pengawalnya yang hilang.
"Segera kami laksanakan, Tuan!" kata Won, merunduk penuh hormat lalu undur diri. Won dan semua rekan harus bekerja keras kali ini.
"Suzi ... putriku.” Suho mendesah berat selepas Won berlalu. “Dan kau, Gun ... semudah itukah kau mati?" Lukisan besar Suzi yang dibuat Gun dipandangnya mendalam.
Dia begitu percaya Gun, tapi jam tangan yang dia terima dari Jae Won tadi juga handuk putih Suzi, entah kenapa membuat perasaanya menjadi cemas. Ditambah foto-foto bercakan darah di atas tebing terasa seperti radar kematian yang menggaung dalam kepala.
Tidak ada kata lagi, Suho membeku seolah mati rasa. Urusan negara tak pernah ada diamnya, sekarang dia harus menyita satu bagian besar dalam dirinya untuk mengurus putri semata wayang yang hilang entah ke mana.
"Semoga Tuhan menaungi mereka dalam keselamatan."
Amin!
*****
Bukan omong kosong apa yang dikatakan Paman Dhakwan dan Bibi Jang, perjalanan menuju desa amatlah memakan waktu. Tidak ada kendaraan yang bisa dinaiki. Benar-benar penyusuran hutan yang memanjang--lagi.
Beruntung ramuan obat yang dibalutkan Dhakwan di luka kaki Gun cukup membantu, rasa sakitnya tidak begitu mengacaukan. Dia bisa berjalan kembali tegak mana biasa.
Pakaian yang mereka kenakan adalah milik Dhakwan dan istrinya, lumayan menjadikan keduanya nampak seperti penduduk abad pertengahan dan itu bukan masalah.
"Kalau kau lelah kita bisa beristirahat dulu," Gun menawari Suzi, gadis itu berjalan sejajar di sampingnya tanpa suara.
"Tidak. Aku masih kuat," tolak halus Suzi.
Sesaat Gun mengamatinya, lalu mengangguk, "Baiklah." Pandangan dikembalikannya ke depan.
"Aku tak habis pikir, kenapa paman dan bibi betah tinggal di hutan seperti itu?"
Gun tersenyum menyikapi ucapan Suzi, gadis itu mungkin merasa sepi dan mencoba memulai sebuah percakapan dengannya.
"Secara garis besar memang iya," kata lelaki itu menanggapi, "mereka aneh dengan pilihan itu. Tapi ... aku malah berpikir suatu hari nanti aku ingin seperti mereka, hidup dalam kedamaian. Hanya suara burung yang terdengar setiap pagi, atau gemuruh sungai yang memanggil untuk berenang."
Suzi menolehnya, menatap wajah tampan yang menyamping itu lalu tersenyum, sedikit merasa lucu dengan bagian akhirnya. "Oh, ya? Kenapa? Apa alasanmu menginginkan itu?"
Gun membalas senyum, tidak banyak tidak pula lama.
"Aku hanya lelah saja," jawabnya. "Tapi apa kau tahu alasan lain di balik keberadaan Paman dan Bibi di tempat itu?" Dia menoleh Suzi, ingin melihat bagaimana tanggapan gadis di sampingnya perihal teka-teki dadakan yang baru saja dia ciptakan.
"Hmm?" Suzi malah mengerutkan kening, memandangnya penasaran. "Menurutmu?"
Gun terkekeh, yang ditanya malah balik bertanya. Setelah puas barulah menjawab, "Karena mereka dipersiapkan Tuhan untuk menolong kita." Kali ini bibirnya menarik senyum sedikit lebar hingga menampilkan gigi depannya yang tersusun rapi dan putih tak bercela, lucu membayangkan bagaimana konyolnya mereka di tengah arus.
"Benar, 'kan ... semua tidak ada yang kebetulan?"
Kembali berdebar jantung Suzi dengan pemandangan yang baru saja ditangkapnya. Secepat mungkin memalingkan wajah agar tak terlihat konyol.
"Kurasa kau benar," katanya dengan jantung bertalu.
"Aku yakin kau akan setuju," timpal Gun percaya diri.
"Karena yang kau katakan memang tak salah." Tangan dingin Suzi naik memegang dada sebagai bentuk menenangkan diri. "Tuhan, kumohon ... jangan ledakkan jantungku sekarang!"
**
Sekian waktu berlalu, pemandangan desa sudah terlihat di kejauhan. Suzi tersenyum senang. "Ah, akhirnya kita akan sampai!"
Gun menanggapi sama dalam hatinya, hanya ekspresi dan cara penyampaian yang berbeda.
