Tujuh dunia kuno berdiri di atas fondasi Dao, dipenuhi para kultivator, dewa, iblis, dan hewan spiritual yang saling berebut supremasi. Di puncak kekacauan itu, sebuah takdir lahir—pewaris Dao Es Surgawi yang diyakini mampu menaklukkan malapetaka dan bahkan membekukan surga.
Xuanyan, pemuda yang tampak tenang, menyimpan garis darah misterius yang membuat seluruh klan agung dan sekte tertua menaruh mata padanya. Ia adalah pewaris sejati Dao Es Surgawi—sebuah kekuatan yang tidak hanya membekukan segala sesuatu, tetapi juga mampu menundukkan malapetaka surgawi yang bahkan ditakuti para dewa.
Namun, jalan menuju puncak bukan sekadar kekuatan. Tujuh dunia menyimpan rahasia, persekongkolan, dan perang tak berkesudahan. Untuk menjadi Penguasa 7 Dunia, Xuanyan harus menguasai Dao-nya, menantang para penguasa lama, dan menghadapi malapetaka yang bisa menghancurkan keberadaan seluruh dunia.
Apakah Dao Es Surgawi benar-benar anugerah… atau justru kutukan yang menuntunnya pada kehancuran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Xuanyan menghela napas pelan. Setelah menelan pil penyembuh dari Yueran, ia merasa tubuhnya sedikit lebih baik. Luka-luka di dada dan wajahnya memang belum sepenuhnya pulih, namun setidaknya ia bisa berdiri dengan tenang. Ia menatap kakak perempuannya yang berdiri anggun di hadapannya.
“Terima kasih, Kak Yueran,” ucapnya lirih. “Maaf… selalu merepotkan kakak.”
Yueran mengangkat alis, lalu tanpa diduga menyentil kening Xuanyan cukup keras hingga pemuda itu meringis kecil.
“Apa yang kau bicarakan?” Nada suaranya setengah manja, setengah tegas. “Sudah sewajarnya seorang kakak melindungi adiknya, bukan?”
Xuanyan sempat tertegun, lalu tersenyum. Senyum tipis yang jarang sekali muncul di wajahnya yang penuh beban. “Benar juga.”
Yueran memandangnya dalam-dalam. “Lalu, apa yang sebenarnya ingin kau lakukan? Apakah kau sudah menemukan petunjuk untuk memulai kultivasi? Elder Han Qing sudah berusaha keras mencarikan jalan untukmu.”
Xuanyan menarik napas panjang, menatap ke arah Paviliun Pedang Azure yang berdiri megah. “Iya, Kak. Guruku menyuruhku mencari petunjuk tentang Tubuh Dao Es Surgawi. Katanya mungkin ada catatan kuno, atau legenda yang bisa menuntunku.”
Ia berhenti sejenak, suaranya melembut, nyaris seperti bisikan. “Aku sudah membaca ribuan buku kultivasi di dalam sana. Namun… tidak ada satu pun yang membahas tentang Dao Es Surgawi. Bahkan tentang Alam Immortal Kuno saja tidak ada.”
Bahunya sedikit merosot, ada getir yang tak bisa ia sembunyikan. “Yah… aku memang tidak berharap banyak. Tapi setidaknya, setiap peluang—meski hanya 0,1%—akan kuambil. Aku tidak mau menyerah begitu saja.”
Yueran memandangnya lama, lalu tersenyum. Senyum yang penuh kebanggaan meski dibalut rasa iba. “Xuanyan… semangatmu benar-benar mengingatkanku pada Ibuku. Dia pun dulu selalu keras kepala meski dunia menentangnya.”
Xuanyan hanya diam. Di matanya ada cahaya yang bergetar. Mendengar nama bibi nya selalu menyalakan sesuatu yang dalam di hatinya.
“Maafkan kakak karena tidak bisa membantu lebih banyak,” ucap Yueran lirih, suaranya agak bergetar.
Namun Xuanyan segera menggeleng. “Sudahlah, Kak. Tidak perlu meminta maaf. Aku sudah dewasa… aku akan menjalani ini sekuat tenaga. Suatu hari nanti, aku akan melindungimu. Dengan kedua tanganku sendiri.”
Yueran tertegun. Senyum tipis merekah di wajahnya, namun senyum itu cukup untuk membuat Xuanyan terpaku. Untuk sesaat, dunia seolah hening.
“Baiklah,” katanya akhirnya, suaranya lembut namun tegas. “Aku akan menunggu saat ketika kau melindungiku.”
Xuanyan menggertakkan giginya pelan, matanya berkilat. “Ya. Aku bersumpah.”
Keheningan hangat mengisi ruang di antara mereka. Akhirnya Xuanyan menarik napas, lalu berkata, “Kalau begitu… aku akan masuk dulu.” Ia melangkah menuju Paviliun, meninggalkan Yueran yang berdiri dengan senyum samar.
