S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5. MEMBANDINGKAN
Di sebuah pusat perbelanjaan elite di pusat kota, disitulah Ramon dan Bella berada saat ini. Usai mengisi perut, pria itu langsung memenuhi keinginan sang istri yang katanya ingin membeli pakaian khusus ibu hamil, untuk persiapan jika nanti perutnya sudah semakin membesar.
Namun, nyatanya bukan hanya pakaian ibu hamil yang dibeli oleh Bella. Wanita yang tengah hamil muda itu dengan senangnya berburu berbagai macam aneka tas yang tentunya dengan harga yang tidak murah.
Ramon hanya bisa mengikuti kemauan sang istri meski dirinya telah kerepotan membawakan beberapa buah paper bag yang berisi barang belanjaan Bella. Ia tidak mau sampai mood Bella tidak baik jika tidak menurutinya, yang akan bisa berakibat fatal pada kehamilannya. Maka ia harus memastikan jika istri keduanya itu selalu bahagia agar kandungannya pun sehat hingga melahirkan anak yang selalu diidamkannya selama ini.
Tak terasa Bella menghabiskan waktu lebih tiga jam hanya dengan sibuk memilih aneka tas keluaran terbaru dan membeli pakaian ibu hamil. Usai berbelanja mereka pun lekas menuju kasir untuk membayar semua barang belanjaan.
Ramon sedikit menghela nafas melihat struk belanjaan istrinya. Hanya membeli lima lembar pakaian ibu hamil dan dua buah tas, ia harus membayar senilai lima puluh juta rupiah. Bahkan jumlah itu lima kali lipat dari uang bulanan Elmira untuk kebutuhan rumah saja. Istri pertamanya itu jarang sekali membeli barang kebutuhannya sendiri, itupun terkadang ia yang membelikannya.
Elmira sangat pandai mengatur keuangan yang ia berikan. Dalam sebulan saja, jatah bulanan istri pertamanya itu kadang masih tersisa banyak. Tapi hari ini, ia harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya dalam sekali belanja. Namun, Ramon berusaha mengabaikan. Baginya ia akan melakukan apapun demi membuat wanita yang tengah mengandung keturunannya itu merasa bahagia. Ah, tanpa sadar ia jadi membandingkan Elmira yang sudah jelas tidak bisa memenuhi keinginannya seperti Bella.
"Terimakasih banyak ya, Mas. Aku senang sekali bisa membeli tas keluaran terbaru itu. Teman-temanku pasti akan merasa iri melihatnya." Ujar Bella dengan nada manjanya.
Ramon hanya tersenyum sambil memasukkan barang belanjaan istrinya kedalam bagasi.
"Mas, aku laper lagi. Kita makan ke restoran dulu yuk sebelum pulang. Elmira kan gak mau masak untuk kita." Rengek Bella sambil bergelayut manja di lengan suaminya.
"Iya, aku juga lapar. Tadi hanya makan sedikit." Ujar Ramon, lalu mengajak Bella masuk ke mobil. Dan seperti biasa, ia yang selalu memasang seat belt ditubuh istrinya itu. Hal yang jarang sekali dilakukannya bila bepergian dengan Elmira. Bukannya tidak mau, tapi Elmira selalu menolak dengan alasan bisa memasangnya sendiri. Sementara Bella, selalu menunggu suaminya itu yang memasangkan seat belt.
"Mas, kenapa kamu gak bilang sih dari awal kalau kamu sudah memberikan rumah itu sama Mira. Kalau tahu gitu, mending aku minta belikan rumah juga." Ucap Bella setelah beberapa saat mobil suaminya telah melaju. Wanita hamil itu mengerucutkan bibirnya persis seperti anak kecil yang sedang merajuk.
"Kenapa harus beli rumah lagi? Rumah itu saja sangat besar. Kalau kamu tidak suka dengan kamarnya. Nanti aku akan meminta orang untuk merenovasi." Ujar Ramon. Pria itu fokus pada jalanan didepannya. Ia tidak ingin sampai lengah dalam mengemudi yang bisa membuat mereka menjadi celaka. Terutama Bella yang sedang mengandung keturunannya.
"Aku gak mau serumah sama Mira. Mas liat sendiri kan gimana tatapannya sama aku? Dia itu gak suka sama aku. Gimana coba kalau Mira berusaha mencelakai aku? Mas gak khawatir jika terjadi sesuatu pada kandunganku?"
