Milan selalu punya ide gila untuk selalu menggagalkan pernikahan Arutala. semua itu karena obsesinya terhadap Arutala. bahkan Milan selalu menguntit Arutala. Milan bahkan rela bekerja sebagai personal asisten Arutala demi bisa mengawasi pria itu. Arutala tidak terlalu memperdulikan penguntitnya, sampai video panasnya dengan asisten pribadinya tersebar di pernikahannya, dan membuat pernikahannya batal, Arutala jadi penasaran dengan penguntitnya itu, ia jadi ingin lebih bermain-main dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tyarss_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu
Selain sibuk dengan pekerjaannya, Arutala sekarang memiliki pekerjaan lain yang tidak penting. Yaitu mendengarkan curahan hati Kavin. Sudah hampir dua jam Kavin mengoceh tiada henti.
Arutala memijat pelipisnya yang terasa pening. Kalau ia biarkan terus menerus, bisa-bisa ia yang setres.
"Carilah kesibukan Kavin. Bekerjalah dengan benar, atau kau akan bangkrut." Ujar Arutala. Meski ia tau kekayaan keluarga Kavin tidak akan habis sampai tujuh turunan.
Kavin yang merebahkan diri di sofa mendudukan diri untuk melihat Arutala yang duduk di meja kerjanya.
"Aku bosan bekerja. jadi lebih baik aku menganggumu saja. Ayolah, kau harus membuat dirimu lebih santai. Kau sudah kaya. Buat apa tambah kaya."
Pikiran gila Kavin itu selalu di abaikan Arutala.
"Oh iya, aku sudah mendapat beberapa kandidat untuk jadi PA-mu. Kau mau lihat?" tawar Kavin. Ia mengambil tablet miliknya. Membuka beberapa email yang masuk. meski hal ini bukan salah satu pekerjaan Kavin, tapi pria itu dengan suka rela membantu. Memang otak Kavin rada sedikit geser.
Arutala yang juga penasaran langsung meninggalkan pekerjaannya. Ia duduk di samping Kavin. Ikut nimbrung melihat siapa saja yang mendaftar.
"Ini sepertinya bagus. Dia cantik dan seksi." Pilihan Kavin selalu tertuju pada tubuh terlebih dahulu. Dan yang di tunjuk Kavin barusan menurut Arutala tidak lebih seperti wanita panggoda.
Sedangkan yang dibutuhkannya, wanita yang siap bekerja dan tidak tergoda dengan dirinya.
Saat menscroll kebawah, Arutala langsung memusatkan perhatiannya pada satu cv yang menarik perhatiannya. Menampilkan foto seorang wanita dengan kaca mata yang tidak asing bagi indra penglihatannya. Tidak salah lagi.
Sudut bibir Arutala tertarik. Cukup menarik. Mari kita lihat permainan ini akan sampai mana.
"Aku mau wanita ini. Besok dia harus sudah ada di sini." putusnya.
Kavin ternganga. "Hah? Diantara banyaknya wanita seksi, kau justru memilih wanita yang terlihat nerd? Sepertinya wanita ini juga terlihat tidak seru."
"Yang membutuhkan PA itu aku. Jadi terserah padaku."
Kavin menghela napas. Mau bagaimana lagi.
"Oh ya, dan satu lagi. Aku butuh seorang wanita panggilan."
"Hah?!" kalimat itu sukses membuat Kavin terjengkang karena terkejut. "Buat apa?"
Arutala tersenyum penuh arti. "Hanya bersenang-senang."
\~*\~
Dalam kurun waktu yang cukup lama, akhirnya Milan dapat kembali menatap mata itu. Milan yang kini sudah berada di dalam ruangan Arutala. Berhadapan dengan sang atasan. Pandangan Milan jatuh pada bibir Arutala. Bibir yang tadi sempat bermesraan dengan wanita lain. Apa mungkin memang Arutala sering melakukan itu. Tapi selama Milan menguntit pria itu, belum pernah Milan menemukan fakta tentang Arutala yang suka bermesraan di depan umum. Kenapa rasanya Arutala memiliki sifat yang beda.
"Milan Pramoedya." Arutala menyebut namanya. Membuat jantung Milan bedebar.
Pria itu akhirnya memanggil namanya. Milan menyukai suara Arutala ketika mengalunkan namanya.
"Ya Pak." Balas Milan.
Arutala bertopang dagu, ia memperhatikan Milan. "Coba jelaskan orang seperti apa dirimu itu."
Milan diam sejenak sebelum menjawab. "Saya seperti kebanyakan orang biasanya Pak."
Jari Arutala mengetuk di atas meja. Tatapan semakin tajam dan dalam. Seperti mengintimidasi lawan bicaranya. "Aku tidak butuh wanita biasa. Aku butuh wanita yang mampu menyamaiku."
Kalimat Arutala barusan membuat Milan cukup berpikir. Pasalnya, kalimat Arutala itu memiliki beberapa arti.
"Jadi, wanita yang seperti apa yang Pak Aru cari?"
"Seperti wanita yang tadi kau lihat di dalam lift." Pandangan Arutala menggelap.
Milan sebisa mungkin mengatur ekspresinya terlihat tenang. "Maaf Pak. Saya tidak bisa menjadi wanita seperti itu."
Arutala berjalan mendekat pada Milan yang berdiri di hadapannya.