Namun di dalam hatinya, Yueran bergumam, Xuanyan… semoga kau benar-benar bisa menemukan jalurmu. Aku tidak peduli apakah seluruh dunia menertawakanmu, aku akan selalu berdiri di sisimu.
Di sisi lain…
Suasana di sebuah paviliun kecil milik murid inti sangat berbeda. Jeritan kesakitan terdengar. Tubuh lima murid yang sebelumnya menghajar Xuanyan kini tergeletak babak belur.
Di depan mereka berdiri Jianyu, kakak kedua Xuanyan. Wajahnya tampan, namun kini terdistorsi oleh kemarahan. Matanya berkilat liar, nafasnya memburu.
“Dasar semut bodoh!” teriaknya. CRACK! Kakinya menghantam perut salah satu murid hingga orang itu terbatuk darah. “Kalian bahkan tidak bisa menangani orang cacat, dan malah membuatku malu di depan seluruh sekte!”
Salah satu murid, dengan wajah penuh luka, memohon lirih, “Tuan Muda Jianyu… itu semua karena Ling Yueran datang membelanya. Kami—”
CRACK! Suara tulang patah terdengar. Jianyu menendang keras lutut murid itu hingga kakinya tertekuk aneh. Jeritan memilukan menggema di ruangan.
“Aku tidak menerima alasan seperti itu!” teriak Jianyu, matanya menyala penuh kebencian.
Ia menggertakkan giginya, berjalan mondar-mandir seperti binatang buas yang terkurung. “Kenapa… KENAPA semua orang selalu membela sampah itu!? Ayah! Ibu! Elder Han Qing! Bahkan kakak!”
Tangannya terkepal begitu keras hingga darah merembes dari telapak tangannya sendiri. “Sialan! Apa bagusnya dia selain tubuh Dao Es Surgawi yang bahkan tidak berguna itu… dan wajahnya yang terlalu rupawan? Hah!? Kalau begitu lebih baik dia jadi gigolo saja!”
Suara tawa sinisnya terdengar menakutkan.
Seorang murid lain mencoba menenangkan, meski suaranya bergetar ketakutan. “B-bos… tenanglah sedikit…”
Jianyu berhenti, menatapnya dengan tatapan gila. “Tenang?”
BUGH! Tinju keras menghantam wajah murid itu hingga giginya rontok. Darah muncrat ke lantai. Jianyu berteriak, suaranya menggelegar.
“BAGAIMANA AKU BISA TENANG SELAMA SAMPAH ITU MASIH ADA DI SEKTE INI!?”
Napasnya memburu, dadanya naik turun. Matanya penuh kebencian yang mendidih. “Karena dia… karena dia… sumber daya kultivasiku dipotong! Semua pil, semua ramuan, semua teknik, harus dialihkan untuk menghidupi tubuh cacat itu! Dan untuk apa!? Untuk orang yang bahkan tidak bisa membuka meridiannya!”
Ia menghantam meja dengan keras hingga kayu itu retak. “Jika saja sumber dayaku tidak dipotong, aku pasti sudah menembus Foundation Establishment sekarang! Tapi tidak… aku terjebak di Qi Refining! Semua karena dia!”
Ruangan itu dipenuhi keheningan mencekam. Para murid tak berani bersuara, tubuh mereka bergetar hebat. Jianyu berdiri di tengah ruangan, napasnya berat, matanya tajam penuh kebencian.
Lalu, perlahan, sebuah senyum keji muncul di wajahnya. Senyum yang membuat darah para murid membeku.
“Heh… sepertinya aku tahu apa yang harus kulakukan.”
Xuanyan mengelilingi setiap lorong Paviliun Sutra Es Azure. Rak-rak giok putih menjulang, berdiri anggun dengan ukiran rumit yang seakan-akan masih menyimpan sisa aura kuno. Cahaya lentera giok biru membuat bayangan panjang berjatuhan di lantai batu dingin, menciptakan suasana sunyi dan misterius.
Tangannya menyusuri permukaan rak, matanya menyapu gulungan demi gulungan, buku demi buku, dari teknik dasar hingga catatan sekte lama. Namun semakin lama ia mencari, semakin kuat rasa hampa yang ia rasakan.
“Hah…” Xuanyan menghela napas panjang, suaranya berat. “Apakah tidak ada catatan tentang para Immortal Kuno sama sekali…? Bahkan selembar pun?”
Ia terus bergerak, memeriksa rak demi rak, matanya kadang berbinar penuh harap, namun selalu meredup setelah melihat isi gulungan yang ternyata hanya catatan biasa: metode pernafasan dasar, sejarah sekte, teori alkimia rendah. Tidak ada yang menjelaskan apa-apa soal Dao Es Surgawi.
