"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17.
Setelah Dirga pergi, Karuna kembali fokus pada pekerjaannya, membersihkan area sekitar dan merapikan beberapa alat yang berserakan. Ethan, yang terlihat senang dengan makanannya, duduk di samping Karuna sambil sesekali bercanda dengan Dirga yang masih berada di sekitar lokasi proyek.
Ethan tampak begitu nyaman berada di dekat Dirga, berbicara dengan penuh semangat meskipun ia tahu hanya sedikit yang bisa dimengerti dari apa yang dikatakan pria itu. "Uncle, kalau kita bangun rumah ini, nanti bisa ada banyak kamar!" serunya dengan antusias, sambil menunjuk ke arah bangunan yang sedang dibangun.
Dirga tertawa mendengar perkataan Ethan. "Iya, Ethan. Banyak kamar untuk kamu main, untuk Mama juga bisa istirahat," jawab Dirga dengan lembut.
Karuna tersenyum kecil, merasa senang melihat Ethan begitu ceria. Seolah-olah anaknya menemukan teman baru yang bisa membuatnya merasa sedikit lebih ringan meskipun dalam kesulitan hidup mereka.
Tiba-tiba, saat Karuna sedang berusaha mengangkat kayu besar untuk disusun, kakinya tersandung batu bata yang terjatuh di bawahnya. Kayu yang cukup berat itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh, menimpa kakinya dengan keras. Karuna terjatuh ke tanah, rasa sakit yang tajam langsung menyengat di kakinya.
"Ahww!" Karuna mengerang pelan, mencoba untuk berdiri namun tubuhnya tidak bisa bergerak seperti biasanya.
Ethan yang melihat kejadian itu langsung berlari ke arah ibunya dengan mata penuh kecemasan. "Mama! Mama, bangun!" teriaknya.
Dirga yang sebelumnya sedang berbincang dengan pekerja lain langsung berlari menuju Karuna dengan wajah panik. Melihat Karuna terjatuh dengan kayu yang menimpa kakinya, Dirga tanpa berpikir panjang langsung menjatuhkan diri di samping Karuna.
"Karuna, kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan nada panik, matanya beralih antara wajah Karuna dan kakinya yang terluka. "Kaki kamu… ? Bisa bergerak?" Tanya nya sambil membantu karuna duduk bersandar.
Karuna menggigit bibirnya menahan sakit, berusaha untuk tidak menunjukkan betapa parahnya cedera yang ia rasakan. "Aku… aku baik-baik saja kak Dir," jawabnya, berusaha tegar meskipun jelas terlihat ia kesakitan.
Dirga tidak bisa menahan kekhawatirannya. "Jangan terlalu keras, Karuna. Biar aku bantu," katanya dengan lembut namun penuh urgensi. Dengan hati-hati, ia memeriksa kaki Karuna yang terhimpit kayu. Tangannya yang kuat dan lembut mulai mengusap kaki Karuna, berusaha meringankan rasa sakit.
Karuna terdiam, matanya terpejam untuk menghindari rasa sakit yang semakin menggerogoti. Namun, ketika Dirga dengan penuh perhatian menyentuh kakinya, sesuatu yang tidak biasa mulai menyentuh hatinya. Rasa hangat yang hadir dari sentuhan lembut Dirga, perlahan-lahan menenangkan dirinya.
Ia tak bisa menghindari perasaan yang tiba-tiba muncul—perasaan yang dulu tak pernah ia rasakan ketika Damian masih ada, memang selalu memberikan perhatian, namun tidak pernah sedalam ini. Damian, meskipun penuh kasih sayang, lebih sering terbawa oleh emosi dan keadaan, tidak pernah menunjukkan kelembutan yang Karuna rasakan kini.
“Karuna, kamu harus berhenti bergerak dulu. Biarkan aku bantu bawa kamu ke tempat yang lebih aman,” kata Dirga, suaranya penuh perhatian dan rasa tanggung jawab.
Karuna membuka mata, dan melihat wajah Dirga yang penuh kekhawatiran, dengan tatapan yang lembut namun tegas. Rasa terharu mengisi dadanya. Ia tidak pernah membayangkan ada seseorang yang peduli pada dirinya seperti ini, apalagi setelah segala yang terjadi dalam hidupnya.
“Mkasih, Dirga,” kata Karuna dengan suara bergetar, tak bisa menyembunyikan rasa terima kasih yang begitu besar. “Kamu… sangat baik.”
Dirga tersenyum, meskipun ada kecemasan yang masih tampak di wajahnya. “Jangan terlalu banyak bicara dulu, Karuna. Kamu butuh istirahat. Aku akan pastikan kamu mendapat perawatan yang tepat.”
