Dara

"Aku mohon, Nona Dara! Aku rela diperlakukan sebagai budakmu asal ayahku dilepaskan." Lalu Firza menampar wajahnya berkali-kali.

Dara menjadi tidak tega, "Cukup! Aku akan melepaskannya. Tapi ini adalah peringatan terakhir, jika dia menyakiti orang lagi, tidak peduli orang itu kakekku atau orang lain, maka aku tidak akan pernah mengampuninya!"

"Terimakasih, Nona! Terimakasih, Nona Dara!" Firza berulang kali bersujud.

"Firza! Kamu bangunlah! Tidak perlu seperti itu lagi." Dara membantu Firza bangun.

Dara melirik Bing, "Hargailah pengorbanan putrimu!"

Bing masih berlutut dan dia sangat malu.pada putrinya, "Firza, ayah berjanji tidak akan menyulitkanmu lagi."

Firza melihat ayahnya cukup tulus mengucapkankannya. Dia ingin mempercayai ayahnya.

"Orang tua, bangunlah. Maafkan aku telah kasar padamu." Dara juga membantu Billy bangun. Namun dia membiarkan Bing tetap berlutut. Perempuan tua yang datang bersama Firza dan beberapa pengawal juga terlihat masih berlutut.

Dara kembali melihat Bing. "Demi keselamatan Firza, kompetisi berikutnya aku mundur. Jadi tidak perlu mengantarkan undangan lagi."

Bing benar-benar tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu. Dia hanya terus berlutut karena Dara tidak menyuruhnya bangun.

Detik berikutnya, Dara sudah pergi melompati tembok tinggi dengan sangat mudah. Firza buru-buru mendatangi ayahnya.

"Ayah, ingatlah untuk tidak membuat kesalahan lagi." Lalu Firza membantu ayahnya bangun.

"Bing, cobalah untuk mengambil hati gadis itu. Bukankah dia teman kuliah Firza?" Billy menyampaikan pendapat.

Bing tersenyum, "Aku terpikir untuk memberi kompensasi. Tapi, jika itu menyinggung perasaannya lagi, maka aku akan mati."

"Ayah, aku akan membantumu. Nona itu sebenarnya sangat baik. Tidak pernah sekali pun dia marah walau pun orang merendahkannya. Ada banyak teman kuliah yang meremehkannya. Tapi, gadis itu sangat baik dan dia tidak pernah marah. Mungkin aku juga akan meremehkannya jika bukan karena Kakek selalu mengingatkanku." Kata Firza.

"Ah, iya. Kamu bantu ayah. Kamu telah menyelamatkan ayah. Ayah berjanji akan menjadi orang baik." Lalu Bing mengeluarkan sehuah kartu bank.

"Di dalamnya ada satu miliar. Kamu berikan pada Nona Dara. Jangan sampai dia menolak." Lalu Bing memberikan kartu itu pada putrinya.

Lalu Bing memandang Billy, "Apakah ada saran darimu?"

Billy mengetu-ketukkan jarinya ke kursi yang didudukinya, "Bagaimana kalau kamu berpihak pada Nona Dara?"

Bing manggut-manggut sambil berfikir. Firza memandang kedua orang tua di dekatnya secara bergantian.

"Jangan memanfaatkannya! Aku tidak setuju!" Firza langsung berdiri dan berkacak pinggang.

"Eh, gadis kecil! Siapa yang mau memanfaatkannya? Itu, maksudnya mulai sekarang menjadi orang baik." Billy tersenyum melihat tingkah Firza.

"Aku tidak mau ayah memanfaatkan Nona Dara. Lihat pipiku! Demi ayah aku rela menyakiti diriku sendiri. Tapi malah ayah mau memanfaatkannya. Kakek! Aku marah padamu dan ayah! Aku akan mengadukan kalian pada Nona Dara!" Ucapan Firza membuat keduanya ciut.

Billy dan Bing saling berpandangan, selanjutnya, keduanya mengalihkan pandangan ke tempat lain. Keduanya lebih tidak senang bila melihat Firza marah dan lebih memilih mengecat wajahnya dengan arang.

Firza pergi bersama pengasuh dan para pengawal. Kedua lelaki tua itu saling pandang. Lalu keduanya menggaruk kepala yang tidak gatal. Baru saja keduanya dikalahkan oleh seorang gadis, dan kini mereka ditindas lagi oleh seorang gadis.

Namun keduanya sama-sama tersenyum. "Ah, Billy, aku tahu, Firza itu pintar membujuk orang. Biarkan saja dia menjadi teman Nona Dara. Bukankah itu jauh lebih baik?"

Billy manggut-manggut, "Benar juga, kita lihat saja bagaimana Firza melakukan tugasnya. Jika dia bisa memberikan kartu itu, artinya dia punya bakat. Itu akan menguntungkanmu."