Dalam langkah, seorang wanita tua yang dari bakul digendongannya menunjukkan bahwa dia seorang petani, ditanyai Suzi tentang ke arah mana jalan menuju tempat kendaraan yang bisa membawa mereka kembali ke jalan raya.
Petani itu menjawab dan menunjukkan setelah puas mengamati muda-mudi asing yang baru ditemuinya hari ini. "Kalian suami istri?"
Gun mengerut kening tapi tak mengatakan apa pun sebagai jawaban.
Lain dengan Suzi yang justru langsung tak nyaman. Setelah menoleh Gun yang nampak malas, dia menjawab dengan gelengan, hanya gelengan.
"Kami bukan pasangan sesakral itu!" Diperjelasnya di dalam hati.
"Kalau begitu kami permisi. Terima kasih," tutup Gun, menarik tangan Suzi untuk berlalu sebelum percakapan merayap kemana-mana.
Kembali keduanya meneruskan langkah sesuai arah dari informasi yang didapat tadi.
Sepanjang jalan Suzi terus memendar kagum.
Desa ini sangat luas dan indah. Bunga dan pohon-pohon segar berbahagia sepanjang jalan. Rumah-rumah dibangun dengan sederhana namun sangat memukau. Benar-benar masih terjaga kealamiannya.
"Gaepyoung desa suci yang menjunjung tinggi nilai adat leluhur dan pernikahan."
Gun mengingat rangkuman itu dari mulut Dhakwan, semalam saat membantunya menyiapkan pelita di depan rumah.
Tiba-tiba dia teringat sesuatu---pertanyaan orang yang tadi ditanyai Suzi. "Kalian suami istri?"
Itu?
'Menjunjung tinggi nilai pernikahan', serangkai kalimat yang entah kenapa tiba-tiba jadi terkesan horor di kepala Gun.
Mendapati isi kepalanya mulai mengaitkan banyak hal, dia mengedarkan pandang ke sekitar. “God!“ pekik hatinya. Ternyata benar, banyak pasang mata yang menatap tak biasa. Jadi ....
"Kita harus segera pergi dari sini!"
Suzi terkejut saat tiba-tiba lelaki itu menarik tangannya untuk berjalan lebih cepat dari biasa.
"Ada apa?!"
"Tidak ada apa-apa, kita hanya harus cepat saja. Kata Paman kendaraan di desa ini tak banyak yang menuju kota, setelah tengah hari mereka akan tak ada." Bukan membual, itu juga yang didengar Gun dari mulut Dhakwan semalam. Tapi tentu bukan itu poin utama dalam pikirannya.
Berusaha lari untuk menghindari sesuatu, Gun dan Suzi justru di-blok oleh sesuatu lainnya. Suara hentak kaki terdengar bergemuruh dari arah jalanan kecil di sisi kanan. Keduanya tersentak bersamaan, menoleh pada titik yang sama. Satu tangan mereka masih saling menggenggam.
Terlihat seorang wanita muda berteriak sambil menangis. Kiri dan kanan lengannya diapit dua orang pria. "Aku sungguh tak melakukan apa pun! Tolong kalian percaya!"
Menyusul di belakangnya seorang pria muda yang diperlakukan sama.
Mereka seperti sedang diarak warga.
"Berhenti berteriak! Perbuatan kalian sudah jelas melanggar aturan Gaepyoung!" Satu pria tua membentak keras.
"Tunggu!" Yang pria menginterupsi. "Yang kalian maksud itu mereka, bukan kami!"
Gun dan Suzi saling beradu pandang, terkejut. Pria yang diarak itu menunjuk mereka dengan dagunya.
"Dia benar!" Wanita tadi menguatkan. "Mereka orangnya! Aku dan Kang bertemu hanya untuk membahas urusan upacara panen. Kami sungguh tidak berbuat apa pun."
Suzi beringsut, meremas lengan Gun, perasaannya mulai tak enak terhubung keadaan ini. "Gun, kenapa mereka semua melihat ke arah kita?"
Gun sendiri sama tak paham apa yang orang-orang maksudkan. "Entahlah. Tapi aku yakin, sesuatu akan terjadi pada kita sesaat lagi. Jadi ... siapkan dirimu."
bilamana memang pembaca suka dan sllu menantikan update anda thor...pasti walaupun boom update juga pasti like...itu pasti...
Oiya kabar Archie gimana? Masih koma kah? Kangen sama aksi² Archie yang heroik, Archie dimana kau ❤️
ini pada nunggu gebrakan mu.
semangatg thorr.. d tunggu up nya😁😁🌹🌹