Dengan hati-hati, Dirga membantu Karuna bangun, menopang tubuhnya yang masih lemah. Ethan yang melihat semuanya dengan mata penuh cemas berlari mendekat. "Mama, mama kenapa?" tanyanya dengan suara gemetar.
“Gak apa-apa, sayang,” jawab Karuna, mencoba tersenyum untuk menenangkan anaknya. “Mama cuma sedikit kesakitan, tapi semuanya akan baik-baik aja kok.”
Dirga, dengan penuh perhatian, mengarahkan mereka berdua menuju tempat yang lebih aman, jauh dari area yang berbahaya. Di sepanjang perjalanan, Karuna merasa sedikit canggung dengan kedekatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia selalu merasa kuat, mandiri, dan bisa menghadapi segalanya sendirian. Namun, pada saat itu, ia merasa sangat bergantung pada bantuan Dirga.
Sesampainya di tempat yang lebih tenang, Dirga meminta seorang pekerja untuk mengambilkan kotak P3K dan memeriksa kaki Karuna. Karuna duduk di kursi sambil menatap anaknya yang tampak gelisah, dan Dirga yang kini dengan hati-hati mengobati luka di kakinya.
“Aku janji, kamu akan baik-baik saja,” kata Dirga, berusaha meyakinkan Karuna meskipun dirinya sendiri tampak sedikit khawatir.
Karuna menatapnya, merasa hangat di dalam hati. Tidak ada yang pernah memperlakukannya seperti ini sebelumnya. Tidak ada yang peduli pada dirinya dengan begitu tulus. Dirga mungkin baru bertemu dengan nya setelah sekian tahun, tetapi dalam beberapa detik itu, ia telah memberikan perhatian yang begitu besar.
"Terima kasih, Dirga. Aku... aku tidak tahu harus berkata apa," ujar Karuna, suaranya hampir tak terdengar.
Dirga hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. “Tidak perlu berterima kasih, Karuna. Ini hanya hal kecil yang bisa aku lakukan. Aku hanya ingin melihat kalian berdua baik-baik saja.”
Ethan yang masih memegang tangan ibunya dengan erat menatap Dirga, seolah ingin mengucapkan terima kasih dengan cara yang tak terucapkan. Karuna merasakan berat di dadanya. Ia tahu, hari ini adalah salah satu hari yang mengubah banyak hal dalam hidupnya.
Setelah beberapa saat, Karuna akhirnya duduk dengan nyaman di bangku kayu yang ada di sudut proyek. Kakinya masih terasa nyeri, namun Dirga dengan sabar mengoleskan salep pada luka-lukanya, memastikan agar perawatannya dilakukan dengan hati-hati. Ethan duduk di samping ibunya, masih khawatir, namun lebih tenang setelah melihat karuna sedikit lebih baik.
Karuna mencoba beristirahat sebentar, namun matanya tidak bisa lepas dari Dirga. Pria itu tampak sibuk, bekerja dengan tekun di sekitar proyek, memeriksa beberapa material dan berinteraksi dengan para pekerja. Sesekali, tatapannya kembali teralihkan ke arah Karuna, memastikan apakah ia baik-baik saja.
Itu adalah tatapan yang berbeda, penuh perhatian dan kelembutan. Sesuatu yang selama ini tidak pernah Karuna rasakan dalam hidupnya. Karuna merasa seakan-akan ada yang mengerti dirinya lebih dari sekadar kata-kata, lebih dari sekadar perbuatan. Dan saat mata mereka saling bertemu dalam hening, hati Karuna terasa berdebar lebih kencang.
Ada sesuatu dalam tatapan Dirga yang membuat Karuna merasa tidak hanya dilihat, tetapi juga dihargai. Sesuatu yang membuatnya merasa untuk pertama kalinya, ada seseorang yang peduli tanpa ada niat tersembunyi. Karuna merasakan semacam kehangatan yang perlahan-lahan mengalir di dalam dirinya, sesuatu yang sudah lama hilang sejak perceraian nya dengan Damian.
Dirga berjalan mendekat, membawa beberapa potongan kayu yang perlu dipindahkan. Saat ia melewati tempat Karuna duduk, ia melirik sejenak, dan mereka saling bertatap mata. Sejenak dunia seperti terhenti. Karuna merasa tenggelam dalam tatapan itu—terasa penuh makna, meskipun hanya dalam beberapa detik. Itu adalah tatapan yang mengingatkan Karuna akan hal-hal yang selama ini ia tutup-tutupi dalam hatinya: rasa sepi, kekhawatiran, dan keinginan untuk tidak lagi sendirian.
“Karuna, bagaimana perasaanmu sekarang?” suara Dirga memecah keheningan, namun masih ada kekhawatiran dalam nada suaranya.
Karuna terperanjat sedikit, lalu tersenyum kecil. “Masih agak sakit,” jawabnya jujur, meski merasa canggung dengan perhatian Dirga yang terlalu besar. Namun, di sisi lain, ia merasa dihargai. “Tapi gak apa kok, bentar lagi juga sembuh.”
