Nadia adalah cucu dari Nenek Mina, pembantu yang sudah bekerja di rumah Bintang sejak lama. Perlakuan kasar Sarah, istri Bintang pada Neneknya membuat Nadia ingin balas dendam pada Sarah dengan cara merebut suaminya, yaitu Majikannya sendiri.
Dengan di bantu dua temannya yang juga adalah sugar baby, berhasilkah Nadia Mengambil hati Bintang dan menjadikannya miliknya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Terjadi pedebatan sengit antara Bintang dan Sarah. Sarah yang mengadu tentang mertua yang memarahinya karena belum juga punya keturunan malah tidak mendapat pembelaan dari suaminya. Bintang justru sangat setuju dengan Ibunya, dia juga sudah tidak sabar untuk memiliki anak seperti teman-temannya yang lain. Hal itu membuat Sarah marah dan tidak terima.
“Bukannya sejak awal kita sudah membuat perjanjian kalau aku mau punya anak kalau aku sudah siap” kata Sarah mengingatkan Bintang tentang perjanjian mereka sebelum menikah yang di setujui bersama waktu itu.
“Tapi ini sudah terlalu lama, Sarah. Mama tidak salah kalau di sudah sangat menginginkan cucu” kata Bintang membela Ibunya.
“Tapi aku belum siap, sayang. Masih banyak hal yang ingin aku dapatkan. Aku masih ingin rancanganku bisa di pakai model luar negeri, aku....”
“Berapa lama lagi...? aku harus menunggumu berapa lama lagi sampai kau siap melahirkan anak untukku. Aku juga ingin ada anak kecil yang berteriak memanggilku Papa di tengah kerumunan orang, aku juga ingin punya teman bermain saat kau sibuk dengan pekerjaanmu. Aku juga ingin punya anak, Sarah. Bukan hanya Mama yang menginginkannya, aku juga sangat menginginkannya” suara Bintang terdengar sangat pasrah. Ini adalah pertama kalinya Sarah melihat Bintang sepasrah ini.
“Bukan hanya satu, aku ingin banyak. Aku ingin suara mereka memenuhi rumah ini. Aku ingin rumah ini menjadi hidup dan ramai karena mereka berlarian kesana kemari”
Sarah menutup telinganya membayangkan suara keributan anak kecil mengelilinginya.
“Stop, aku mohon. Jangan di lanjutkan” kata Sarah. Dia bisa melihat dengan jelas raut wajah kecewa yang di tunjukan Bintang. Dia mengambil jurus mautnya untuk meluluhkan hati suaminya
“Sayang” Sarah mendekat, dia memeluk Bintang dan tangannya meraba lembut dada bidang suaminya.
“Sebentar lagi, aku akan memberimu banyak anak. Tapi tunggu sebentar lagi, yah” Sarah mulai mencium lembut bibir Bintang. Hatinya tersenyum saat Bintang membalas ciuamannya.
Setelah ciuman itu semakin panas dan penuh gairah, Bintang mengambil alih permainan. Dia mendorong tubuh istrinya ke atas tempat tidur dan mulai menyerangnya. Bintang mengeluarkan semua kekesalannya pada Sarah dengan bermain sedikit agresif malam itu, terlepas dari itu, dia juga sangat menikmatinya.
Sarah tumbang setelah Bintang menghajarnya tanpa ampun, dia bahkan tidak punya kekuatan untuk sekedar membersihkan dirinya hingga dia terlelap dengan keadaan lengket dan tapa busana.
“Kenapa kau sangat egois, Sarah. Apa karena aku sangat mencintaimu, apa kau tidak berfikir aku bisa saja berhenti mencintaimu dan melepaskanmu” kata Bintang mengelus lembut rambut istrinya yang sudah tidak berdaya itu.
“Ini bukan hanya tentang memiliki anak, tapi juga perhatian. Kau sama sekali tidak melakukan peranmu sebagai seorang istri. Aku semakin kecewa padamu, Sarah”.
Bintang bangkit dari tempat tidurnya, dia membersihkan dirinya di dalam kamar mandi cukup lama. Bintang lalu tertidur di bawah selimut yang sama dengan istrinya.
“Sialan....” kata Sarah begitu bangun dan mendapati tubuhnya bau amis. Dia berlari ke kamar mandi tanpa busana.
“Bersihkan kamarku, aku tidak mau saat aku pulang ada bau tidak enak. Ganti semua seprei dan gorden, lap semua perabot yang ada di kamar. Jangan sampai aku mendapati debu sedikitpun.” Perintah Sarah yang tidak terbantahkan.
