NovelToon NovelToon
Trap Of Destiny

Trap Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Spiritual / Iblis / Peramal
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Dipa Pratiwi

Terima atau tidak, mau tak mau manusia harus menerima kenyataan itu. Bahwa mereka terlahir dengan apa adanya mereka saat ini. Sayangnya manusia tak bisa memilih akan dilahirkan dalam bentuk seperti apa. Kalau bisa memilih, mungkin semua orang berlomba-lomba memilih versi terbaiknya sebelum lahir ke dunia.

Terkadang hal istimewa yang Tuhan beri ke kita justru dianggap hal aneh dan tidak normal bagi manusia lain. Mereka berhak untuk berkomentar dan kita juga berhak memutuskan. Mencintai diri sendiri dengan segala hal istimewa yang Tuhan tuangkan dalam diri kita adalah suatu apresiasi serta wujud syukur kepada sang pencipta.

Sama seperti Nara, yang sudah sejak lama menerima kenyataan hidupnya. Sudah sejak dua tahun lalu ia menerima panggilan spiritual di dalam hidupnya, namun baru ia putuskan untuk menerimanya tahun lalu. Semua hal perlu proses. Termasuk peralihan kehidupan menuju hidup yang tak pernah ia jalani sebelumnya.

Sudah setahun terakhir ia menjadi ahli pembaca tarot.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Dipa Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Permintaan Maaf

Menjelang jam makan siang, Baron baru turun dari kamarnya. Sejak kembali dari kuil tadi, ia langsung naik ke kamarnya dan menghabiskan waktu di sana. Ia sibuk mengobati lukanya sambi beristirahat. Lalu turun karena merasa lapar. Ia baru ingat belum ada memakan apa pun sejak tadi pagi.

Pria itu lantas turun ke kedai di lantai dasar tempat tinggalnya, kemudian memesan seporsi ayam goreng dengan nasi. Ia perlu banyak energi setelah kejadian kemarin yang cukup menguras tenaganya.

"Bi, aku pesan ayam goreng pedas dengan nasi satu porsi!" ujar Baron saat berpapasan dengan wanita itu.

"Baiklah, tunggu sebentar ya," balas wanita itu sambil tersenyum tipis.

Baron mengangguk pelan untuk mengiyakan perkataannya. Kemudian mengambil tempat duduk di dekat jendela, sehingga ia bisa makan sambil menikmati pemandangan.

Kebetulan saat ini pengunjung sedang tidak terlalu ramai. Sehingga wanita itu bisa memproses pesanannya lebih awal, agar Baron bisa lekas makan. Ia pasti perlu tenaga untuk memulihkan dirinya sendiri.

"Ini dia pesanannya," ucap wanita itu.

Ia lalu menata piring-piring dan peralatan makan lainnya di atas meja dengan sebaik mungkin.

"Terima kasih bi," ucap Baron.

"Makan dengan baik ya!" balas wanita tersebut sambil menepuk-nepuk pundak Baron.

Sejak awal kedatangannya kemari, Baron memang sudah disambut dengan hangat oleh keluarga pemilik tempat tinggalnya. Hubungannya dengan Ibu Nara memang selalu baik. Berbeda dengan hubungannya dengan anak gadis satu-satunya milik wanita itu.

Mereka sempat bertengkar beberapa waktu lalu dan sayangnya sampai sekarang Nara tampak masih enggan untuk memulai percakapan lebih dulu. Bahkan sesekali Nara juga tampak menghindar dari Baron. Sepertinya ia benar-benar ingin menjaga jarak dengan pria itu.

Baron menyuapi nasi sesendok demi sesendok ke mulutnya. Sementara kedua matanya tertuju ke pemandangan di luar ruangan. Ia menatap keluar jendela. Ia bukan makan karena lapar, tapi karena kebutuhan.

Hujan barusaja membasahi setiap sudut kota. Membuat udara menjadi lebih lembab dan temperaturnya juga menurun. Suasana yang seperti ini mungkin bagi sebagian orang terasa mengusik. Namun baginya, ini cukup menenangkan. Aroma tanah setelah hujan mampu menjadi aromaterapi tersendiri baginya. Lumayan ampuh untuk membuat diri merasa rileks, terlebih saat ini suasana hati dan kondisi kepalanya sedang tidak baik-baik saja.

Baron menghabiskan makanannya sesuap demi sesuap. Perlahan namun pasti. Setelah makanannya habis, ia lantas menuju meja kasir yang sedang diambil alih oleh Nara hari ini.

"Kenapa kau malah bekerja bukannya istirahat?" tanya Baron saat sampai di meja kasir.

"Tujuanmu ke sini untuk membayar pesanannya kan?" tanya gadis itu balik.

"Kalau begitu bayar saja. Tidak perlu banyak tanya," timpalnya.

Mendengar pernyataan Nara barusan sama sekali tak membuat mentalnya ciut.ia sudah sering mendengar kata-kata yang jaih lebih pedas dari ini. Jadi bisa dikatakan jika Baron sudah cukuo familiar dan terbiasa dengan bahasa yang agak kasar.

