NovelToon NovelToon
Bosku Duda Arogan

Bosku Duda Arogan

Status: tamat
Genre:Tamat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor / Romansa
Popularitas:2.3M
Nilai: 4.9
Nama Author: dtyas

“Bapak… selain mesum, juga nyebelin, ngeselin, rese, arogan dan sudah tua -- dewasa --. Pokoknya semua Bapak borong,” teriak Ajeng.

“Tambahkan, tampan dan membuat kamu jatuh cinta,” sahut Gentala.

Ajeng berada di dalam situasi disukai oleh rekan kerjanya yang playboy, berusaha seprofesional mungkin karena dia membutuhkan pekerjaan ini. Siapa sangka, Gentala – GM baru – yang membuat Ajeng kesal setengah hidup sejak pertama bertemu berhasil menolong gadis itu dari perangkap cinta sang playboy.

Namun, aksi heroik Gentala malah berubah menjadi bencana ...!


===
IG : dtyas_dtyas

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 21 ~ Ulah Apa?

Gentala

 

Aku sudah mengenakan celana panjang dan kemeja walaupun hanya dengan mengancingkan asal. Papi dan Mami duduk bersisian di sofa menatap ke arah aku dan Ajeng. Aku menghembuskan nafas kesal, saat lagi-lagi Ajeng memukul tanganku dengan wajah cemberutnya. Kami duduk di tepi ranjang, seperti siswa yang kedapatan melakukan kesalahan dan sedang diinterogasi oleh kesiswaan.

“Jadi apa yang kalian lakukan?”

“Tidur,” jawabku.

Ajeng masih menunduk dan memainkan jarinya.

“Ajeng, kamu benar tidak ingat apapun?” tanya Mami.

Kali ini dia tidak terlihat bar-bar, lebih cute dan menggemaskan dengan keadaan resah dan takut. Hanya bisa menggelengkan kepala saat menjawab pertanyaan Mami.

“Semalam, kamu temani Papi sampai selesai dan seingat Papi kita sempat minum tapi dia,” tunjuk Papi pada Ajeng. “Sebenarnya ada apa?”

Aku kembali emosi mengingat kejadian semalam, bahkan sampai mengusap kasar wajahku. Setelah mendengar informasi Ajeng pergi dari tempat acara bahkan naik ke atas dengan tujuan kamar Fabian. Aku semakin yakin kalau korban yang dimaksud Fabian adalah Ajeng dan obat yang disebutnya sudah pasti untuk Ajeng.

Benar saja, informasi berikutnya Ajeng tidak sadarkan diri saat hendak membuka pintu kamar Fabian. Aku lega saat mendapatkan kabar, Ajeng sudah berada di kamarku dalam keadaan tertidur. Pria yang tadi mengawasi Ajeng saat ini aku tugaskan mengawasi Fabian.

Benar saja, Fabian panik saat tidak menemukan Ajeng di kamarnya. Raut wajahnya terlihat gundah saat kembali ke acara.

“Fabian,” panggilku menghampirinya.

“Iya, Om.”

“Mana Ajeng?”

“Aku tadi minta tolong tapi … sepertinya dia pulang. Seharusnya aku tidak paksa dia ikut, dia kurang suka acara begini. Waktu di kediaman Ayah Kris juga dia tiba-tiba menghilang tahunya pulang,” tutur Fabian dan rasanya aku ingin mendaratkan kepala tanganku pada wajah tidak bersalahnya.

“Kamu yakin?”

Fabian mengernyitkan dahinya.

“Tentu saja, tadi aku hubungi tidak dijawab,” jawab Fabian.

Aku menyentuh bahu Fabian dan berkata, “Kehadiranmu di Go TV memang memberikan warna tapi itu tidak menjadi alasan kuat untuk Papi menyerahkan Go TV padamu atau keluargamu dan muai besok urusanmu dengan Ajeng hanya murni urusan kerja. Jangan pernah lagi berusaha dekat selain masalah pekerjaan.”

Aku kembali menepuk bahunya dan berlalu.

“Kenapa begitu? Aku berhak mencintai wanita manapun, mengapa harus ikut apa kata Om Yasa.”

