Raya Syakila harus menerima nasib buruk saat ia pulang ke Indonesia. Rumah mewah orangtuanya telah di sita dan keluarganya jatuh miskin seketika.
Dia harus bekerja sebagai pengasuh seorang pria tampan yang lumpuh bernama Nevan, semata-mata karena dia sangat membutuhkan pekerjaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21 - Perusak suasana
Nevan
Ia mulai menikmati momen kebersamaannya bersama Raya pagi ini, tapi keadaan menenangkan itu harus sirna dalam sekejap akibat kedatangan Feli yang mendadak.
Benar-benar merusak suasana.
Ia bahkan bisa mendengar permintaan konyol Feli yang ingin menggantikan menemaninya dan justru meminta Raya agar pulang.
Astaga... konyol sekali, tak tahukah Feli bahwa ia sekarang tengah berada diambang batas kesabarannya dalam menghadapi wanita itu?
Ia menarik nafas dalam kemudian sampai pada sebuah keputusan.
"Tuan, ada baiknya saya memang pulang dan Anda akan lebih baik ditemani oleh istri Anda. Permisi." ucap Raya yang semakin membuatnya tersenyum kecut. Pasalnya, Raya juga menyarankannya agar ditemani oleh Feli.
Ia bahkan masih bisa melihat senyum kelicikan yang tersungging di bibir Feli, membuatnya ingin mengambil sikap tegas kali ini pada Feli, bukan karena ia membela Raya. Tentu saja bukan, tapi karena Feli benar-benar memuakkan dan kesabarannya sudah hilang.
Raya ngotot ingin pulang dengan Taxi, tapi ia menyerahkan kunci mobilnya pada Raya. Ya, ia membiarkan Raya pulang, karena ia harus meluruskan sesuatu dengan wanita yang mengaku sebagai istrinya ini.
Ia tak berkata apapun lagi pada Raya, hanya sorot matanya mengisyaratkan agar Raya berhati-hati dalam perjalanan pulang.-- entah Raya paham atau tidak tentang isyarat yang ia berikan, tapi hanya itu yang bisa ia lakukan, karena ia tak mau Feli jadi mengait-ngaitkan Raya dalam permasalahan rumah tangga mereka.
Seperginya Raya, Feli semakin tersenyum cerah, lalu duduk dikursi santai yang berada tepat disampingnya--tempat dimana tadi Raya terduduk.
Feli benar-benar menggantikan Raya untuk menemaninya di sini--semakin terlihat memuakkan dimatanya.
"Sayang, terima kasih sudah mau ku temani. Jarang sekali kita seperti ini." kata Feli.
Jelas saja jarang, bahkan nyaris tak pernah.
Feli mengulurkan tangan hendak menyentuhnya, tapi ia langsung menghindar. Namun, Feli tak juga menyerah. Sampai akhirnya, ia harus menatap Feli dengan sorot mata yang tak senang--barulah wanita itu terdiam dengan wajah yang masam.
Feli harus tahu posisinya sekarang!
"Mari kita berpisah, Feli." ucapnya mantap.
Feli tercengang dan mencoba mencari celah untuk memandangnya lekat-lekat, seolah mencari kejelasan atas ucapannya tadi.
Ia yang menyadari itu, langsung membalas tatapan Feli, menyatakan lewat sorot mata bahwa ucapannya adalah sebuah keseriusan.
"Aku gak mau, Nev." kata Feli dengan suara bergetar.
"Aku gak nanya pendapat kamu-- mau atau enggak, aku udah memutuskan hal ini yang terbaik untuk kita." ucapnya santai secara gamblang, rasanya sudah lama sekali ia tak bicara selega ini dengan wanita bernama Feli.
"Kenapa baru sekarang kamu mau kita berpisah, Nev?" lirih Feli sembari memandang kedepan--dimana ratusan burung-burung beterbangan rendah mencapai gelombang air pantai untuk menangkap ikan.
Ia menghela nafas, belum sempat menjawab tapi Feli kembali melanjutkan argumennya.
"Oh... apa karena kehadiran Raya?" tanya Feli menerka.
"Jangan mengaitkan Raya dalam hubungan kita, Fel. Gak ada hubungannya." ucapnya datar.
Feli tertawa sumbang. "Ya Tuhan, Nev, kamu jatuh cinta sama Raya?" tanya Feli dengan nada mencibir.
"Kalaupun iya, aku rasa gak ada hubungannya sama kamu." ucapnya dingin.
Feli kembali menoleh padanya. "Kamu bilang gak ada hubungannya? Kamu mengajak aku berpisah sekarang, apa itu gak ada hubungannya sama Raya? Selama ini kemana aja, Nev? Kenapa baru sekarang kamu mau menceraikan aku? Ini semua karena Raya kan?" Feli mencecarnya dengan banyak pertanyaan.
Dan ia membalas tatapan menuntut Feli sambil menggelengkan kepala kuat-kuat.
"Karena aku udah gak punya kesabaran untuk menghadapi kamu, Fel. Kita selesai." ucapnya gamblang.
