Demi membiayai operasi ayahnya yang terkena serangan stroke, Cleantha terpaksa meminjam uang pada rentenir. Ia berharap bisa mendapatkan pekerjaan untuk membayar hutangnya itu. Namun kenyataan berkata lain. Cleantha gagal mendapatkan pekerjaan dan malah bertemu dengan seorang lelaki misterius dalam sebuah kecelakaan. Lelaki itu memaksanya untuk menjadi isteri kedua sebagai ganti rugi atas kerusakan mobilnya.
Karena ketakutan, Cleantha menolak permintaan lelaki itu dan melarikan diri. Tapi takdir membawanya kembali bertemu dengan lelaki itu, melalui sebuah ajang kompetisi wanita untuk memenangkan hadiah seratus juta.
Cleantha yang keluar sebagai pemenang, dipaksa menjadi isteri kedua Raja Adhiyaksa di atas sebuah perjanjian. Akankah Cleantha mampu menjalani hidup sebagai isteri bayaran, yang hanya dijadikan alat pembalasan dendam oleh Raja atas pengkhianatan isteri pertamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ICHA Lauren, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Apakah Aku Jatuh Cinta
Usai Bi Imas pergi, Pak Darma menemani Cleantha di ruang tengah. Mereka mengobrol sebentar untuk mengusir rasa bosan.
"Sudah berapa tahun Bapak bekerja di rumah Adhiyaksa?" tanya Cleantha membuka pembicaraan.
"Saya bekerja sejak Tuan Raja berumur sembilan tahun. Saat itu, ibunya Tuan Raja baru saja meninggal dunia. Tuan Raja menangis terus, kasihan sekali. Karena itu, saya dipekerjakan khusus untuk merawat dan menemaninya."
"Jadi ibu mertua saya sudah meninggal sejak lama?" tanya Cleantha terkesiap.
"Iya, Nyonya. Tuan Raja memiliki seorang ibu sambung bernama Nyonya Marina. Hanya saja hubungan mereka tidak terlalu dekat. Empat tahun yang lalu, ayahnya Tuan Raja juga meninggal dunia karena sakit. Sekarang ini Tuan Raja sudah tidak memiliki orangtua."
Cerita dari Pak Darma membuat Cleantha terkejut. Ia tidak menyangka Raja telah kehilangan kedua orangtuanya. Barangkali karena tidak ada yang menasehatinya, Raja tumbuh menjadi pribadi yang keras.
"Kalau Nyonya bagaimana?" tanya Pak Darma.
"Saya masih punya ayah. Tapi ayah saya terserang stroke dan masih dalam pengobatan di rumah sakit."
"Oh, semoga ayah Anda cepat sembuh, Nyonya."
"Terima kasih, Pak."
Pak Darma menguap beberapa kali, menandakan pria tua itu sudah mengantuk. Wajahnya juga terlihat kelelahan.
"Bapak tidur saja dulu," ucap Cleantha tidak tega.
"Nyonya, tapi saya tidak bisa meninggalkan Nyonya sendirian disini."
"Jangan khawatirkan saya, Pak. Saya bisa berjalan ke kamar. Saya cuma ingin nonton TV," kata Cleantha meyakinkan Pak Darma.
"Baik, Nyonya. Tapi jangan tidur terlalu malam. Nyonya harus banyak istirahat," ucap Pak Darma sebelum pergi meninggalkan Cleantha.
Kini ia berada seorang diri di ruang tengah tanpa teman.
Di luar, terdengar suara gemuruh petir disertai guyuran air hujan. Nampaknya, hujan deras mulai turun membasahi daerah sekitar vila.
Suara ranting pohon yang saling beradu ditambah hembusan angin kencang, menimbulkan bunyi-bunyian yang membuat Cleantha merinding.
Cleantha berjalan pelan ke arah jendela. Membuka sedikit tirainya dan melongok keluar.
Sejauh mata memandang hanya ada kegelapan pekat dan bayang-bayang pepohonan. Semua itu menimbulkan kesan menyeramkan, hingga bulu kuduk Cleantha meremang.
"Lebih baik aku ke kamar dan segera tidur daripada berada disini,"
pikir Cleantha merasa takut.
Karena jalannya masih pincang, Cleantha memerlukan waktu cukup lama untuk kembali ke kamarnya.
Sesampainya di kamar, Cleantha menutup pintu dan menuju ke tas yang berisi bajunya. Ia bermaksud menukar bajunya dengan piyama tidur yang lebih tebal.
Tadinya Cleantha memilih mengenakan baju tidur yang tidak terlalu tebal agar lebih nyaman dipakai. Toh, Raja tidak akan pulang malam ini.
Tak disangka hujan deras menimbulkan hawa dingin yang menusuk tulang.
Cleantha meraih setelan celana panjang dari dalam tasnya. Lalu membuka cardigan yang menutupi dress tidur berwarna putih yang dipakainya.
Belum selesai Cleantha menukar baju, terdengar suara langkah kaki seseorang di luar.
Cleantha menghentikan kegiatannya. Memasang telinga untuk mendengarkan langkah kaki yang semakin mendekat ke arah kamarnya.
"Di vila ini hanya ada aku dan Pak Darma. Lalu siapa yang berjalan itu?"
Kilatan petir yang terlihat melalui sela-sela tirai, menambah rasa takut di hati Cleantha.
"Jangan-jangan itu pencuri atau penjahat. Keselamatanku akan terancam. Aku harus melakukan sesuatu."
Cleantha meraih buku paling tebal yang ada di meja sebagai senjatanya.
Sambil berjalan terseok, Cleantha bersembunyi di balik pintu. Bersiap memukul si penyusup.