“Karena aku bisa saja menyampaikan rencana busukmu untuk mendapatkan Ajeng pada keluarga besar Yasa.

“Maksud Om?”

Aku terkekeh karena Fabian ternyata tidak secerdas dugaanku.

“Apa perlu aku lampirkan bukti video dari cctv kalau Ajeng menuju kamarmu dan siap kamu eksekusi setelah dia tidak sadar karena pengaruh obat?”

“Om … aku….”

Aku meninggalkannya, semakin lama berhadapan dengan Fabian rasanya ingin sekali aku lemparkan dia ke jalan.

Saat acara selesai dan aku pamit istirahat karena dilanda kantuk dan kepala agak berat. Aku tidak mabuk, masih sepenuhnya sadar walaupun sempat minum menemani Papi. Saat tiba di kamar, aku menatap gadis yang terlelap di atas ranjangku.

 “Gentala,” pekik Papi menyadarkan kembali lamunanku. “Apa rencanamu? Tidak mungkin kalian keluar dari sini seakan tidak terjadi apapun. Papi sedang dalam sorotan media, hal begini akan dijadikan makanan empuk oleh pencari berita.”

“Kamu bilang tidur tapi leher Ajeng kayak gitu,” tambah Mami.

Aku menatap Ajeng yang sedang menatapku heran.

“Tanggung jawablah,” ujar Papi.

“Hm.”

“Ajeng, bisa hubungi orang tuamu. Kita harus bicarakan kelanjutan dari kejadian ini.”

“Kenapa harus bicara dengan orang tuanya, Tante? Saya dan Pak Gentala nggak ngapa-ngapain kok.”

“Gentala akan bertanggung jawab, kamu tidak usah khawatir,” cetus Papi.

“Bertanggung jawab apa , Pak?” Ajeng kembali bertanya setelah menatap Mami dan aku bergantian.

“Menikah, Gentala akan menikahimu,” jawab Mami.

Aku bersedekap menunggu respon si gadis pecicilan yang saat ini dalam mode nyali ciut bagai anak kucing yang butuh perlindungan induknya.

“Owh, nikah,” sahutnya santai. “Eh, nikah. Maksudnya saya dan Pak Genta ….”

“Iya, kalian akan menikah,” jawab Papi.

“Kamu punya pacar atau bertunangan?” Mami mulai bertanya lebih jauh, gadis itu hanya menggelengkan kepala.

“Kamu hubungi orang tuamu minta datang kemari dan perbaiki penampilan kalian.”

“Tapi Pak Kris, ini salah paham. Semua tidak seperti yang Pak Krisna dan tante pikirkan. Saya dan Pak Genta nggak macam-macam, sumpah.” Gadis itu mencoba meyakinkan Papi dan Mami, aku ingin sekali menyeretnya ke toilet dan meminta dia bercermin. Mana mungkin orang akan percaya kami tidak macam-macam kalau kondisinya kacau.

“Gentala,” ujar Papi. Aku beranjak dan meraih siku lengan kiri Ajeng.

“Hubungi orang tuamu,” titahku. Papi dan Mami pun meninggalkan kami.

“Nggak. Pak Genta masih waras ‘kan? Kenapa bisa kita tiba-tiba harus menikah kayak di grebek aja, padahal terjadi sesuatu juga nggak.”

Akhirnya aku mengajaknya ke toilet, lebih tepatnya menarik paksa karena dia terus berontak. Saat berhadapan dengan cermin, Ajeng terbelalak dan menjerit. Aku masih berdiam diri tepat di belakang tubuhnya.

“Pak Genta katanya nggak macam-macam, kenapa banyak tanda di leher saya sih.”

“Bukan hanya leher,” sahutku sambil menatap ke bagian depan tubuh Ajeng mesmipun lewat cermin.

Dia kembali membelalak dan menyilangkan kedua tangannya di dada.

“Itu sebagai tanda ucapan terima kasih karena aku sudah menyelamatkan masa depan kamu,” ujarku pada Ajeng.

“Masa depan apa, justru kalau saya menikah dengan Pak Genta tandanya masa depan saya suram, kelam dan kelabu.”

