Apakah masih ada cinta sejati di dunia ini?
Mengingat hidup itu tak cuma butuh modal cinta saja. Tapi juga butuh harta.
Lalu apa jadinya, jika ternyata harta justru mengalahkan rasa cinta yang telah dibangun cukup lama?
Memilih bertahan atau berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ipah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Drama amplop
Setelah cukup lama beradu mulut, dan berhompimpa, akhirnya yang berkesempatan untuk membuka amplop besar itu adalah Doni.
"Nah, apa aku bilang. Yang besar itu bagiannya laki-laki." ucapnya sambil meraih amplop itu.
Siska yang berada di dekatnya memvideo apa yang dilakukan suaminya.
"Unboxing amplop sumbangan yang besar dulu guys. Kira-kira isinya berapa juta ya?" ucap Siska sambil tersenyum lebar. Di ikuti oleh suami dan mertuanya yang juga tersenyum.
Tak berselang lama, senyum di wajah mereka mulai meredup ketika melihat isi dari amplop itu.
Mereka pikir ketika merobek amplop itu akan langsung menemukan lembaran uang merah di dalamnya. Ternyata tidak.
Karena isinya kardus kotak bekas salep yang di susun rapi.
"Apa ini? Ngga niat banget menyumbang. Masa amplop tebal isinya kardus doang." gumam Doni kesal.
Sekian detik matanya membulat, melihat sesuatu yang terselip diantara tumpukan kardus itu.
"Cuma dua puluh ribu?" seru Doni sambil mengangkat tinggi-tinggi selembar uang berwarna hijau itu.
Siska dan Bu Mirna melotot tak percaya. Karena hal itu sangat jauh dari ekspetasinya.
Bayangkan, amplop besar isinya cuma dua puluh ribu saja!
Doni pun membaca deretan tulisan yang ada di kertas tersebut.
"Selamat menempuh hidup baru mas Doni. Semoga uang sumbangan ku cukup untuk menghidupi keluargamu. Mala."
Doni begitu terkejut ketika selesai membaca surat itu.
"Siapa Mala mas?" tanya Siska yang tidak tahu apa-apa.
"Dia, dia hanya wanita cacat yang mengemis cinta padaku sayang. Tentu saja aku menolaknya, dan lebih memilih kamu." dusta Doni dengan suara yang sumbang.
Siska percaya dengan perkataan suaminya. Ia pun memeluk lengan suaminya, dan menyandarkan kepalanya di sana, sambil mengucapkan terima kasih.
Sedangkan Doni dan ibunya mukanya sudah merah padam. Karena rahasia mereka terungkap dengan mudahnya.
Doni mengambil handphone yang diletakkan Siska disampingnya. Ia menghubungi nomor istrinya, namun lima kali ia menelpon, tetap tak ada jawaban.
Pasangan ibu dan anak itu takut jika Mala mengetahui semua ini, lalu tidak mau lagi mengirimkan sejumlah uang yang diminta kemarin.
Padahal semua biaya pernikahan totalnya mencapai seratus juta. Sedangkan Doni dan ibunya tidak memiliki uang sebanyak itu.
Hanya mengharap uang dua ratus juta yang diminta kemarin. Dan katanya Mala akan segera menghubunginya jika uang itu sudah di ambil.
'Tapi setelah Mala melihat kenyataan yang ada, apakah wanita itu tetap akan memberikan uang? Darimana dia tahu semua ini?' batin Doni dan ibunya dengan penuh tanda tanya.
"Ayo mas, di buka lagi saja amplop yang lainnya. Kita tidak usah memikirkan wanita cacat itu." ajak Siska dengan penuh semangat. Ia pun meraih satu amplop dan membukanya.
"Hah, sepuluh ribu?" Siska membulatkan matanya tak percaya sambil memperlihatkan dua lembar uang warna cream.
"Ada-ada saja itu orang." ucap Bu Mirna sambil geleng-geleng kepala. Lantas ia pun membuka satu amplop kecil berwarna putih.
"Nih, biasanya amplop kecil itu isinya justru banyak. Ngga seperti amplop besar yang isinya justru sedikit." ucapnya, lalu merobek bagian pinggir dan mengeluarkan isinya.
"Lima ribu?" ucapnya sambil melotot tak percaya.
Siska dan Doni terkekeh bersamaan.
"Tega sekali bu Dyah, nyumbang ke aku cuma lima ribu. Awas kalau dia nanti punya hajat. Bakal aku kasih amplop kosong. Biar tahu rasa dia." maki bu Mirna lagi dengan sangat kesal.
Selama membuka amplop, mereka terus menggerutu. Karena amplop itu rata-rata isinya mulai dari lima ribu sampai tiga puluh ribu.
Dan yang menyumbang tiga puluh ribu itu pun hanya satu orang, yakni bu RT saja.
"Ternyata tetangga ku pada miskin semua. Nyumbang saja recehan. Tapi gayanya selangit. Menghabiskan makanan di rumah ku pula. Awas mereka semua. Jika mereka punya hajat, aku akan membalas sepuluh kali lebih menyedihkan dari ini." sungut Bu Mirna.
Wajahnya merah padam, dan dadanya naik turun karena begitu menahan rasa jengkel.
"Benar bu. Kalau mereka punya hajat, sebaiknya ibu tidak usah membantu mereka masak atau yang lainnya."
"Yah, kamu benar Doni." Bu Mirna mengangguk sambil tersenyum sinis.
"Lalu bagaimana kita akan membayar semuanya?" ucap bu Mirna mengingatkan permasalahan pada anaknya.
"Mas, memangnya kamu tidak punya uang untuk membayar?" tanya Siska yang belum tahu masalah keluarga.
"Tidak punya." ucap Doni cepat.
"Punya." ucap Mirna.
Pasangan ibu dan anak itu menjawab bersamaan. Tapi berbeda kata. Sehingga membuat Siska memandang ke arah mereka dengan bingung.
Buu Mirna dan Doni beradu pandang, karena masing-masing merasa kukuh dengan pendapatnya.
Bu Mirna berkata jujur, karena ingin Siska membantunya membayar total biaya pernikahan.
Sedangkan Doni malu jika sampai Siska tahu jika dirinya kini sedang tidak punya uang.
"Yang benar yang mana sih mas? Kok aku bingung." ulang Siska lagi, menatap dua orang yang tengah mengedip-ngedipkan mata.
. y.. benar si kata Mahes klo pun hamidun lg kan ada suami yg tanggung jawab,... 😀😀😀
alhmdulilah akhirnya, Doni dan Siska bisa bersatu, nie berkat mbak ipah jg Doni dan Siska menyatu... d tunggu hari bahagianya... 🥰🥰🥰👍👍👍
tebar terus kebaikanmu... Siska, bu Mirna dan Doni syng padamu, apalagi Allah yg menyukai hambanya selalu bersyukur... 😘😘😘😘
nie yg akhirnya d tunggu, masya Allah kamu benar 2 sudah beetaubat nasuha, dan kini kamu bahkan membiayai perobatan bu Mirna dan jg menjaganya... tetaplah istiqomah Siska... 👍👍👍😘😘😘