"Cukup jawab saja pertanyaanku. Mudah bukan?" ucap Baron sambil mengeluarkan dompetnya.

"Jika kau bertanya soal harga makanan yang kau makan, maka aku akan langsung menjawabnya," balas Nara dengan nada yang terdengar sedikit meledek.

Baron menghela napasnya lalu mengambil dua lembar uang pecahan dua puluh ribu.

"Berapa semuanya?" tanya Baron.

"Tiga puluh lima ribu," jawab Nara.

Pria itu lalu menyodorkan uangnya pada gadis itu. Mereka menyelesaikan transaksinya lebih dulu.

"Jadi sekarang jawab pertanyaanku kenapa kau bekerja?" tanya pria itu lagi.

"Pikirkan semua pertanyaan yang ingin kau tanya agar kujawab sekaligus. Aku tak mau menerima pertanyaan apa pun setelahnya," jelas Nara.

"Baiklah, sebenarnya ada sangat banyak," ujar Baron.

"Yang pertama kenapa kau bekerja dalam kondisi sakit? Yang kedua dari mana kau kemarin hingga tak pulang? Lalu apakah kau marah? Atau cemburu dengan Oktavia? Menurutmu siapa kedua siluman itu? Siluman rubah dan hiena. Lalu apa kau benar-benar ingin berhenti dari kerjasama ini? Apa yang membuatmu berhenti tiba-tiba?" ucap pria itu dalam sekali tarikan nafas.

Nara sama sekali tidak berekspektasi jika pertanyaan pria itu akan sebanyak ini. Jauh dari yang ia bayangkan. Nara pikir hanya akan ada dua atau empat pertanyaan paling banyak. Ternyata lebih dari itu. Ia bahkan tak mengingat semua pertanyaan yang barusaja diajukan olehnya.

"Baiklah, tanyakan satu persatu saja," ucap Nara menyerah.

Baron tahu kalau ia akan menyerah pada akhirnya. Gadis itu tak memiliki ingatan yang cukup kuat sepertinya. Menyadari kalau akan ada sesi wawancara yang lumayan panjang, Baron lantas mengambil tempat duduk tepat di sebelah gadis itu.

"Jadi kenapa kau bekerja padahal masih sakit?" tanya Baron untuk yang kesekian kalinya.

"Tidak apa-apa hanya bosan. Lagi pula aku hanya terluka, bukan sekarat," jawab Nara dengan ketus.

"Nanti akan ku berikan air suci. Gunakan itu juga agar cepat sembuh. Ini bukan serangan nyata, melainkan serangan gaib," jelas Baron kemudian.

Nara sama sekali tak memberikan reaksi. Saat ini ia sedang mencoba untuk mengurangi interaksi dengan pria itu.

"Lalu dari mana kau kemarin hingga tak pulang semalaman? Apa kau marah denganku?" ujar Baron.

"Aku menemui guruku, ada beberapa hal yang perlu kami bahas. Lagi pula aku sudah memberi tahu ibu soal itu," jelas Nara dengan panjang lebar.

"Oh iya! Omong-omong soal marah, aku sama sekali tidak marah padamu," timpalnya.

"Lalu mengapa menghindar dariku?" tanya pria itu lagi.

"Aku perlu waktu dengan diriku sendiri," jawab Nara secara gamblang.

Namun meski begitu, Baron tak benar-benar percaya dengannya. Ia pasti sedang menyembunyikan sesuatu. Baron bisa merasakan itu dengan jelas.

"Jadi, apa kau cemburu dengan Oktavia?" tanya Baron untuk memastikan.

"Buat apa aku cemburu dengannya. Bahkan kami berada di level yang berbeda," balas Nara.

"Jadi kenapa kau tiba-tiba pergi begitu saja?" tanya pria itu.

"Aku hanya tak suka jika orang lain mengacaukan apa yang sudah kita sepakati. Kalau pada akhirnya kau memang ingin mendengarkan apa kata temanmu, kenapa harus membuat kesepakatan lebih dulu denganku? Buang-buang waktu saja," celoteh Nara dengan panjang lebar.

Ia jelas menolak keras keberadaan serta keterlibatan Oktavia dalam hal apa pun yang bersangkutan dengannya. Nara tak suka dengan cara gadis itu mengatur. Ia terlalu ketat.

"Baiklah, aku meminta maaf untuk itu," ujar Baron.

"Aku tak perlu permintaan maaf darimu," balas Nara acuh tak acuh.

"Kalau begitu kau akan kembali ke ruko besok kan?" tanya pria itu lagi.

Ia perlu memastikan kalau ucapan Nara yang kemarin itu tidak sungguhan dan hanya bercanda.

"Tidak, aku tidak ingin terlibat lagi dneganmu dalam hal apa pun," tegas Nara sekali lagi.

1
Ernawati Ningsih
Ceritanya bagus banget. Mengangkat sudut pandang peramal dan juga kepercayaan akan takdir. Terus ada bahas soal ritual-ritual gitu. Seru banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!