Kalau saja orang kepercayaanku  tidak mengikutimu, sudah habis kamu digarap Fabian.

“Hubungi orang tuamu,” titahku sambi meninggalkannya sendiri di toilet.

“Dasar Genta, gilaaa!!”

Aku menggelengkan kepala. Hanya gadis itu yang berani menghina dan menghardik seorang Gentala Radinka Yasa. Semalam aku sudah minta informasi lengkap seorang Diajeng Sekar Ayu. Setelah membaca sebagian informasi, aku semakin ingin segera menikahinya.

...***...

Diajeng Sekar Ayu.

 

Entah apa yang terjadi semalam, yang jelas aku tidak merasakan sakit di area bawah yang katanya akan perih dan menyakitkan kalau melakukan hal itu untuk pertama kalinya.  Sprei yang membalut ranjang di mana aku dan Pak Gentala tidur tidak ada noda apapun. Bisa disimpulkan tidak ada yang terjadi semalam, kecuali bibir Pak Gentala yang sudah bertandang meninggalkan jejak di leher dan kedua bahuku.

Wajar saja aku menyebutnya Om c4bul, lihat saja ulahnya.

Aku sudah berganti gaun dengan blouse dan celana panjang setelah membersihkan diri. Entah siapa yang memilih pakaian untukku, yang jelas ini terlihat cocok dengan diriku dan harganya pasti mahal. Aku tahu dari merk dan paper bagnya.

Saat ini kami sudah berada dalam ruang pertemuan, Pak Genta duduk di samping kedua orangtuanya. Aku hanya bisa menunduk malu, karena Pak Krisna dan istrinya menyaksikan bagaimana leherku belang-belang.

“Ajeng, kamu buat ulah apa?” aku menoleh ke arah pintu. Ibu sudah berteriak padahal baru melewati pintu.

Aku menghela nafas pelan.   Ayah, Ibu juga Kak Tony datang diantar oleh Pak Anton.

“Loh, ini bukannya Pak Krisna Adi Yasa yang mencalonkan jadi wagup ya?” tanya Ayah.

“Selamat pagi Pak Javas, benar saya Krisna.”

Aku tidak menyangka, orang sehebat Pak Krisna mau menyapa dan menyalami kedua orang tuaku yang saat ini terlihat seperti kebingungan.B

“Maaf kami sudah meminta kalian datang ke sini, karena ada hal yang perlu kita bicarakan.” Tante Malea memang istri idaman, suaranya lembut dan cantik. Memang cocok bersanding dengan Pak Krisna.

Plak.

“Aduh, Ibu apaan sih.” Aku memekik sambil mengusap lengan yang dipukul Ibuku.

“Buat ulah apa kamu sama mereka. Mereka orang terkenal dan kaya, bikin malu saja.”

Ibu sudah mengoceh padahal belum tahu permasalahannya, ditambah dengan menoyor kepalaku.

 

1
Shanty Yuniawati
Luar biasa
Nurul Faridha
mana lanjutanya
Mayyuzira
hahahaha good Ajeng👍
Mayyuzira
betul kampret jgn dipercaya
Mayyuzira
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Mayyuzira
hahahaha boleh tuh dijual di tv ikan terbang,judulnya kan komersil kali,gaji yg tertukar🤣🤣🤣🤣
Mayyuzira
😂😂😂😂
Mayyuzira
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Mayyuzira
🤣🤣🤣🤣🤣
Mayyuzira
cekek aja jeng
Mayyuzira
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/ akhirnya muncrat juga ketawaku jeng
Mayyuzira
aku suka ceritamu Thor,bahasanya lugas
Mayyuzira
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Tuti Irfan
emng iya Ajeng bener banget 🤣
Aprak Aprakan
langsung sat set.👍👍
Arieee
Luar biasa
Arieee
mantap 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣👍👍👍👍👍👍
Arieee
bunga bangkai 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Arieee
kasian si Ajeng sial Mulu🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Sintia Dewi
bisa gitu mau marah nunggu istri mood dimarahin wkwkwk ajeng2 ada2 aja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!