Aira menikah dengan pria pujaannya. Sayang, Devano tidak mencintainya. Akankah waktu bisa merubah sikap Devan pada Aira?
Jaka adalah asisten pribadi Devan, wajahnya juga tak kalah tampan dengan atasannya. hanya saja Jak memiliki ekspresi datar dan dingin juga misterius.
Ken Bima adalah sepupu Devan, wajahnya juga tampan dengan iris mata coklat terang. dibalik senyumnya ia adalah pria berhati dingin dan keji. kekejamannya sangat ditakuti.
Tiana adalah sahabat Aira. seorang dokter muda dan cantik. gadis itu jago bela diri.
Reena adik Devan. Ia adalah gadis yang sangat cerdas juga pemberani. dan ia jatuh cinta pada seseorang yang dikenalnya semasa SMA.
bagaimana jika Jak, Ken, Tiana dan Reena terlibat cinta yang merumitkan mereka.
Devan baru mengetahui identitas Aira istrinya.
menyesalkah Devan setelah mengetahui siapa istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IJINKAN AKU MENCINTAIMU 26
Selesai makan, Aira dan Tiana keluar. Mereka pergi ke kawasan perumahan di sebuah kawasan sederhana dengan menggunakan taksi daring yang telah dipesan Aira.
"Jadi gimana ceritanya. Paman dan Bibi tirimu kamu masukin penjara?" Tanya Aira tanpa embel-embel Loe-Gue.
"Cih ... tumben aku kamu?!" Tiana terkikik geli mendengar bahasa sahabatnya itu.
"Ck ... Kamu itu ya. Aku kan emang nggak begitu suka sama panggilan Elu-Gue!" Celetuk Aira sedikit kesal.
"Lah ... Gue yang agak risih denger panggilan Aku-Kamu itu!" Ujar Tiana keki.
"Aish ... suka-suka kamu deh!" Aira memanyunkan bibirnya kesal.
"Jiah itu bibir udah kek gantungan panci!" Kikik Tiana geli.
Aira makin kesal. Tapi, ia tahu jika sahabatnya ini enggan menceritakan apa yang terjadi. Maka, Aira hanya bisa menunggu kesediaan gadis itu untuk bercerita.
"Bibi gue membayar perampok buat nyuri uang hasil penjualan tanah," ucapnya tiba-tiba.
"Hmm ... ntar aja Gue ceritain lengkapnya. Kita ke rumah yang pengen gue beli dulu. Ok!?" Ujar Tiana berjanji. Aira mengangguk.
Setelah sampai. Mereka telah ditunggu oleh pihak broker. Ternyata Tiana sudah melakukan transaksi via online. Setelah yakin akan keadaan dan semua fasilitas perumahan. Tiana langsung melunasi pembayaran yang tersisa di depan notaris.
Pihak notaris dan broker menjanjikan sekitar tiga bulan. Sertifikat rumah dan tanah sudah atas namanya sendiri selesai.
Setelah itu mereka kembali ke sebuah Mega market terbesar di kota itu. Disebut demikian. Karena bangunan itu berisi pertokoan yang menjual berbagai macam kebutuhan. Termasuk alat-alat rumah tangga.
Tiana berkeliling membeli perabotannya sendiri. Aira hanya menemani saja.
"Ra ... Kamu beneran, setelah lulus nggak kerja?" Tanya Tiana disela pemilihan barang-barang rumah tangganya.
"Kan aku langsung nikah waktu itu. Makanya nggak kerja!" Jawab Aira malas.
"Ck ... sayang, amat ya. Padahal kamu lulusan terbaik waktu itu. Dan banyak perusahaan yang meminang kamu jadi karyawannya," ujar Tiana sambil tersenyum miris.
Aira hanya menghela napas panjang. "Aku kerja mengajar adik-adik panti di mana aku tinggal."
"Oh ... ya udah. Tapi, kalo pun sekarang kamu kerja juga nggak bakalan boleh ama suami kamu!" Ujar Tiana yakin.
"Iya kah? Aku belum nyoba sih. Walau kadang aku rada bosan di rumah. Sepertinya, ilmu kemarin akan sia-sia," ujar Aira agak menyesal.
"Hfffh! Gue udah beres nih. Elu mau pulang langsung, apa mau ikut gue lagi?' tanya Tiana.