Feli tampak menghela nafasnya, kemudian ia melihat wanita itu menyusut airmata.
Ternyata bisa juga Feli menangis untuknya? Ah bukan, Feli menangis karena sebentar lagi ia akan benar-benar kehilangan semuanya.
"Aku bakal tetap kasi kamu harta gono-gini." katanya cepat, menyadari kesedihan Feli pasti karena menyangkut tentang harta.
Feli menatapnya tajam dan ia tak peduli.
"Oke, karena kamupun sudah tahu semuanya, gak ada yang bisa aku tutupin lagi dari kamu..." Feli menahan isaknya.
"...Mungkin dulu aku memang mengincar harta kamu Nev, tapi sekarang aku sadar kalau aku mulai mencintai kamu, Berulang kali aku minta kesempatan--"
Tak mau mendengar ucapan omong kosong Feli lagi, ia langsung memotongnya karena kata-kata Feli terdengar semakin memuakkan.
"Sekalipun yang kamu bilang itu benar, tapi pernikahan kita sudah hancur sejak awal. Kamu tahu kenapa kan?" selahnya cepat.
Feli diam tak menjawab, mungkin sadar semua memang karena keserakahan Feli sendiri.
"Our marriage a toxic relationship! (Pernikahan kita sebuah hubungan yang beracun!)." tegasnya.
Feli mengangguk sembari terisak-isak.
Ia menghela nafas dalam kemudian. "Kalau kamu memang mulai mencintai aku seperti yang kamu bilang tadi, seharusnya kamu tahu bahwa itu udah terlalu terlambat." sambungnya dengan intonasi melembut.
Feli kembali mengangguki ucapannya, ia harap Feli sadar dengan kesalahannya sekarang.
Melihat Feli yang mulai menerima, ia memutuskan untuk berbicara dari hati ke hati dengan Feli. Barangkali Feli mencerna ulasannya.
"Kalau kamu tanya, kenapa baru sekarang aku mau berpisah sama kamu jawabannya bukan karena Raya..tapi karena sampai disinilah batas kesabaranku. Jika diibaratkan, selama ini aku seperti menghadapi sebuah perang dan sekarang aku sudah menyerah lalu melambaikan bendera kekalahan." terangnya.
Feli tersenyum kecut mendengar ulasannya.
"Aku tahu aku menjengkelkan, memuakkan, benar begitu?" ucap Feli menyahutinya.
Ia hanya tersenyum kecil karena ucapan Feli itu.
"Aku bertahan dengan pernikahan kita karena aku ingin mendengar pengakuan langsung dari kamu, Fel. Memberi kamu waktu agar mengakui... bukan berarti memberi kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita. Hubungan kita sudah rusak sejak awal."
"..Tapi sampai saat ini kamu tetap gak mau mengakui. Ku rasa waktu yang aku berikan agar kamu mengaku sudah habis." tegasnya seraya menatap mata Feli yang masih basah.
"...Aku juga menahan kamu dalam pernikahan kita yang toxic, karena aku ingin kamu terpenjara dalam hubungan ini, aku cukup sakit hati atas apa yang kamu lakukan dulu."
"Aku tahu aku salah, i'm so sorry, Nev." lirih Feli akhirnya.
"Sekarang aku membebaskan kamu, carilah apa yang kamu mau diluar sana. Aku gak akan menahan kamu lagi." katanya serius.
"Bagaimana jika sekarang yang aku mau itu kamu, Nev?" tanya Feli melirih, kembali mencoba menyentuh tangannya.
Ia menepis pelan tangan Feli, kemudian menggeleng. "Hentikan sesuatu yang menyakitkan, kamu gak akan bisa membuka hatiku lagi. I'm done.. Kita selesai." tegasnya.
Feli tertunduk, tampak memikirkan semua kata-katanya. Ia bisa bernafas lega setelah menyampaikan semua isi kepalanya selama ini pada Feli.
Ternyata berbicara dengan kepala dingin pada Feli tak sesulit yang ia bayangkan, ia hanya perlu menghela nafas beberapa kali dan akhirnya semua telah selesai.
...🌸🌸🌸🌸🌸🌸...
Raya memasuki rumah besar kediaman Nev, berpapasan dengan Nimas dan Roro di ruang tamu. Ia melangkah terus sampai akhirnya mendudukkan diri di kursi mini bar dekat dapur.
"Kamu gak pulang bareng Tuan Nev?" sapa Bi Asih.
"Enggak, Bi." jawab Raya singkat.
Raya pun meraih gelas di glass holder, kemudian menuang air putih dari dispenser yang terletak tak jauh dari posisi duduknya-- kedalam gelas.
Raya mengisi gelas sampai penuh dan meneguk isinya sampai tandas dalam sekali tegukan.
Entah kenapa, tenggorokan Raya serasa kering dan mendadak sangat haus sejak pertemuannya dengan Feli tadi.
