Memperhatikan cerita kehidupan seseorang yang sedikit berbeda, membuat wanita cantik bernama Nining tertarik akan sebuah masalah kehidupan Ustadznya.
Nining berniat mengajak Ustadznya menikah hanya sebuah gosipan.
Berhasil dan si lelaki menyetujui, apa yang akan di lakukan Nining selanjutnya saat setelah menikah dengan Ustadznya yang bernama Ilham?
Akankah nantinya Nining menyesal telah mengajak menikah Ilham?
Mari kita saksikan kisahnya hanya di aplikasi noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cici Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab - 21
Acara berjalan begitu cepat dengan Nining tak kuasa menahan air mata yang terus saja mengalir begitu deras di wajahnya. Di tambah irama nyanyian nasyid mengisahkan perjuangan mereka saat memondok di pesantren begitu lama. Nining teringat kembali dengan masa-masa perjuangannya sampai di titik ini.
Kedua orangtuanya juga ikut menangis sembari memeluk anak semata wayangnya itu. "Mama enggak menyangka gadis kecil yang dulu susah di atur sekarang telah tamat dan menjadi istri dari lelaki yang luar biasa ini." Rinjani menunjuk Ilham yang tengah berdiri di dekat mereka.
Ini adalah acara penutupan dengan semua santri bersalaman dengan para Ustadz, Ustadzah dan terakhir kedua orang tua masing-masing.
"Semoga ilmu yang kamu dapatkan menjadi bermanfaat untuk mu Nak." sambung Komar sembari mengelus kepala Nining.
Nining mengangguk tanpa menjawab lagi. Rasanya ia telah menyusahkan kedua orang tuanya dan belum bisa membalas kebaikan mereka. "Maafkan Nining yang belum bisa membahagiakan kalian berdua." ucapnya yang tidak sanggup menahan gejolak di dada.
"Kami sudah sangat bahagia Ning. Apalagi kamu telah menikah dengan Nak Ilham. Rasanya Mama dan Papa lega menyerahkan kamu pada lelaki yang bertanggung jawab penuh atas diri mu. Tadinya kami sangat pusing memikirkan kelanjutan masa depan kamu. Akan tetapi keputusan kamu dan Ilham ingin bersama membuat Mama sama Papa enggak pusing lagi." jelas Rinjani.
"Acara telah selesai Nak. Kita lanjutkan lagi aja nanti. Papa sama Mama mau pulang duluan. Dari tadi di rumah ada Pak Suharto menunggu. Enggak enak kalau beliau menunggu lama." ucap Komar sembari melepaskan pelukan dengan ia melihat ke Ilham. "Nanti kalau enggak ada urusan ajak Nining tidur di rumah." pintanya.
"Insyaallah iya Pa." balas Ilham dengan langsung bersalaman dengan kedua mertuanya yang di ikuti Nining.
"Kalau begitu kami duluan. Assalamualaikum." ucap Komar.
"Waalaikumsalam." jawab Ilham dan Nining dengan kedua pasutri paruh baya itu mulai pergi.
Sekilas Nining memperhatikan sekitar banyak para santri berfoto kembali bersama keluarga mereka. Mereka juga mendapatkan buket bunga yang terlihat sangat indah dan cantik. Ada boneka juga yang mereka dapatkan. 'Kayak orang wisuda aja kami. Pakek acara menggunakan toga.'
Bunga berwarna warni datang tepat di hadapan Nining yang ternyata Ilham memberikannya. "Ini buat apa sih Bi?" tanya Nining sembari menjauhkan bunga itu darinya. Bunga itu tidak sengaja membuat hidungnya mulai gatal.
"Ini buat Ummi dan ini," Ilham memberikan sebuah benda yang berbentuk segitiga yang terbuat dari kaca. Ada tulisan selamat atas kelulusan istri ku tercinta. "Buat Ummi juga." Ilham menyerahkan dua benda itu.
Nining menjauh dari buket bunga yang semakin membuat hidungnya gatal. "Enggak mau aku Bi itu bunga. Ini aja." Nining mengambil benda yang terlihat lebih menarik dari pada bunga.
Ilham tentunya kebingungan dengan bunga yang ia pegang. "Ini kurang bagus ya Mi?"
Nining menggeleng pelan. "Bagus kok Bi warnanya cantik." Nining memperhatikan bentuk bunga yang berbeda dari temannya. Mana bunga itu nyata dan terlihat masih segar seperti baru di petik.
"Terus kenapa Ummi enggak suka?"
"Hacim... Hacim... Hacim... A... Hacim..." Nining bersin-bersin dengan hidungnya yang sangat gatal.
"Ummi kenapa?" Ilham begitu panik dengan kondisi istrinya.
"Aku enggak suka karena alergi bunga Bi. Hacim.. Hacim..."
Ilham segera mengeluarkan sapu tangan dan memberikan pada Nining. "Pakek ini Mi. Maaf Abi enggak tau."
Nining mengambil sapu tangan dengan cepat mengeluarkan cairan di dalam hidungnya.
"Hacim... Hacim..." Nining tidak bisa berhenti bersin.
"Ummi lebih baik pulang ke rumah Uma dulu ya. Nanti Abi beli obat alergi."
Nining mengangguk saja. Ia tidak menjawab karena masih bersin-bersin.
Mereka berdua pun berjalan dengan Zulaikha yang baru keluar dari dalam rumah untuk ke pesantren. "Kenapa Nining, Ham?" tanyanya langsung memegang kedua bahu Nining. "Wajah Nining juga memerah dan bersin-bersin kayak begini." Zulaikha menarik Nining untuk masuk ke dalam rumah.
"A-aku, a-aku hacim... Hacim... Hacim.."
"Nining alergi serbuk bunga Ma. Aku enggak tau kalau Nining enggak bisa mencium serbuk bunga. Kalau tau tadi beli yang bunga plastik aja." ucap Ilham sembari membuka pintu kamar.
"Iya sudah kamu lebih baik beli obat di apotik. Uma mau ambil air hangat dulu." perintah Zulaikha dengan melihat ke arah Nining. "Kamu istirahat dulu ya Nak di sini." Zulaikha menyuruh Nining duduk di atas ranjang dengan Nining langsung mengikuti.
"I-iya, Hacim... Hacim.. Ma." balas Nining yang tidak bisa menggerakkan mulutnya. Kalau bergerak langsung bersin-bersin.
Ilham dan Zulaikha begitu khawatir dengan mereka berdua langsung keluar kamar.
'Mereka baik banget dan perhatian lagi. Aku harus membalas kebaikan mereka.' Nining kembali fokus pada kamar yang sangat rapih. 'Ini kayaknya kamar Abi deh.' Nining memperhatikan banyak sekali kaligrafi yang tergantung dinding. 'Apa Abi ya yang buat? Bagus banget. Aku juga ingin belajar buat yang kayak beginian.' Nining sangat kagum atas kalimat yang tertulis.
Nining kembali teringat pada benda yang di berikan Ilham tadi. Ia pun memperhatikan benda yang ternyata ada tombol lampunya. Nining menghidupkan lampu itu dengan tulisan yang semakin terlihat jelas.
'Abi diam-diam ternyata menyiapkan ini untuk ku. Aku juga harus memberikan sesuatu padanya. Masa dia kasih ini sedangkan aku enggak.' Nining berpikir dengan sesuatu yang cocok untuk Ilham. 'Kayaknya aku harus mencari sesuatu yang di sukai Abi dulu deh. Ah... Itu kayaknya ide yang bagus.' Nining kembali melihat benda yang mengagumkan di tangannya itu.