"Pulang aja deh. Aku agak lelah. Apa karena udah lama nggak keluar rumah ya?" Ujar Aira.
"Eh ... Kamu ntar kerja di mana Ti?" Tanya Aira lagi, "apa kamu buka praktek di rumah juga?"
"Gue belum dapat ijin buat buka praktek sendiri di rumah. Secara gue kan baru beres koas. Gue di tempatin di rumah sakit Persada Mitra," jawab Tiana.
Ya, Tiana adalah seorang dokter umum. Tiana sebenarnya dua tingkat di atas Aira.
"Wah ... rumah sakit gede tuh!" Ujar Aira sambil melangkah mengikuti Tiana ke kasir.
Setelah melakukan pembayaran. Mereka berjalan keluar Mega market. Barang-barang yang dibeli Tiana akan diantarkan oleh pihak toko.
"Ya ... Alhamdulillah lah. Eh, beneran Elu nggak ikut gue lagi ke rumah?" Tanya Tiana meyakinkan.
"Iya ... Aku pulang aja. Lagian ini udah agak sore. Takut dicariin," jawab Aira lesu.
"Ciee ... yang dicariin suami," ledek Tiana.
"Cieee ... yang ngiri karena jomlo!" Ledek Aira lagi.
Tiana sedikit manyun. Tapi, setelahnya mereka tergelak tertawa. Mereka pun berpisah dan pulang ke rumahnya masing-masing.
(Flashback on)
Aira baru saja masuk sebagai mahasiswi setelah masa orientasi. Penampilannya yang sangat sederhana menjadikannya ia bahan perundungan.
Tubuhnya yang kurus dan sedikit culun. Membuat ia menjadi sorotan di kampus yang kebanyakan berisi kalangan borguis.
Aira tidak pernah mempermasalahkan ejekan dari sesama mahasiswa. Selama Aira tidak pernah disentuh atau diganggu secara fisik.
"Hei ... Kamu. Miskin!" Sebuah suara sinis menghinanya.
Aira yang merasa tidak dipanggil, hanya diam.
Brak!
Aira tidak menunjukkan rasa kaget sama sekali. Ia hanya mendongak pada tiga wanita dengan baju glamor yang kini ada dihadapannya.
"Ada apa ya?" Tanya Aira tenang.
"Cis ... Eh, makin. Ngapain sih kamu di sini, ganggu pemandangan aja!" Dumal seorang gadis dengan riasan komplit di wajah.
"Bikin sakit mata aja!' lanjutnya.
"Oh ... Trus kalian ngapain ngeliatin?" Tanya Aira tenang.
Mendengar jawaban Aira, ketiga gadis itu marah bukan main. Tiba-tiba salah satu dari mereka mencengkram kerah baju Aira.
Sret!
Aira menangkap tangan gadis yang mencengkram kerah bajunya. Kemudian ia memelintir tangan gadis itu.
"Aduh ... aduh! Sakit!" Teriakmya kesakitan.
Aira mendorong sedikit gadis itu. Keduanya yang shock melihat perlawanan Aira, mencoba menyerangnya.
Sebuah tangan nyaris menampar pipi Aira. Tapi, belum pun sampai. Tangan itu sudah ditangkap dan lagi-lagi dipelintir. Terdengar teriakan kesakitan keluar dari bibir bergincu tebal itu.
Lagi-lagi Aira mendorong gadis itu ke arah gadis yang tadi dia dorong sebelumnya. Aira menatap satu gadis lagi yang tampak bingung ingin melakukan apa.
"G-gue bakal laporin Lu ke pembinaan!" Ancam gadis itu.
"Silahkan. Saya hanya membela diri kok!" Ucap Aira tidak takut sama sekali.
Ketiga gadis itu pergi meninggalkan Aira. Aira sedikit termenung. Sebenarnya ia sedikit takut akan pengaduan itu. Secara ia hanya gadis miskin yang mendapat beasiswa penuh dari kampus ini.
****
Bell berbunyi. Terdengar napas lega keluar dari para mahasiswa. Mereka berhamburan keluar ruang. Aira membereskan peralatan tulisnya ke dalam tas selempangnya.
Set ... Bletak!
Sebuah batu lumayan besar menyerempet pelipisnya terlebih dahulu sebelum batu itu menghantam dinding kelas.
"Hei ... siapa yang lempar-lempar batu!" Teriak dosen yang melihat kejadian tersebut.
