Aluna terpaksa harus menikahi seorang Pria dengan orientasi seksual menyimpang untuk menyelamatkan perusahaan sang Ayah. Dia di tuntut harus segera memiliki keturunan agar perjanjian itu segera selesai.
Namun berhubungan dengan orang seperti itu bukanlah hal yang mudah. Apa lagi dia harus tinggal dengan kekasih suaminya dan menjadi plakor yang sah di mata hukum dan Agama.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Baca terus ya, semoga suka! Dan maaf jika cerita ini agak kurang mengenakkan bagi sebagian orang🙏
Warning!
"Ini hanya cerita karangan semata. Tidak ada niat menyinggung pihak atau komunitas mana pun"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 - Terlena
Mata Luna mengerjap pelan, cahaya matahari sudah terang benderang saat dia terbangun dari lelapnya. Ternyata semalaman dia tertidur di sopa, sedang Dean dia sudah terbangun lebih dulu.
Ugh, rasa pengar sisa mabuk semalam masih dapat ia rasakan hingga ia malas hanya untuk sekedar mengangkat kepalanya.
Byur...
Suara air terhantam benda besar sedikit menarik pendengaran Luna, dia mengangkat kepalanya dan melihat menembus kaca yang memang langsung mengarah ke kolam renang.
Seseorang menarik diri dari dalam air dan duduk di tepi kolam renang dan ternyata itu adalah Dean.
Luna terpana melihat sosok Dean yang seperti bercahaya saat sinar mentari menerpa kulitnya yang basah. Deg... Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih kencang dua kali lipat dari biasanya.
‘Apa ini? Kenapa jantungku begini? Apa mungkin, aku padanya? Tidak, tidak tidak, itu tidak mungkin sadarlah Luna, sadarlah!’
Luna menepuk-nepuk pipinya pelan berusaha menyadarkan dirinya sendiri. Namun matanya tak ingin beralih dari sosok yang ia pandangi sejak tadi. Perasaan aneh hinggap begitu saja dihatinya, rasanya dia ingin lebih dekat pada Dean dan menyentuh kulitnya secara langsung.
“Haish, kenapa aku jadi begini? Argghh,” jeritnya pelan.
“Bangunlah, dan minuman obat penghilang mabuk,” ujarnya masih di tempat yang sama, dia tampak menengadahkan kepalanya membiarkan cahaya matahari menyinari wajahnya.
‘Sial, kenapa dia melakukan itu. Ahh, jantungku,’ batin Luna.
Kelakuan Dean membuat jantung Luna ketar-ketir apa lagi saat dia mengibaskan rambutnya yang basah, seakan aura ketampanannya meningkatkan hingga 99% secara tiba-tiba.
Dean menoleh dan mendapati Luna tengah menatap seolah tak berkedip padanya, “kau mesum,” hardiknya.
Luna sontak memalingkan wajahnya, “aku tidak mesum, aku hanya sedang melihat betapa cerahnya cuaca hari ini. Jangan berpikir berlebihan,” dustanya.
“Heh benarkah? Tapi semua isi otakmu terlihat jelas di wajahmu,” sinisnya.
Luna bangkit berdiri, “oh ayolah Dean, kau bukan cenayang yang bisa membaca isi pikiran orang lain, jangan selalu berpikir buruk tentangku,” Luna berdecak kesal, sambil menanggalkan selimut yang dikenakannya.
Dean mengangkat bahu ringan, “hanya kau yang tahu, tebakanku benar atau salah,” ucapnya seraya menceburkan diri kembali kedalam air.
“Ck, menyebalkan sekali.” Menyesal sudah rasanya Luna mengangguminya beberapa saat lalu.
Luna pun memutuskan untuk pergi membersihkan diri ke kamarnya.
