Hamdan seorang siswa SMA kelas dua. Sedari kecil sudah tinggal di Panti sehingga dia tidak pernah tahu akan keberadaan orang tuanya.
Hamdan sangat suka silat tapi dia tidak punya bakat.
Setiap kali latihan, dia hanya jadi bahan ledekan teman-temannya serta omelin Kakak pelatihnya.
Suatu hari Hamdan dijebak oleh Dewi, gadis pujaan hatinya sehingga nyawanya hampir melayang.
Tak disangka ternyata hal itu menjadi asbab berubahnya takdir Hamdan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengundurkan Diri
Hamdan bukan lah remaja berumur 17 tahun biasa. Pola pikirnya telah jauh lebih dewasa.
Jangan pernah berdebat dengan ras terkuat di bumi.
Duduk-diam-dengarkan.
Hanya itu lah kuncinya.
Dalam situasi seperti ini jangan pernah menaikkan ego dan mencari pembenaran.
Tak ada gunanya!
Setelah puas mengeluaran segala uneg-unegnya, Fitri tampak puas.
Saat itu lah, tanpa bicara, tanpa menunjukkan wajah marah atau kecewa, Hamdan langsung menyuapi Fitri.
Awalnya Fitri ingin menolaknya tapi saat melihat senyum Hamdan yang tampak ikhlas, akhirnya hati Fitri kembali luluh.
"Cie cie cie...."
"Romantis sekali....!"
"Sarapan berdua dan saling suap-suapin, seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua sedangkan kami-kami ini hanya menumpang saja."
Maya masuk kelas dengan langkah setengah berlari.
Dia berhenti tepat di hadapan Hamdan dan Fitri.
Wajah Fitri bersemu merah sedangkan Hamdan tetap tenang. Dia hanya tersenyum tipis ke arah Maya.
"Sarapan, Mai."
"Tak lah. Nanti aku dianggap jadi orang ketiga. Aku tak mau."
Hamdan dan Fitri menyelesaikan sarapan mereka 10 menit sebelum bel berbunyi.
Hari ini mereka mempelajari tentang Barisan dan Deret Aritmatika.
Baru hari ini Hamdan merasakan bahwa belajar itu mudah.
Paling tidak untuk materi barisan dan deret dia bisa memahaminya dengan mudah.
Paling tidak, ada dua orang yang tidak bisa berkonsentrasi belajar hari ini.
Yang pertama tentu saja si Rika!
Dia terus menerus menatap pintu kelas menunggu kedatangan Dewi agar bisa membalas atas perbuatan si Fitri.
Tapi hingga jam pelajaran hari ini usai, Dewi tidak pernah muncul. Rika menelpon berkali-kali tapi tidak ada respon sama sekali.
Sms pun tidak dibalas.
Akhirnya dengan muka sebal dan takut, Rika cepat-cepat pulang begitu bel sebagai tanda berakhirnya pelajaran hari ini berbunyi.
Yang kedua adalah Maya!
Bagai mana bisa?
Demi menenangkan hati Fitri yang dilanda cemburu dan merasa terabaikan sehingga Hamdan meminta dengan sangat kepada Maya untuk merelakan bangkunya untuk Hamdan.
Sehingga dia terpaksa menyingkir dan melihat kemesraan kawan baiknya dari kejauhan.
Walau pun Maya senang akhirnya Fitri bisa dekat sama Hamdan tak ayal dia juga merengut karena dia tidak lagi dianggap si Fitri.
"Fit, kamu pulang duluan saja ya. Hari ini aku ada kegiatan ekskul silat." Hamdan mengantar Fitri hingga di parkiran.
"Tak mau. Aku akan menunggu kamu hingga selesai latihan." Ujar Fitri dengan manja.
"Jangan begitu, Fit! Jika nanti kamu dimarah sama Papa dan Mama kamu bagai mana? Mereka kan tidak suka jika kamu pulang terlambat."
Fitri memang telah menceritakan kepada Hamdan bahwa orang tuanya tidak mengizinkan dia pulang terlambat.
Tapi Fitri tidak mengatakan bahwa pada hari itu dia terlambat karena bertemu dengan Kak Fadil.
Fitri takut Hamdan marah dan malah meninggalkannya.
Fitri tak sanggup jika harus berpisah dengan Hamdan.
Seandainya Maya tahu kawannya ini jadi lebay, mungkin dia akan menonjok kepala si Fitri.
Fitri adalah tipe cewek yang tidak mudah suka kepada cowok tapi jika sudah suka, dia akan menyukainya dengan penuh perasaan sehingga kadang kala nalarnya pun kalah dibandingkan perasaannya.
Untung saja dia menyukai cowok seperti Hamdan.