Pelaku pelemparan sudah kabur. Aira mengusap keningnya yang ia rasa basah.
'Darah?' gumamnya.
"Kamu ke klinik cepat!" Perintah dosennya langsung. "Di sana tempatnya!"
Aira melihat arah telunjuk dosen yang tadi keluar bersamaan dengannya. Beruntung batu tadi tidak mengenainya juga.
Sampai di klinik, Aira langsung ditangani seorang PMR cantik. Tiana Bheezha Handika. Itulah nama gadis yang mengobatinya.
"Hmmm ... Aku heran sama mereka. Ku kira ketika mereka jadi mahasiswa, perlakuan mereka lebih beradab," ucapnya.
Aira tersenyum miris. "Namanya juga horang kayah!" Tiana tersenyum mendengar ucapan Aira.
Mereka pun berkenalan. Tiana dan Aira seumuran. Tapi, Tiana mengambil jurusan kedokteran itu kuliah lebih dulu dua tahun dari Aira.
"Jadi kamu senior aku dong?" Ujar Aira sambil tersenyum.
"Ah ... udah, nggak ada itu senior junior. Kita seumuran. Hanya saja, gue emang duluan kuliah dari elu," jelas Tiana lagi.
"Tapi tetep lah, kamu Kakak tingkat aku!' ujar Aira ngotot.
"Ih ... nggak mau. Gue bukan kakak elu!" Sergah Tiana lebih ngotot.
"Oke deh. Trus, apa kamu orkay juga?" Tanya Aira lugu.
Tiana tertawa miring. "Enggak. Gue sama miskinnya kek elu!"
"Denger-denger, elu tadi miting tiga princes ya?" Tanya Tiana kepo.
"Tiga princes?" Tanya Aira lagi.
"Iya, mereka itu tiga gadis anak orang kaya raya. Denger-denger ayah mereka salah satu donatur kampus ini," ujar Tiana lagi.
"Oh ... mereka siapa?" Tanya Aira.
"Mereka itu, Keyla, Gia dan Grace," jawab Tiana datar.
Aira mengangguk mengerti. "Aku hanya takut berurusan sama orang kaya. Takut berimbas sama beasiswa aku."
Kekhawatiran Aira sangat dimengerti oleh Tiana.
"Jangan khawatir. Kampus ini tidak memandang kaya dan miskin. Jika elu berprestasi dan berkelakuan baik. Mereka akan tetap mempertahankan elu kok," jelas Tiana menenangkan kekhawatiran Aira.
Dari sanalah awal persahabatan mereka.
(Flashback end).
Pukul 15.22. Aira sampai rumah. Wajah lelah sangat terlihat. Ia sedikit lemas. Itu dikarenakan ia tengah haid.
"Sayang ... Kamu, sudah pulang?" sebuah suara lembut menyapanya.
"Assalamualaikum, Ma. Iya Aira baru pulang," ujar Aira memberi salam dan mencium tangan wanita setengah baya yang masih cantik itu.
"Wa'alaikum salam. Ya, sudah. Sana ke kamarmu. Sepertinya kamu lelah sekali," ujar Linda setelah mencium pucuk kepala menantu kesayangannya.
"Iya Ma. Aira ke kamar ya. Mau bersih-bersih badan. Lengket," ujarnya sambil berlalu setelah mendapat anggukan dari mertuanya.
Linda menatap punggung menantunya yang berjalan menaiki tangga. Setelah, itu ia pergi menuju dapur untuk memasak makanan untuk nanti malam.
Bersambung.
Oh ... begitu toh. Next nggak nih?
kok rasa'a sedih bgt ya merasakan apa yg dirasakan reena...
jgn sampai jaka kehilangan kedua'a...
dr qwal kenal tania bukan'a gercep,,sdh ditikung ken baru bingung sendiri,,
tdk bisakan sinta spt linda mama'a devan yg tdk memandang status???
jgn sampai jaka menyesal jika reena kehilangan semangat memperjuanhkan cinta'a,,
reena sbg wanita sdh berusaha mengungkapkan cinta'a buat jaka...
enak bgt jadi devan,menyakiti semaua'a sendiri dan memperlakukan aira spt ydk ada harga diri'a...
gimana kepiye to kihhh???
banyak part-part yang seharusnya ditulis tapi malah dihilangkan, jadi kurang ngena cerita nya