Sinar mentari kian menyengat saat Luna selesai dengan ritual pribadinya. Dia turun kembali ke lantai bawah untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan sejak tadi. Bola matanya bergulir otomatis mencari sosok yang ingin dia lihat, siapa lagi jika bukan Dean. Entah mengapa Pria itu kini menjadi tontonan yang wajib ia lihat tatkala Luna berada di lantai bawah, aneh tapi itulah yang terjadi dan Luna tak dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Tampak Dean tengah berbaring di kursi tepi kolam renang dengan lengan sebagai bantalannya. Atensi Luna langsung terarah kesana, lupa sudah dengan niatnya turun dari lantai atas untuk mengisi perutnya.
“Langit begitu cerah hari ini, sepertinya musim panas akan segera tiba,” ucap Luna sembari membaringkan tubuhnya di samping tempat tidur Dean.
“Kau sudah makan?” tanya Dean.
“Emh, su-dah,” jawabnya, namun bertepatan dengan itu perutnya malah berbunyi membuka kebohongannya tepat satu detik setelah dia berbohong.
Cih. Dean berdecih sambil tertawa kecil, membuat jantung Luna lagi-lagi berdebar dibuatnya. Namun senyum tipis juga terbit di bibirnya, dia senang melihat tawa Dean ini benar-benar aneh kan, biasanya dia akan merasa kesal saat Dean mengejeknya tapi kali ini rasanya benar-benar berbeda.
‘Luna, apa kau menyukai Pria ini?’ batinnya bertanya.
‘Bukannya kau sudah memutuskan dalam hidup ini kau tidak akan menyukai siapapun. Apa kau ingin menjadi seperti Ayahmu yang kesepian sepanjang hidupnya hanya karena mencintai seseorang? Sadarlah Luna, apa lagi dia itu Dean Adiyasa orang yang paling tidak mungkin bisa membalas perasaan yang kau punya untuknya. Karena dia milik Jeff.’
Luna menghela nafas sembari membuang muka, “aih aku lupa aku memang belum makan apa-apa. Apa kau lapar?” Luna melempar pernyataan pada Dean.
“Tidak, aku sudah makan. Heh, bilang saja kau ingin aku memasak untukmu kan? Cih, jangan harap.”
Luna memutar bola mata malas, seraya berlalu.
“Ya sudah kalau tidak mau, aku juga bisa masak sendiri.”
Beberapa hari pun berlalu. Akhirnya Jeff pun pulang, jujur ada rasa tak rela saat Luna melihat Jeff kembali lagi ke rumah ini. Dia sudah terlena dengan kehidupannya beberapa hari lalu dimana hanya ada dia dan Dean berdua di rumah ini, hingga dia lupa bahwa sang pemilik pada akhirnya akan kembali juga.
“Hay Luna,” sapanya diiringi senyuman lemah. Sedang Dean hanya diam saja tanpa reaksi apa pun.
“Hay Jeff, bagaimana perjalananmu?” balasnya.
“Lumayan, badanku sakit semua. Sepertinya aku masuk angin,” keluhnya sambil meregangkan ototnya.
“De–,” baru saja Jeff ingin menyapa, Dean sudah berlalu lebih dulu, sepertinya kemarahan Jeff berpindah padanya sekarang.
“Bagaimana, apa berjalan lancar?” bisiknya.
“Hah, itu–,” Luna melirik punggung Dean yang sudah tak nampak lagi.
“Semoga kau cepat hamil Luna, aku juga ingin segera menjadi Ayah. Apa tidak papa jika aku juga menjadi Ayahnya?” tanyanya penuh harap.
“T-tentu, mengapa tidak. Kau dan Dean adalah pasangan, anakku akan menjadi anakmu juga,” Luna tertawa garing, Dean menyuruhnya untuk tidak mengatakan yang sebenarnya pada Jeff, bahwa sebenarnya mereka tidak melakukannya sama sekali.
‘Sejujurnya aku merasa tak enak karena berbohong padamu Jeff, tapi Dean yang menyuruhku, maaf.’ Batinnya.
“Terimakasih, aku sangat senang. Kalau begitu aku ke kamar dulu, aku ingin istirahat sebentar,” ujarnya, kemudian berlalu pergi.
Luna hanya menanggapinya dengan anggukan pelan.
wkwkwkwkwk
jadi ingat dulu pernah baca hubungan poliandri tahun 2019