"Dengar Milan, yang kubutuhkan tidak hanya sekedar personal asisten seperti biasanya. Aku butuh seseorang yang kuat. Tidak mudah menangis. Dan siap berada di kondisi apapun." Arutala memojokkan Milan. Ia berdiri cukup dekat dengan wanita itu. Bahkan Arutala dapat mencium aroma Milan.
Dan dengan tololnya Milan justru menjawab "Memangnya Pak Aru mau membawa saya ke medan perang?"
Kalimat itu membuat Arutala memundurkan langkahnya. Ia hampir saja tertawa. "Bukan seperti itu. Kadang kala saya berada di posisi yang cukup bahaya. Dan saya tidak mau jika kita sedang dalam kondisi seperti itu, kau justru malah menangis ketakutan."
"Pak Aru tidak usah khawatir. Saya bukan termasuk wanita seperti itu."
"Baguslah. Kau bisa mulai bekerja sekarang. Tapi sebelum itu, apa kita pernah bertemu?"
Pertanyaan terakhir dari Arutala cukup menjawab apa yang selama ini menjadi pertanyaan Milan. Apa Arutala mengingatnya? Dan ternyata memang Arutala tidak mengingatnya. Sungguh mengecewakan.
"Kurasa tidak Pak." Balas Milan. Lalu setelahnya ia pamit undur diri.
Bohong. Tentu saja mereka pernah bertemu sebelumnya. Dan Arutala mengingat itu. Dengan jelas ia melihat Milan di caffe dekat kantornya. Dan setelah insiden kemarin, Arutala yang penasaran dengan Milan langsung bertindak.
Ia menelpon bawahannya, dan menyuruhnya untuk mengecek cctv caffe. Dan benar saja, Milan hampir setiap saat berada di caffe itu. Bahkan pandangan Milan selalu mengarah ke gedung kantornya. firasatnya tidak pernah meleset.
Dan setelah mengetahui fakta bahwa Milan mendaftar sebagai PA-nya, tanpa pikir panjang Arutala menerimanya.
Tanpa ada ketukan di pintu, seseorang masuk ke dalam ruangannya. Hampir saja Arutala mengumpati orang tersebut. Namun ia urungkan setelah mengetahui siapa orang yang masuk. Pradana sang ayah yang datang mengunjunginya.
"Aru, papa tidak mau basa basi. Waktu papa Cuma sebentar. Asisten papa sudah mengirim email, dan itu beberapa wanita yang harus kau pilih untuk kencan buta." Pradana selalu seperti ini. Tidak mau membuang waktu. Karena baginya, waktu sangat berharga.
Arutala berjalan menuju kursinya. Bahkan ia tanpa repot-repot mempersilahkan sang ayah untuk duduk.
"Apa hal ini wajib Pa?"
"Iya. Ingat Aru, Papa ingin kau segera menikah." Bahkan wajah Pradana sangat lempeng-lempeng saja.
"Baiklah. Nanti aku akan memilihnya. Milan akan membalas email Papa nanti."
Kening Pradana berkerut. "Milan?"
"Iya, PA baruku. Orang yang duduk di depan yang papa lewati barusan."
Pradana tak peduli akan hal itu. "Siapa nama lengkapnya?"
"Milan Pramoedya."
Nama itu terasa tidak asing di telinga Pradana. Tapi ia tidak mau hal itu menganggunya.
"Yasudah Papa pergi dulu." ucapnya lalu pergi.
Setelah kepergian sang Ayah, Arutala menyuruh Milan untuk masuk.
"Ya Pak?"
"Kemarilah. Aku ingin kau memilihkan ku beberapa wanita. Cek latar belakangnya. Dan pastikan dia wanita yang tidak punya banyak masalah." Arutala menyodorkan tab miliknya.
"Untuk apa Pak?"
"Untuk kencan buta. Aku akan segera menikah Milan. Jadi kau harus memilih dengan teliti."
Milan terpaku di tempatnya. Sialan! Baru saja Milan masuk ke kehidupan Arutala. Dan pria itu malah akan menikah. Tentu saja Milan tidak akan membiarkan ini terjadi.
"Baik Pak. Akan saya carikan dengan hati-hati." Pamitya undur diri.
Pandangan Arutala tidak lepas dari Milan yang berjalan keluar dari ruangannya. Wanita itu memang berpenampilan seperti biasa. Tidak terlihat mencolok. Tapi Arutala tau betul barang yang di gunakan Milan cukup mahal.
"Halo? Banu, aku butuh informasi tentang Milan Pramoedya." Arutala menghubi sang adik.
"Segera kakak." Balas Banu tanpa bertanya lebih.
Banura Ganapatih cukup pandai dalam mencari informasi. Dan dia selalu bisa Arutala andalkan.
Arutala miliknya. Hanya miliknya.
Kalimat itu terus berputar di otak kecil Milan. Ia tengah berada di dalam kamar mandi mengatur kondisinya yang tidak setabil. Kedua tanganya mengepal kuat. Rasa cemas dan gelisah ketika membayangkan Arutala menjadi milik orang lain membuat kondisnya tidak setabil.
Ia lantas menghubungi Lyra.
"Halo? Kau baik-baik saja? Milan?" suara Lyra terdengar panik.
Milan mengatur napasnya. "Cari tau setiap kebusukan wanita yang datanya ku kirim padamu."
"Apa? Untuk apa?" tanya Lyra kebingungan.
"Aku mau mengagalkan setiap wanita yang akan Arutala kencani. Dan juga, kirim pada Arutala secara anonym."
Inilah kegilaan Milan Pramoedya.