“Baik, Nyonya” jawab Tuti sambil menunduk tidak berani mengangkat kepalanya menatap Sarah. Entah ada hal apa yang membuat sarah sangat marah pagi ini hingga membuat dua pembantu yang baru ketakutan dan tidak berani menampakkan diri mereka.
Hal yang sama bukan hanya terjadi di rumah, di butik pun Sarah memarahi semua karyawannya walaupun tidak ada yang salah dengan pekerjaan mereka.
“Tinggalkan aku sendiri” katanya pada asistennya yang mengkutinya sampai di dalam ruangannya.
“Brengsek” katanya menghamburkan semua kertas di atas meja hingga berserakan.
“Anak, bukan hanya satu tapi banyak” katanya mengingat pembicaraannya semalam dengan Bintang. Rupanya Sarah kesal karena Bintang sudah mulai meminta tanggung jawabnya sebagai istri. Padahal, Sarah sama sekali tidak pernah berfikir untuk punya anak.
“Ada apa, Sarah? Kenapa kau mengamuk, siapa yang berani membuat mu marah?” seorang wanita paruh baya tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam ruangannya, Sarah berbalik dan melihat Ibunya sedang berdiri mengamati kertas-kertas berserakan di atas lantai.
“Ma...” Wanita paruh baya yang baru masuk adalah Lidya, ibu Sarah Diandra.
Lidya berjalan sambil menginjak kertas yang berserakan tidak perduli seberapa kerasnya karyawan Sarah bekerja untuk memperlihatkan kertas-kertas laporan dan rancangan itu pada Sarah.
“Kenapa sayang?” tanya Lidya yang sudah duduk manis di sofa, Sarah lalu ikut duduk di samping Ibunya.
“Kemarin nenek tua itu datang ke rumah”
“Aisyah?” tebak Lidya, tanpa Sarah menjawabpun, Lidya yakin tebakannya benar.
“Kenapa, apa yang dia katakan sampai membuatmu mengamuk”
“Dia minta cucu, Ma. Dan yang paling membuatku kesal, Bintang juga mendukung Mamanya. Dia juga minta anak. Dan Mama tahu, dia mau banyak anak, Ma. Banyak” kata Sarah dengan berapi-api. Jangankan banyak, satu saja Sarah akan berfikir berkali-kali untuk mau melahirkannya.
“Lalu apa masalahnya” Lidya dengan santainya bertanya. Tapi memang benar, apa masalahnya. Dia seorang istri dan suaminya menginginkan anak, apa masalahnya.
“Mama lihat, aku sibuk. Aku juga tidak mau merusak tubuhku yang aku rawat dengan susah payah ini hanya untuk melahirkan anak. Aku tidak mau” katanya.
“Kau bisa mengembalikan bentuk tubuhmu seperti semula ketika sudah melahirkan, itu bukan sebuah alasan, Sarah” kata Lidya.
“Tapi aku tidak mau, Ma. Muntah, tidak punya nafsu makan dan kesakitan setiap waktu. Aku tidak punya waktu merasakan itu semua, Ma. Aku sibuk mengejar karier dan mimpiku” elak Sarah yang seolah membenarkan dirinya yang tidak ingin melahirkan anak dari rahimnya sendiri.
“Bagaimana kalau suamimu sangat menginginkannya tapi kau tetap tidak bisa?” pertanyaan Lidya membuat Sarah terdiam, tapi seketika itu juga dia tersenyum angkuh.
“Dia sudah bertekuk lutut di bawah kakiku, dia tidak akan mengorbakan aku hanya demi seorang anak” dengan sombongnya Sarah mengatakan bahwa Bintang tergila-gila padanya.
“Jangan salah, sayang. Laki-laki yang sangat mencintai pun akan pergi kalau dia sudah kecewa”
“Hahahaa... dia tidak akan bisa pergi dariku, Ma. Hanya aku yang bisa memberinya kepuasan. Dia bukan hanya jatuh cinta pada wajahku, tapi juga tubuhku. Dia tergila-gila dengan tubuhku. Dia tidak akan bisa kehilangan tubuhku”
“Tentu saja karena kau istrinya. Jangan jumawa, Sarah. Di luar sana banyak gadis yang lebih muda darimu, yang cantik dan siap memberikan anak untuknya. Jangan sampai kau menyesal ketika dia sudah lelah meminta anak darimu” Lidya menasehati anaknya, tapi sayangnya Sarah terlalu sombong.
Dia selalu berfikir bahwa Bintang hanya tergila-gila pada dirinya saja. Dia tidak tahu kalau saat ini ada wanita lain yang sudah mengisi separuh hati suaminya. Seorang wanita muda yang cantik yang akan siap bersaing dengannya.