Aku Pamit, Mas!

Derriz berada di dalam kamarnya lebih dahulu, karena dia harus menerima telepon dari Luna yang merengek karena tak bisa menghabiskan waktu bersamanya hari ini. Karena kedatangan kakek yang mendadak membuat rencana mereka gagal total. Derriz memijit kepalanya pusing, karena dia juga tak bisa pergi menemui Luna malam ini.

Izha masih menemani kakek yang sedang meminum obatnya. istrinya itu akan masuk ke dalam kamar jam 9 malam. Seteleh memastikan dapur dalam keadaan bersih dan semuanya barulah dia akan ke kamarnya. Sehingga di pagi hari dia tak perlu repot lagi untuk beres-beres. Apalagi dia juga sama-sama bekerja, sehingga ruang akan tetap dalam keadaan rapi.

Cekleeek

Pintu kamar terbuka, Izha masuk ke dalam kamar Derriz seperti biasa kalau ada kakek Bima menginap di rumah mereka. Izha berjalan menuju lemari penyimpanan mengambil selimut yang biasa dia gunakan di sana. Derriz memperhatikan setiap gerakan Izha. Biasanya gadis itu akan malu-malu atau hanya sekedar bertanya ini dan itu kepadanya. Memanfaatkan momen mereka bisa berduaan. Tapi kali ini Izha malah bungkam, padahal bersama kakek tadi sangat ceria dan tertawa bersama.

"Ck! Dasar munafik! tadi saja dengan kakek bisa tertawa terbahak, sekarang kamu sok-sokan jadi istri pendiam. Muak aku melihat tingkahmu itu Izha!" ucap Derriz membuat langkah istrinya terhenti. Izha berbalik menatap Derriz.

Degh

Jantung Derriz berdetak tak karuan melihat tatapan Izha. Bukan tatapan tajam ataupun penuh amarah. Namun tatapan kosong yang membuat dia merasa bersalah telah mengucapkan kalimat yang pastinya menyakiti istrinya itu.

"Maka dari itu cepat berikan sudah gugatan perceraian itu ke pengadilan agama, Mas! Agar kamu tak lagi melihat aku yang seperti ini. Aku juga sudah lelah berpura-pura bahagia di depan Kakek. Bukannya kalian ingin segera menikah? Jangan buat dia semakin salah paham padaku. Dan mengira jika aku yang menahan perpisahan kita!" jawab Izha kemudian berbalik kembali berjalan menuju sofa.

"Sudah ku katakan, hanya aku yang berhak memutuskan kapan kita bercerai! Kau tak memiliki hak apapun!"jawab Derriz sedikit emosi.

"Mau sampai kapan kamu berbohong, Mas? Apa kamu tak kasihan kepada Mbak Luna? Sudah aku katakan, biar aku yang terlihat salah di mata kakek. Agar hubungan kalian di setujui oleh Kakek," jawab Izha.

 Derriz mendekat ke arah Izha dan mendorong Izha ke tembok hingga Izha terhim-pit di sana. kedua tangannya di cekal dengan kuat oleh Derriz. Mata Derriz penuh amarah menatap Izha.

"Apa kau ingin segera bercerai dariku karena sudah memiliki pria lain? Apa pria itu bernama Fariz? Pria yang sering bertukar pesan denganmu?" tanya Derriz dengan penuh amarah.

"Kenapa memangnya? Apa yang salah, Mas? Bukankah sejak awal kamu sendiri yang mengatakan jika aku bebas melakukan apapun asal Tidka mencampuri urusan pribadi masing-masing? Toh aku akan segera bercerai darimu. Apa salahnya aku juga mencari pria lain? Kenapa kamu marah seperti ini? Kita menikah hanya sebatas di atas kertas. Kamu juga sudah kembali kepada Mbak Luna. Tak ada alasan bagiku untuk berbakti atau mengemis perhatian juga sedikit cinta dari suami yang tak pernah memberikannya untukku!" jawab Izha.

Baru kali ini Izha berani berbicara sebanyak itu mengenai perasaannya kepada Derriz. Biasanya dia tak pernah berkata seperti itu bahkan sekarang Izha terkesan menantang dirinya.