Jika dia menyukai seseorang yang karakternya tidak bagus, maka Fitri akan hancur sehancur-hancurnya karena akan dimanfaatkan habis-habisan.
Makanya tipe cewek seperti Fitri ini sangat rawan.
...****************...
Kak Seto baru saja sampai saat Hamdan langsung menghampirinya.
"Kak Seto, boleh kita bicara sebentar? Berdua saja."
Kak Seto menatap Hamdan dengan pandangan heran. Setelah hening beberapa saat dia lalu berkata.
"Mari kita ke ruangan itu saja."
"Tri, atur barisan! Sebentar lagi Kakak datang."
"Siap, Kak."
"Zaki! Zaki! Lihat tu si Hamdan. Dia jarang latihan sekarang. Aku rasa dia mau menyog*k Kak Seto supaya mendapat kuota terakhir. Dia tak tahu jika kuota itu sudah aku dapatkan." Triatmoko terkikik senang.
Zaki tidak menggubrisnya. Dia hanya menatap Hamdan dengan pandangan rumit. Dia merasa Hamdan sekarang agak berbeda.
Zaki sudah memperhatikan sikap Hamdan saat di kelas tadi.
Zaki merasa Hamdan sudah berubah dan dia tidak akan mampu mengejar perubahan yang terjadi pada diri Hamdan.
"Apa yang ingin kamu bicarakan, Hamdan?" Kak Seto langsung ke intinya.
"Begini, Kak Seto. Kakak kan tahu bahwa saya sudah sudah tahun ikut kegiatan ekskul silat di perguruan yang Kakak pimpin."
"Kakak juga tahu bahwa saya tidak punya bakat untuk terus berlatih silat dalam perguruan ini."
"Oleh sebab itu, saya berniat untuk mengundurkan diri dari perguruan yang Kakak pimpin ini."
Kak Seto menatap tajam ke arah Hamdan.
Dia sedikit menyayangkan akan hal ini. Walau pun tidak berbakat tapi Hamdan punya potensi.
Dia tidak kenal takut dan menyerah walau pun sering dicemooh oleh kawan-kawannya yang lain.
"Apakah kamu akhirnya menyerah untuk ikut kejuaraan O2SN?"
Kak Seto heran melihat Hamdan tersenyum sambil seraya menggelengkan kepala.
"Impian saya untuk mengikuti kejuaran O2SN tidak akan kendur, Kak. Hanya saja caranya berbeda."
"Maksud kamu?" Kak Seto tak mengerti.
"Saya memang tidak punya bakat dalam belajar ilmu silat di perguruan yang Kakak pimpin tapi bukan berarti saya tidak punya keinginan untuk tetap berlatih silat, Kak."
"Saya tetap akan berlatih silat tapi mungkin dengan gaya saya sendiri. Jadi saya harap Kakak berkenan untuk meluangkan satu kuota untuk saya untuk mewakili sekolah ini dalam ajang O2SN nanti."
"Semangat itu yang Kakak suka dari mu." Kak Seto tersenyum. Dia berpikiran terbuka. Lagi pula tak ada salahnya melepaskan seorang anggota yang tidak berbakat.
Untuk memenangkan suatu kejuaraan, semangat tinggi dan nyali yang kuat saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan skill silat itu sendiri.
Makanya Kak Seto tidak menjawab saat Hamdan membicarakan tentang kuota.
'Kuota apa yang dia harapkan lagi? Sedangkan jika Hamdan rutin latihan saja belum tentu dia memenuhi syarat untuk mendapatkan kuota terakhir.'
'Apakan lagi seoarang Hamdan sudah mengundurkan diri. Hamdan hanya bisa bermimpi jika masih punya keinginan untuk mendapatkan kuota itu.'
'Latihan sendiri? Kak Seto sedikit pun tidak percaya. Apa yang didapat Hamdan jika dia benar-benar ingin latihan sendiri.'
Kak Seto merasa, Hamdan hanya sekedar membuat alasan karena takut malu di depannya.
Hamdan tentu saja tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Kak Seto mengenai dirinya.
"Terima kasih atas pengertiannya, Kak. Kalau begitu saya permisi dulu."
"Hei, Hamdan! Mau ke mana kamu? Mengapa kamu tidak latihan?"
Tri langsung berteriak saat Hamdan keluar dari ruangan.
Kak Seto belum keluar karena dia harus mengganti seragam silatnya dulu.
"Apa kah kamu takut diajak tarung, Hamdan? Kamu takut karena tidak bisa menggunakan teknik silat yang diajarkan?"
"Ha ha...."
jcyt. m.p u jbh vg w. h. h Bu. BB ggh u Hb vvg HH GG t gggg g. CC CF ffff. fcf CC. f. c CC cccc'c CC. v CCd, cygggv C TTDC esx GG gy c Bu CC v CC CC CC CC Z zSezszesssS