Apa sekarang Feli telah menyangkanya memiliki hubungan dengan Nev?
"Terus, Tuan Nev pulang bareng siapa?" celetuk Bi Asih lagi setelah memastikan Raya benar-benar selesai dengan urusan minumnya.
Raya meletakkan gelasnya diatas meja, lalu menoleh pada Bi Asih. "Sama Feli." jawab Raya singkat.
Bi Asih tampak kaget. "Kok bisa?" tanyanya.
Raya tertawa kecil karena pertanyaan Bi Asih yang terdengar aneh. "Ya bisalah, Bi. Tuan Nev dan Feli itu kan suami istri. Apa salahnya mereka pulang bersama?" tanya ya heran.
Bi Asih menggeleng cepat. "Tuan Nev itu anti sama Nyonya Muda." jawabnya.
Raya menautkan kedua alisnya, heran dengan ucapan Bi Asih.
"Anti gimana? Aneh Bibi, ih...." kata Raya sedikit terkekeh.
"Ish, kamu ini... Bibi gak Aneh, yang lebih aneh itu Tuan Nev bersama dengan Nyonya Muda, itu baru aneh.. Kamu aja yang gak tahu keanehan mereka, ketinggalan, huuu..." Bi Asih justru menyoraki Raya karena ketidaktahuan wanita itu tentang hubungan sang majikan.
"Memangnya kenapa sih, Bi?" tanya Raya, sebenarnya Raya tak begitu ingin tahu tentang permasalah Nev dan Feli--hanya saja, ia ingin menanggapi ucapan Bi Asih--biar tidak disangka terlalu cuek.
Bi Asih mendekat pada Raya, lalu perempuan setengah baya itupun berbisik. "Bayangin aja, dari pertama menikah mereka gak pernah satu kamar, gak bulan madu juga."
Membuat mata Raya membola karena info yang baru saja disampaikan oleh Bi Asih.
"Hah? Bibi ngacok deh..." kata Raya makin terkekeh.
"Kamu ini kalau dibilangin ngeyel." Bi Asih menggerutu karena Raya menertawakannya.
"Tuan Nev itu kecelakaan dihari pertama mereka menikah, dengar kabarnya sih yang menyebabkan kecelakaan itu pacarnya Nyonya Muda, namanya... An-- Andrei, gitulah...lupa Bibi.." terang Bi Asih.
"Serius, Bi?" kini Raya mulai tertarik dengan pembahasan yang menggunjingkan majikan mereka ini.
"Ya serius lah, Bibi kan udah kama kerja disini. Bayangin aja, dua tahun lalu Tuan Nev itu baru menikah dan dihari yang sama beliau divonis lumpuh."
Raya meneguk salivanya dengan cepat, tenggorokannya yang baru disiram air kembali terasa mengering.
Raya meraih gelasnya tadi dan mengambil air di dispenser lagi, kemudian kembali meminum airnya dengan buru-buru.
Kini Raya tahu, bahwa pernikahan Nev dan Feli benar-benar hancur bahkan sejak awal dimulai.
"Katanya sih, pacarnya Nyonya Muda yang nabrak mobil Tuan Nev itu ikut meninggal dalam kejadian itu. Bibik sih yakin, kalau Nyonya muda menikah dengan Tuan Nev karena mengincar hartanya bukan karena cinta. Tapi, gak tahu kenapa Tuan tetap mempertahankan pernikahan mereka." Bi Asih berbicara sembari berjalan menuju area dapur.
Raya masih tercengang dengan ekspresi terkejut walau Bi Asih telah berlalu menuju dapur.
"Menurut kamu, karena apa Tuan Nev bertahan, Ray?" tanya Bi Asih dari arah dapur dengan suara yang sedikit dikuatkan. Ternyata pembahasan ini belum mau disudahi wanita paruh baya itu.
Raya menyimpulkan jika Nev mempertahankan pernikahannya karena pria itu benar-benar dan sangat mencintai Feli, tapi ia tak kuasa menjawab pertanyaan Bi Asih itu.
"Menurut Bibi, kenapa?" pekiknya, justru balik bertanya pada Bi Asih.
Bi Asih terdengar berjalan kembali menghampiri Raya, sepertinya ia sudah selesai dengan halnya di dapur.
"Menurut Bibi ya pasti karena Tuan Nev sangat cinta sama Nyonya muda. Lihat aja, apapun yang diperbuat Nyonya muda dirumah ini, Tuan Nev tetap gak menceraikannya, kan?" ucap Bi Asih.
Dan ucapan Bi Asih ini sekaligus mewakili apa yang Raya pikirkan.
Nev sangat mencintai Feli.
Nev menerima dan memaafkan Feli, dan Nev menunggu Feli untuk mencintainya juga.
Nev jelas-jelas tengah mempertahankan rumah tangganya.
Kenapa Raya merasa kecewa sekarang? Apa karena ia menyadari jika dihati Nev benar-benar tak ada tempat untuknya?
Ah, apa yang kau harapkan Raya??
...Bersambung......