"Dasar wanita matre! Apa kau sedang mencari mangsa baru untuk di jadikan pria selanjutnya yang akan menopang semua kehidupanmu?" Derriz semakin emosi.

"Iya! Aku menang wanita matre dan selalu menghabiskan uangmu dan juga semua uang pemberian dari kakek Bima!"jawab Izha mencoba melepaskan cengkraman tangan Derriz yang mulai melonggar dan mendorong badan kekar suaminya untuk menjauh dari dia.

Sreeeeettttt

Derriz menarik pinggang Izha sehingga membuat badan keduanya begitu rapat. Izha menahan dengan kedua tangannya tepat di dada bidang milik Derriz. Tatapan keduanya terkunci, biasanya saat tatapan mereka beradu wajah Isha akan tersipu malu, tapi kali ini Derriz tak melihat hal itu lagi. Kini Izha hanya menatap marah dan seolah ji-jik berdekatan dengannya.

"Apa uang yang aku berikan tak cukup untukmu? Sehingga kamu menipu pria lain di luar sana? Kau tak lebih dari wanita mura-han!" kesal Derriz entah mengatap dia tak suka melihat tatapan Izha yang berubah untuknya.

"Apa anda tidak takut dan merasa bersalah berdekatan dengan wanita murahan dan matre seperti itu? Bukankah anda selalu memikirkan perasaan kekasih anda?" kesal Izha yang tak suka di perlakukan kasar seperti ini.

Cukup ayahnya saja yang berbuat ka-sar padanya. Dia tak mau ada orang lain yang kembali berbuat ka-sar. Izha berusaha melepaskan diri dari pelukan Derriz yang malah semakin erat. Dia bahkan memukul da-da suaminya.

"Jangan mu-na-fik! Bukannya selama ini kamu selalu ingin dekat denganku seperti ini? Bahkan kamu selalu mencari cara agar bisa mencuri perhatianku!" Entah kenapa Derriz malah merasa nyaman saat memeluk Izha walau istrinya itu malah berontak.

"Itu dulu, tapi sekarang tidak lagi. Tolong lepaskan aku, jangan sampai kekasihmu merasa cemburu karena kamu memeluk wanita lain seperti ini, Mas! Bukankah kamu ji-jik padaku?" Izha kembali mendorong Derriz, pria itu melonggarkan pelukan dan membiarkan Izha pergi. Gadis itu mengurung dirinya di bawah selimut membuat Derriz hanya bisa menatap ke arah Izha.

Sepertinya Izha sudah tertidur. Tapi Derriz bahkan tak bisa memejamkan matanya. Dia tak tahu dengan perasaannya, kenapa jantungnya berdebar saat memeluk Izha. Kenapa dia merasa marah saat tak ada lagi binar cinta di mata istrinya. Kemana semua itu pergi?

Drrrtttt

Drrrtttt

Ponsel Izha bergetar, Derriz penasaran. Apa mungkin pria itu lagi yang mengirim pesan padanya. Tapi dia di buat kaget saat melihat nama di kontak itu 'Baji-/ngan" dan di bubuhi emot hantu. Derei penasaran siapa kontak yang di namai seperti itu.

Tangannya tanpa permisi melihat pesan yang di kirim. Ternyata itu adalah ayahnya, pesan an-caman dan foto ibu Izha yang terlihat seluruh wajahnya terlu-ka. Pria itu meminta uang kepada Izha diiringi ucapan makian. Derriz penasaran dan mulai membaca semua pesan yang di kirim oleh ayah kandung Izha.

"Apa-apaan dia? Jadi selama ini dia mengancam Izha? Kenapa gadis itu tak pernah mengatakannya padaku?"Derriz ikut emosi membaca pesan dari ayah mertuanya.

Bagaimana Izha bisa mengatakannya, jika selama ini dia harus menjaga jarak darinya. Bagaimana dia bisa bertukar cerita, jika pria yang dia anggap rumah baru nyatanya memberi luka yang hampir sama dengan ayahnya.

"Apa kamu sering di sik-sa juga oleh ayahmu?" ucap Derriz lirih menatap punggung Izha yang terlelap.