Dia memilihnya karena dia "aman". Dia menerima karena dia butuh uang. Mereka berdua tak siap untuk yang terjadi selanjutnya. * Warisan miliaran dollar berada di ujung sebuah cincin kawin. Tommaso Eduardo, CEO muda paling sukses dan disegani, tak punya waktu untuk cinta. Dengan langkah gila, dia menunjuk Selene Agueda, sang jenius berpenampilan culun di divisi bawah, sebagai calon istri kontraknya. Aturannya sederhana, menikah, dapatkan warisan, bercerai, dan selesai. Selene, yang terdesak kebutuhan, menyetujui dengan berat hati. Namun kehidupan di mansion mewah tak berjalan sesuai skrip. Di balik rahasia dan kepura-puraan, hasrat yang tak terduga menyala. Saat perasaan sesungguhnya tak bisa lagi dibendung, mereka harus memilih, berpegang pada kontrak yang aman, atau mempertaruhkan segalanya untuk sesuatu yang mungkin sebenarnya ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Kantor ramai dengan suara mesin faks, ketikan keyboard, dan bisik-bisik yang tak pernah benar-benar padam.
Tapi di meja terpencil di sudut ruang administrasi, suara tawa yang paling keras terdengar oleh Selene.
"Lihatlah, tasnya lagi," desis Clara dari meja sebelah, tak terlalu pelan. "Seperti tas sampah yang dihiasi pita."
Selene menunduk, mencoba menyembunyikan tas ransel kain yang sudah usang di pangkuannya. Jahitan di sisi tas memang terbuka sedikit, dan dia sudah memperbaikinya dengan benang hitam yang tak terlalu cocok.
Hari ini, benangnya putus lagi.
"Jangan kasar, Clara," ucap Marco dari seberang, tapi nada suaranya lebih mirip ejekqn. "Mungkin itu limited edition dari pasar loak. Vintage, katanya."
Tawa ringan mengitari mereka. Selene merasa kulit wajahnya memanas. Dia ingin membalas, tapi dia tak ingin keributan yang bisa membuat pekerjaannya hilang karena dia baru masuk perusahaan itu sekitar satu bulan. Dan itu artinya, fia masih tergolong pegawai baru.
Dia kemudian fokus pada layar komputernya, pada deretan angka invoice yang harus dia input, berusaha membuat dirinya terlihat sibuk, dan yang paling penting tak peduli pada ejekan itu.
Dia Selene Aguesa, anak dari ayah pemabuk dan ibu rumah tangga yang sakit-sakitan. Kerja di perusahaan bergengsi ini adalah sebuah mukjizat yang diperolehnya dengan nilai sempurna dan rekomendasi temannya.
Di sini, di antara pekerja karir yang sukses, dia seperti ikan kering di tengah akuarium mewah.
Dan hari ini, seperti hari-hari lainnya, dia menjadi sasaran empuk pembullyan yang sebenarnya bisa dia lawan, tapi dia menahannya.
Tiba-tiba, suasana berubah. Suara tawa dan obrolan pegawai lain tiba-tiba mereda. Selene merasakan hening yang aneh. Dia menoleh sedikit.
Finnley Brad, sang asisten CEO, berdiri di pintu masuk ruang administrasi. Matanya menyapu ruangan, dan mendarat tepat pada Selene.
"Agueda. Ke ruangan CEO. Sekarang."
Suaranya datar dan kemudian meninggalkan ruang sebelum Selene bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Ruangannya terasa tegang. Selene bisa merasakan puluhan pasang mata menatapnya, penasaran, dan sedikit puas melihat si ikan kering mungkin akan dipecat.
Dengan tangan sedikit gemetar, Selene berdiri, membereskan beberapa dokumen di mejanya sebagai alasan untuk menenangkan diri, lalu berjalan menyusuri lorong panjang berlapis karpet tebal menuju lift.
Ketika masuk ke dalam lift, Selene tampak gugup. “Apakah aku sudah membuat kesalahan? Apakah mereka akan memecatku? Tapi, kenapa CEO yang memecatku langsung?” Selene menggelengkan kepalanya. “Tak mungkin. Aku selalu duduk diam di mejaku sampai pulang, bahkan makan siang pun di sana,” bisiknya.
TING
Pintu lift terbuka dan kemudian Selene keluar dengan langkah ragu. Dia menuju ruangan sang CEO.
Pintu besar berbahan besi tebal dengan ukiran emas nama ‘TOMMASO EDUARDO’ terbuka sedikit. Dia mengetuk pelan.
"Masuk."
Suara dingin itu datang dari dalam. Selene mendorong pintu.
Ruangan Tommaso lebih mirip penthouse minimalis daripada kantor. Lantainya berwarna hitam mengkilat, perabotan desainer berwarna netral, dan dinding kaca dari lantai ke langit-langit yang menghadap langsung ke jantung kota New York.
Pria itu tidak duduk di belakang mejanya yang besar dan kosong. Dia berdiri di dekat jendela, menatap ke bawah, seolah sedang memeriksa kerajaannya.
"Tutup pintunya," perintahnya, tanpa menengok.
Selene melakukannya dan menutupnya dengan hati-hati seraya menenangkan debaran jantungnya.
"Sudah, Tuan,” kata Selene, berusaha suaranya tak bergetar.
Tommaso akhirnya berbalik. Dia memandangnya dari ujung kepala sampai ujung kaki, rambut coklatnya terurai dan tak tertata rapi hingga hampir menutupi kaca mata bundarnya.
Blus katun yang dikenakannya terlihat sudah beberapa kali dicuci, rok hitam sederhana, dan sepatu flats yang solnya mulai tipis.
Pandangannya tak menghakimi, tapi hanya mengamati. Selena meneguk salivanya ketika melihat CEO yang baru saja dia lihat itu.
Tommaso Eduardo, seorang pria yang gagah, tampan, sempurna di mata Selene dan wanita mana pun yang melihatnya.
Dan Selene semakin heran kenapa pria se-penting itu memanggil wanita seperti dirinya, yang justru sering dianggap tak penting di perusahaan itu.
pasti keinginanmu akan tercapai..
terima kasih kak Zarin 😘🙏
jangan biarkan Selene melakukan hal yg kurang pantas hanya karena ingin memiliki bayi ya kak Zarin 😁
tetap elegant & menjaga harga diri Selene, oke