Sampai akhirnya, ia tiba di rak terakhir. Hatinya berdebar, meski logika sudah menyiapkan jawaban yang sama: nihil. Ia berjongkok, memeriksa dengan seksama setiap celah, bahkan meniup debu halus yang menempel di bagian dalam. Dan seperti yang ia takutkan—tetap saja, hasilnya nol.
Rasa lelah menguasai tubuhnya. “Yah… sudah kuduga.” Xuanyan tertawa getir. “Mungkin aku memang sedang mengejar bayangan kosong.”
Dengan langkah berat ia memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ia bersandar ke rak giok itu, lebih keras dari biasanya karena tubuhnya benar-benar letih dan pikirannya dipenuhi rasa putus asa.
BRUK!
Rak bergoyang. Dalam sekejap, gulungan-gulungan berjatuhan menimpanya. BAM! BAM! BAM! Suara gulungan jatuh bergema di dalam paviliun.
Beberapa murid yang kebetulan melihat dari jauh hanya mencibir sambil tertawa pelan. “Huh, dasar sampah. Bahkan berdiri pun tak becus.”
Xuanyan berusaha bangkit, menepuk-nepuk jubahnya yang kini penuh gulungan berserakan. “Ah, sialnya aku….”
Ia mulai mengumpulkan gulungan-gulungan itu, meletakkannya kembali ke rak dengan hati-hati. Namun tiba-tiba matanya menangkap sesuatu yang aneh.
Di dalam rak, agak jauh ke dalam, ada sebuah gulungan yang berbeda dari lainnya. Gulungan itu tampak sedikit berkilau, warnanya lebih tua, seolah terbuat dari kulit binatang kuno, bukan kertas biasa. Yang lebih aneh lagi, gulungan itu tidak ikut jatuh bersama yang lain. Seakan-akan ada kekuatan yang menahannya di sana.
Alis Xuanyan berkerut. Ia terdiam sesaat. Kenapa gulungan ini tidak jatuh? Bukankah tadi seluruh rak berguncang?
Rasa penasaran menyusup ke dalam dirinya. Ia mengulurkan tangan, mencoba meraih gulungan itu. Namun begitu jari-jarinya menyentuh permukaan gulungan, ia langsung terkejut.
“Ugh! Apa-apaan ini… berat sekali!?”
Gulungan itu seperti melekat ke rak. Meski ia menarik sekuat tenaga, gulungan itu tidak bergerak sedikit pun.
Ia menggertakkan giginya, wajahnya memerah karena menahan tenaga. Urat di lengannya menonjol. “Ayo… keluar…!”
Namun justru karena terlalu bersemangat, kakinya menginjak gulungan lain yang berserakan di lantai. SRAAK! Tubuhnya terpeleset, dan tangannya secara refleks menyambar rak untuk menahan diri. Sayangnya, permukaan giok yang tidak rata itu menggores telapak tangannya cukup dalam.
“Aghh!” Xuanyan meringis. Darah segar langsung mengalir dari luka itu. Ia terjatuh, mengusap tangannya yang perih. “Aduh… apes banget hari ini…”
Namun sesuatu yang aneh terjadi.
Cipratan darah yang jatuh dari tangannya mengenai gulungan misterius itu. Dalam sekejap, gulungan tersebut menyerap darah dengan cepat, seakan-akan memang sudah menunggunya selama ini.
Mata Xuanyan melebar. “Apa…?”
Tiba-tiba, es tipis menjalar di permukaan gulungan. CRACK! CRACK! Suara bekuan terdengar jelas. Seluruh gulungan itu kini terbungkus lapisan es transparan yang berkilauan indah seperti kristal. Udara di sekitar pun berubah drastis, menjadi dingin menusuk tulang.
Xuanyan terdiam, matanya tak berkedip. Aura dingin itu bukan dingin biasa. Itu adalah dingin yang mengandung dao, seakan-akan berasal dari es purba yang membekukan surga dan bumi.
Dengan napas tercekat, ia hanya bisa menyaksikan. Perlahan, lapisan es itu mulai retak. KRAK! KRAK! Dan bukannya menghancurkan gulungan, es itu malah mencair, membentuk aliran cahaya biru pucat yang merayap ke arah Xuanyan.
Tanpa bisa melawan, gulungan itu tiba-tiba terlepas dari rak dan melayang ke arahnya. Xuanyan secara refleks mengangkat kedua tangannya.
BRUK! Gulungan itu jatuh tepat di telapak tangannya, dingin menusuk hingga ke tulang.
Xuanyan tertegun. Hatinya berdebar liar. Ia menatap gulungan itu, lalu matanya membesar ketika melihat sesuatu di permukaan gulungan: sebuah cap kuno.
Cap itu bercahaya samar, seperti ukiran misterius yang entah terbuat dari emas, entah dari cahaya murni. Pola-pola aneh melingkar di sekitarnya, tampak asing, namun terasa… agung.
“Apa maksudnya ini…?” Xuanyan berbisik dengan suara gemetar. “Cap ini… lambang apa…?”