Dirga menatapnya lebih lama, seolah ingin memastikan bahwa Karuna benar-benar baik-baik saja. Karuna bisa merasakan berat tatapan itu, dan untuk sesaat, ia merasakan kehangatan yang hampir asing. Begitu banyak rasa yang tersirat dalam pandangan Dirga—rasa empati, perhatian, dan mungkin sedikit kekhawatiran.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Dirga mengangguk pelan dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Karuna mengamati setiap gerakan Dirga, tangannya yang kuat dan gesit, cara ia berinteraksi dengan pekerja lain, dan bagaimana ia menyelesaikan segala tugas dengan penuh dedikasi. Tapi lebih dari itu, Karuna mulai menyadari bahwa ia tidak hanya terkesan dengan sikap Dirga sebagai pemimpin proyek, tetapi juga dengan sikapnya sebagai seorang pria. Ada sisi kelembutan yang jarang ia lihat dalam diri orang lain, yang membuat Karuna merasa lebih aman, lebih dilindungi.
Ethan yang tadi sibuk bermain-main di dekat tumpukan material, kini berlari mendekat dan menarik tangan Karuna dengan ceria. “Mama, nanti kita bisa main bareng uncle Dirga setelah kerjaan mama selesai, ya?” tanya Ethan penuh harapan.
Karuna tertawa kecil, mengusap rambut Ethan dengan penuh kasih. "Tentu saja, sayang. Nanti kita lihat, ya?"
Dirga yang mendengar percakapan itu tersenyum lembut. "Tentu, Ethan. Kalau Mama kamu baik-baik saja, kita bisa main bersama nanti," jawabnya dengan nada yang sangat lembut, membuat hati Karuna semakin tersentuh.
Waktu berlalu, dan meskipun rasa sakit di kaki Karuna masih ada, ia bisa merasakan bahwa hari ini terasa sedikit berbeda. Dirga tetap berada di sekitarnya, membantu menyelesaikan beberapa pekerjaan ringan yang dapat ia bantu. Sesekali, tangan Dirga menyentuh lengan Karuna, memberikan dorongan semangat saat ia merasa kesulitan, atau saat ia harus mengangkat sesuatu yang sedikit lebih berat.
Selama itu, tatapan mereka sering saling bertemu. Ada semacam kedekatan yang tumbuh tanpa banyak kata, seperti dua orang yang saling memahami tanpa perlu berbicara terlalu banyak. Karuna merasa dirinya sedikit lebih ringan dengan kehadiran Dirga.
Saat matahari mulai terbenam, proyek hari itu akhirnya selesai. Para pekerja mulai merapikan alat-alat mereka, dan Karuna merasa cukup lega bisa menyelesaikan hari yang panjang itu meskipun kakinya masih terasa sedikit sakit. Dirga mendekat untuk berpamitan.
“Karuna, kamu dan Ethan bisa pulang sekarang. Aku akan pastikan ada yang membantu kalian nanti,” katanya dengan nada yang sangat perhatian.
Karuna mengangguk, merasa tidak enak karena terlalu banyak dibantu. Namun, ia tak bisa menolak kebaikan Dirga. “Terima kasih, Dir. Kamu sudah sangat membantu aku hari ini.”
Dirga tersenyum, sedikit lebih dalam dari sebelumnya, dan kali ini, senyum itu tampak lebih tulus. “Tidak perlu berterima kasih, Karuna. Aku hanya ingin memastikan kalian baik-baik saja. Jangan ragu jika kamu butuh bantuan lagi.”
Setelah itu, Dirga memberi isyarat kepada beberapa pekerja untuk memastikan Karuna dan Ethan bisa pulang dengan aman. Karuna mengangkat sedikit kakinya yang terluka dan melangkah pergi, meskipun ia masih merasa kesakitan. Namun, hatinya terasa lebih ringan, dan perasaan hangat yang ditinggalkan Dirga masih menyelimuti dirinya.
Ethan berjalan di samping ibunya, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa Dirga masih ada di sana. “Mama, Uncle Dirga baik banget, ya?” tanyanya dengan polos.
Karuna mengangguk, tersenyum pada anaknya yang selalu bisa membuatnya merasa lebih kuat. “Iya, sayang. Uncle Dirga memang orang yang baik.”
Namun, saat mereka melangkah menjauh dari lokasi proyek, hati Karuna tidak bisa lepas dari ingatannya tentang tatapan Dirga yang penuh makna. Mungkin, tidak hanya bantuan yang ia butuhkan sekarang, tetapi ada hal lain yang lebih dalam yang mulai tumbuh dalam dirinya, meskipun ia masih ragu untuk mengakuinya.