"Tentu saja aku khawatir. Tapi Mira bukan wanita yang seperti itu. Aku paham dia memang marah dan tidak bisa menerima keadaan ini. Tapi dia tidak sejahat itu untuk mencelakai orang. Aku tahu betul siapa Mira. Kami kenal bukan hanya satu atau dua tahun saja. Kami itu kenal dari kecil. Jadi sudah ya, jangan berpikir untuk meminta dibelikan rumah juga. Bukannya aku tidak mau membelikannya, tapi jika kita tinggal terpisah dengan Mira. Aku akan kesulitan membagi waktu. Belum lagi aku akan banyak pekerjaan di kantor, repot nanti jadinya kalau aku harus bulak balik. Sudahlah Bella, tidak perlu memikirkan Mira, aku akan pastikan jika dia tidak akan berbuat yang macam-macam padamu. Mira itu bukanlah tipe orang yang suka berbuat hal nekat." Ujar Ramon yang terkesan membela istri pertamanya itu. Dan itu membuat Bella menjadi kesal.
'Liat saja nanti, Mas. Didepan ku, kau akan memarahi Mira habis-habisan.' Batin Bella. Wanita hamil itu melempar tatapannya kearah jalanan disampingnya sambil memikirkan cara untuk membuat Elmira terlihat buruk di mata Ramon. Ia tidak rela jika perhatian Ramon masih tertuju pada Elmira.
.
.
.
Di sebuah restoran...
Lebih dari satu jam membicarakan banyak hal termasuk tentang untung rugi, rapat pun ditutup dengan penanda tanganan surat kontrak kerjasama antar perusahaan.
"Terimakasih Pak Farzan, senang bekerja dengan perusahaan Anda. Tapi jika bukan karena sekertaris Anda yang meyakinkan kami, mungkin kami perlu berpikir beberapa hari lagi untuk menerima kontrak kerjasama ini." Ujar salah satu klien Farzan sambil mengulurkan tangannya.
Farzan tersenyum sambil melirik Elmira, sekretarisnya itu memang selalu bisa diandalkan. Dulu, ketika menghadiri rapat dan pertemuan penting lainnya ia selalu mengandalkan Elmira, dan sekretarisnya itu selalu berhasil meyakinkan para klien untuk bekerjasama dengan perusahaannya.
"Sama-sama, Pak. Senang juga bekerjasama dengan Anda." Ujar Farzan seraya menjabat tangan kliennya itu.
"Baiklah, kalau begitu kami pamit pergi dulu."
Farzan mengangguk. Setelah para kliennya itu pergi, ia melihat jam branded yang melihat dipergelangan tangannya. Ternyata sudah hampir jam dua belas siang, pantas saja ia merasa lapar. Tadi pagi ia hanya sarapan roti selai kacang dan setengah gelas susu.
"El, sebaiknya kita makan siang dulu sebelum kembali ke kantor."
Elmira hanya mengangguk, iapun sebenarnya merasa sangat lapar. Sejak pagi meninggalkan rumah hingga ke perusahaan dan sampai selesai rapat, belum secuil makanan pun masuk kedalam perutnya.
Sambil menunggu pesanan makanannya datang, Farzan memainkan ponselnya untuk menghindari tatapan dari Elmira. Ia tidak mau terus-terusan menyiksa diri dengan berharap pada yang tak pasti. Namun seberapa keras pun ia berusaha menghindar. Tetap saja ia tidak bisa menahan diri, terlebih kini banyak pertanyaan yang menari dipikirannya. Dan akhirnya Farzan pun menyimpan ponselnya. Ia menegakkan posisi duduknya sambil menatap Elmira.
"El, apa aku boleh tanya sesuatu?" Tanya Farzan yang membuat Elmira sedikit tersentak kaget.
Elmira sejak tadi nampak bengong. Ia terpikirkan kenapa sejak dulu bosnya itu memanggilnya dengan sebutan El, padahal semua orang memanggilnya dengan sebutan Mira.
"Mau tanya apa, Pak?"
"Kenapa sekarang kamu ingin bekerja lagi, bukankah dulu kamu bilang hanya ingin mengabdikan hidupmu pada suamimu?" Tanya Farzan, ia tidak bisa menahan rasa penasarannya.
"Tidak apa-apa, Pak. Aku hanya merasa bosan saja sendirian di rumah, apalagi kalau suamiku keluar kota. Jadi aku berpikir sebaiknya mengisi waktu kosong dengan bekerja daripada tidak ada kegiatan sama sekali." Jawab Elmira, dan tentu saja ia berbohong. Ia memutuskan untuk bekerja kembali untuk menghindari dua orang telah menorehkan luka di hatinya.
"Tapi kan suamimu punya perusahaan sendiri. Kenapa kamu tidak bekerja di perusahaannya saja?" Tanya Farzan lagi.
Elmira tak langsung menjawab, ia terdiam memikirkan jawaban yang tepat agar tak membuat bosnya itu curiga apalagi sampai tahu tentang rumah tangganya saat ini yang mungkin diambang kehancuran.
.
.
.
Next... 1 bab lagi hari ini 🤗