Langkah kaki itu makin mendekat ke pintu kamar. Dan berikutnya gagang pintu pun diputar dari luar.
Begitu sesosok pria masuk, tanpa pikir panjang Cleantha memukulkan buku yang dipegangnya ke tubuh orang itu.
"Pergi kamu penjahat!" pekik Cleantha memukul pria itu sekuat tenaga.
Pria itu mengelak dan memegang kedua tangan Cleantha erat-erat.
"Apa-apaan ini? Kenapa kamu memukulku?"
Suara pria itu sangat familiar di telinga Cleantha.
Ia mendongak ke atas dan tercengang melihat wajah tampan Raja yang sedang menatapnya tak berkedip.
Karena gugup, Cleantha hampir kehilangan keseimbangan. Untung saja Raja meraih pinggangnya, sehingga ia tidak terjatuh ke bawah.
"Tuan Raja???"
"Iya ini aku. Kamu pikir aku penjahat?"
"Maafkan saya. Saya tidak tahu Tuan akan pulang."
Di dalam pelukan Raja, Cleantha baru sadar bahwa ia hanya mengenakan dress tidur tanpa lengan. Bahkan ia bisa merasakan baju Raja yang basah terkena air hujan menempel di tubuhnya.
"Kenapa kamu belum tidur dan malah memakai baju tipis seperti ini?" tanya Raja memandangi Cleantha lekat-lekat.
Kedekatan mereka yang tidak menyisakan jarak, membuat Raja bisa melihat dengan jelas kulit putih tak bercela milik Cleantha. Sekaligus wajah istri mudanya yang cantik dengan sorot mata penuh kepolosan.
Tatapan mata Raja yang begitu intens, membuat Cleantha salah tingkah. Ia berusaha melepaskan diri dari Raja, namun agaknya sudah terlambat.
Dengan jari-jemarinya, Raja membelai rambut hitam Cleantha yang terurai.
Sepersekian detik selanjutnya, pria itu menundukkan kepala lalu menyatukan bibirnya dengan bibir Cleantha.
Terkejut bercampur rasa gugup, itulah yang dirasakan Cleantha.
Raja memulai tindakannya dengan lembut, namun makin lama ciumannya makin bergelora. Menuntut lebih dan lebih lagi pada istrinya.
Bibir manis Cleantha membangkitkan hasratnya sebagai lelaki, yang selama ini dipendamnya dalam-dalam.
Perasaannya yang telah beku tiba-tiba mencair dalam sekejap karena kepasrahan gadis itu.
Cleantha berusaha keras menutup bibirnya rapat-rapat. Menggunakan logika untuk mengenyahkan getaran panas yang menjalari tubuhnya. Namun ciuman bertubi-tubi dari Raja ditambah tangannya yang bergerilya dengan bebas, mampu meruntuhkan pertahanan Cleantha.
Ia membuka mulutnya dan membiarkan Raja semakin menjelajah dengan leluasa. Ciuman pertamanya ini sungguh terasa memabukkan.
"Kenapa aku diam saja? Apa aku sudah jatuh cinta pada Tuan Raja? Aku harus menghentikan semua ini sekarang juga sebelum terlambat."
Tak terasa bulir air mata menetes di pipi Cleantha.
Raja melepaskan tautan bibir mereka dan berpindah ke leher jenjang Cleantha. Memberikan kecupan demi kecupan di kulit mulus istrinya itu.
Dengan sisa kesadaran yang masih dimilikinya, Cleantha memohon pada Raja.
"Tu..an, tolong hentikan. Kita tidak boleh melakukan ini," ucap Cleantha dengan suara serak.
"Tuan, saya mohon. Ingatlah istri pertama Anda," ulang Cleantha.
Mendengar Cleantha menyebut nama Zevira, menimbulkan rasa sakit di hati Raja.
Dengan nafas yang masih tersengal, Raja berusaha menguasai diri. Ia menekan hasratnya yang membara dan melepaskan Cleantha dari dekapannya.
"Maafkan aku. Ini tidak akan terulang."
Raja buru-buru menyingkir dari hadapan Cleantha dan masuk ke kamar mandi. Jika ia terus berdekatan dengan gadis itu, mungkin saja ia tidak dapat menahan diri lagi.
Sementara Cleantha memakai cardigan untuk menutupi tubuhnya.
Ia naik ke atas ranjang lalu menarik selimutnya sampai ke leher.
Bayangan percintaan singkatnya dengan Raja masih membekas di ingatannya. Ia merasa benar-benar bersalah pada Zevira. Tak ayal lagi, dirinya sama dengan seorang wanita penggoda yang berniat merebut suami orang.
Saat Raja keluar dari kamar mandi, Cleantha membalikkan tubuhnya membelakangi Raja. Ia pura-pura tidur meskipun sebenarnya tidak mengantuk sama sekali.
Desiran darahnya makin cepat, ketika Raja beringsut naik ke atas tempat tidur.
"Tidurlah dengan tenang. Aku berjanji tidak akan terjadi apapun di antara kita. Anggap saja yang tadi hanya sebuah kekhilafan," tutur Raja merebahkan dirinya.
Ia tahu bahwa Cleantha masih cemas memikirkan kemesraan mereka.
"Besok pagi kita akan pulang ke Jakarta. Aku harus kembali bekerja. Kamu tinggal saja di rumah menemani Ivyna."
Cleantha tidak menunjukkan reaksi apapun. Tetapi, di dalam hati ia merasa lega. Beban berat seakan terangkat dari pundaknya, karena ia tidak akan berduaan lagi dengan Raja Adhiyaksa.