SRI

"Ups,,, aku pikir ibu sudah tau. Itu,,, beberapa hari yang lalu toserba terkena masalah karena---"

"Karina, hentikan!" belum sempat Karina melanjutkan ucapannya, Regan menghentikan ocehan istrinya dengan nada yang terdengar cukup tinggi dan wajah penuh marah, matanya memerah dan pandangannya terlihat sungguh mengerikan pagi itu menatap tajam ke arah Karina yang seketika menutup mulutnya rapat rapat, dia tidak mengira jika Regan akan berani memarahi dirinya di depan sang ibu, karena selama ini dia selalu bersikap manis jika di depan sang ibu.

"Regan,,,! Siapa yang mengajari mu untuk bersikap kasar pada wanita? Ingat, istri mu itu sedang hamil!" Bela Sari atas sikap kasar putranya pada sang menantu, membuat Karina sontak merasa mempunyai tameng yang tepat, drama pagi ini pun segera di mulai.

Dengan mata berkaca kaca dan raut wajah di buat se sedih mungkin Karina mendekat ke arah Sari, "tidak apa-apa bu, mungkin Regan sedang banyak pikiran. Maaf aku pikir ibu tau masalah tentang toserba, namun sepertinya Regan sengaja merahasiakan hal itu karena khawatir dengan kesehatan ibu." Ujar Karina dengan nada bicara yang di buat memelas, bak istri teraniaya.

"Karina, ibu minta kamu ceritakan semua yang terjadi. Dan kamu, tunggu di luar sampai kami selesai berbicara, tidak boleh pergi kemana pun sebelum ibu dan Karina selesai berbicara." Tegas Sari yang biasanya selalu berkata lemah lembut pada putranya itu.

"Tapi bu," protes Regan saat sang ibu mengacungkan jari telunjuknya seraya mengusirnya dari kamar karena Sari menginginkan berbicara empat mata dengan Karina.

Namun nyatanya, meski dengan berat hati akhirnya Regan terpaksa keluar dari kamar dan membiarkan mertua dan menantu itu berbicara tanpa dirinya. Di ruang tengah Regan tampak gelisah, beberapa kali pria itu menatap pintu kamar yang di tempati sang ibu yang tertutup rapat, entah apa yang saat ini dua wanita yang sempat berarti dalam hidupnya itu, oh tidak tidak,,, hanya Sari yang masih berarti dalam hidup Regan, tidak dengan Karina, saking berartinya Sari untuk dirinya sampai membuat Regan kini di landa kecemasan yang luar biasa, sungguh dia takut jika Karina berbicara hal yang tidak tidak pada ibunya dan membuat kondisi ibunya kembali drop.

Ah, rasanya ingin sekali Regan menempelkan telinga di daun pintu menguping pembicaraan mereka diam diam, atau bahkan mendobrak pintu kamar yang tertutup itu agar percakapan dua wanita itu berhenti sampai di sana saja, namun nyatanya Regan hanya bisa diam menunggu dalam resahnya, sambil menebak nebak hal apa saja yang Karina sampaikan pada sang ibu.

*

Tepat satu minggu sudah Regan tidak pernah datang lagi ke apartemen, bahkan tidak ada kabar berita darinya, membuat Sri terlarut dalam kesedihan dan penantian tanpa kepastian. Pikiran buruk untuk Regan sempat terbersit di kepala wanita muda itu, "ah, laki laki semuanya memang sama saja, setelah mendapatkan yang dia mau lantas pergi menghilang begitu saja," cibir Sri bermonolog dengan dirinya sendiri setelah merasa putus asa karena Regan tidak kunjung datang menemuinya.

Namun tiba tiba, ting nong,,,

Suara bel apartemennya berbunyi, jelas itu bukan Regan, karena jika yang kekasihnya yang datang dia akan langsung masuk tanpa membunyikan bel.

Dengan enggan Sri bangkit dari kursi malasnya, meletakan ponsel yang setiap hari setia menemaninya mengisi kesepiannya.

Saat pintu terbuka, Sri kaget bukan main, bahkan dirinya sampai diam mematung dan tidak mampu berkata apa-apa saking gugupnya saat berhadapan dengan tamu yang kini memandanginya di muka pintu apartemennya.

"Boleh kita bicara?" tanya wanita yang datang bertamu dengan wajah datar nyaris tidak menampakkan ekspresi apapun pada Sri yang menjadi lawan bicara sekaligus sebagai tuan rumah.

"S-silahkan," Sri mengangguk lantas mundur satu langkah dan memiringkan tubuhnya seraya memberi jalan pada tamunya untuk masuk.

"Aku tidak ingin berbicara panjang lebar, kedatangan ku ke sini hanya ingin meminta pada mu untuk menjauh dari putra ku. Tolong jangan ganggu kebahagiaan rumah tangga putra ku, apalagi dalam waktu dekat akan ada anak di antara mereka." Tegas Sari to the point dan menatap tajam tepat ke arah sorot mata ketakutan Sri yang tampak jelas saat itu.

"T-tapi,,,"

"Sebutkan berapa yang kamu mau, agar kamu pergi sejauh mungkin dari putra ku?" sambar Sari memotong ucapan Sri yang terdengar bergetar akibat ketakutan bercampur sedih.

Sungguh Sri tidak mengira jika Sari akan datang mendatanginya di tempat ini, dan mengalami situasi bak adegan sinetron yang sering di tontonnya saat di desa, dimana pemeran utama wanita di datangi calon ibu mertuanya lalu di minta untuk meninggalkan putranya dengan iming iming uang, namun sayangnya ini bukan adegan sinetron, namun benar benar terjadi nyata di kisah kehidupannya yang terasa bak rollercoaster yang penuh dengan adegan menegangkan sekaligus membuat ketakutan bukan main.

Tersiksa dengan rasa rindu ingin bertemu dengan Regan selama satu minggu ini di tambah siksaan pikiran pikiran buruk yang berada di otaknya sepertinya tidaklah cukup untuk mengujinya, kini Sari datang memintanya untuk pergi dari kehidupan pria yang telah sangat di cintainya itu dengan tawaran uang seperti sengaja menghina dirinya.

'Apakah ini hukuman mencintai suami orang, Tuhan?' Ratap Sri dalam batinnya pilu.