NovelToon NovelToon
ANAK MAMA

ANAK MAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Kehidupan di Kantor
Popularitas:10.7k
Nilai: 5
Nama Author: Kata Kunci

Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 32.

Hari berganti hari, Danar mencoba bersabar menunggu jawaban dari Sang Kekasih. Ternyata bukan hanya harus menunggu selama 1 bulan, tetapi ada syarat lain yang harus dia patuhi yaitu tidak menelepon dan tidak boleh bertemu dengan Luna, apabila tidak sengaja bertemu karena mereka satu kantor, mereka harus berpura - pura tidak saling melihat.

Seperti hari ini, Danar yang tidak pernah dalam hidupnya datang terlambat, dia memutuskan untuk pergi lebih siang dari biasanya karena takut jika bertemu dengan Luna secara tidak sengaja. Dengan mengatur napas dan juga beberapa kali dilihat semua kaca spion mobilnya, Danar kemudian keluar secara perlahan dan langsung berjalan menuju kearah lift khusus setelah mengunci pintu mobil mewahnya.

Lelaki lumayan tampan itu belakangan ini merasa mudah lelah, sehingga dia melakukan beberapa peregangan ringan selama di dalam lift.

"Huft, hah, tinggal 2 hari lagi, Dan. Sabar...," ucapnya sambil melakukan gerakan meninju tanpa menyadari pintu liftnya sedang terbuka.

Matanya dan mata beberapa orang diluar saling tatap, kedua tangan Danar seketika membeku sesaat dan dengan cepat dia merubah gestur tubuhnya, lalu memberi isyarat para karyawan untuk masuk. Para karyawan itu mencoba menahan tawa, dengan Danar yang memilih berdiri paling belakang pojok sambil menahan malu, namun gestur tubuhnya tetap tegap dan mimik wajahnya tetap datar serta dingin.

Satu - persatu karyawannya turun dan senyum terkembang di wajah mereka bahkan ada yang tertawa ketika pintu lift sudah tertutup hingga yang tersisa kembali Danar seorang. Kemudian Danar kembali melakukan gerakan tidak karuan karena harus menahan malu akibat kejadian tadi, kembali pintu lift terbuka dan kini yang ada di depannya adalah Mutiara, wajah adik sepupunya itu sedikit miring dengan satu alis yang naik.

"Mas..." panggil perempuan berambut pendek itu pelan.

Kembali gerakan Danar terhenti dan dengan perlahan gestur tubuhnya kembali tegak dengan mengusap satu sisi bagian kepala dengan tangan yang lain masuk ke dalam saku celana yang dikenakannya, lalu dia turun tanpa melihat kearah Mutiara dan hanya menyapa dengan nada suara tegasnya,

"Morning..."

Mutiara yang mengikuti arah tubuh Danar tambah mengernyitkan wajahnya dengan kemudian menggerakkan satu tangan disebelah kepalanya membuat isyarat "G*LA" pada Sang Kakak Sepupu yang kemudian masuk ke dalam ruangannya.

Saat Danar sudah duduk, tiba - tiba sebuah amplop berwarna pastel digeser oleh Mutiara dan membuat arah pandang Danar mengarah Sang Adik Sepupu dengan dua alisnya yang naik.

"Dari Mbak Luna..." suara berbisik Mutiara yang kemudian mundur perlahan dan meninggalkan ruangan Danar dengan kerlingan mata sebagai penutup.

Danar dengan tidak sabar langsung membuka amplop yang juga beraroma sangat wangi itu. Pupil mata lelaki lumayan tampan itu membesar dengan senyum miring yang terkembang dan dia bersandar dengan memeluk kertas yang ada di dalam amplop tersebut.

"Aku harap ada kabar baik darimu, sayang. Miss you so much..." ucap Danar sambil mendekap erat kertas agak tebal dari Luna yang berisikan tulisan "H-2".

xxxxxxxx

Mutiara terlihat sedang turun melalui lift dan arah pandang perempuan berambut pendek itu tertuju pada sesosok yang dikenalnya, serangan agak panik terjadi padanya dengan saliva yang ditelan sekali juga jemari yang tiba - tiba dimainkan diatas sebuah berkas yang dibawanya. Mata Mutiara pun melirik kanan - kiri dengan cepat karena otaknya yang sedang berpikir dengan cepat juga. Akhirnya dia memutuskan menutup sebagian wajah serta kepalanya ketika pintu lift terbuka dan keinginannya untuk segera pergi pun tertahan oleh seseorang yang menghadang jalannya, dengan wajah tertunduk dan kedua mata yang terpejam sesaat dia perlahan menegakkan kepalanya serta menurunkan berkas yang dipegang dengan senyum ramah yang selalu terkembang diwajah kembaran Dian tersebut dilakukan ketika terpaksa harus berhadapan dengan sosok yang dia hindari.

"Pagi, Mas Dimas. Udah, sehat - kayaknya..." ucapan Mutiara penuh keraguan juga canggung terdengar.

Dimas hanya terdiam dengan mata nanarnya, Mutiara meneguk salivanya lagi kemudian memberi isyarat agar mereka bicara ditempat lain dengan kedua matanya.

"Kenapa Mbak?" tanya singkat Dimas ketika mereka sudah sampai di sebuah lorong panjang dan sangat jarang dilalui oleh para karyawan ABS.

Mutiara menarik napasnya sekali dengan tubuh yang membelakangi Dimas. Tidak sabar, Dimas kemudian mendekat kearah samping dengan wajah yang masih agak lebam dan satu sisi kening masih menggunakan plester luka juga tatapannya yang nanar. Mutiara melirik sesaat dan agak menjauh, dia masih terus berpikir dan akhirnya dia menegakkan tubuh juga bertatapan lurus dengan Dimas.

"Dengar Mas Dimas, Mas kayaknya sudah salah paham sama saudara saya Dian. Saya, saya sudah dengar semua cerita kalian di masa lalu, maaf saya baru bisa bilang terimakasih karena sudah menyelematkan Dian. Tapi, tapi Mas, kalau kalian bersama, itu, itu nggak mungkin..." Mutiara berusaha menjelaskan dengan beberapa kata yang terbata - bata juga dibumbui dengan gerakan tangannya yang tidak karuan dan mimik wajah sedikit memelasnya.

Dimas kemudian agak mundur ke belakang dengan anggukan dikepalanya lalu lelaki itu berkata,

"Karena kami berbeda dari segi strata dan hal - hal serupa? Saya ngerti..."

Mutiara dibuat terkejut dengan ucapan Dimas yang kemudian berbalik dan berniat pergi namun langkahnya tertahan oleh ucapan lain Mutiara,

"Bukan, tapi karena Dian sudah memiliki calon suami..."

Dimas seketika kembali berbalik dan menatap mata Mutiara dengan kerutan di dahinya.

"Jadi, please Mas. Relakan Dian..." Mutiara pergi berlalu setelah mengatakan kalimat terakhirnya. Dia meninggalkan Dimas yang masih berdiri diposisinya membeku dan terdiam.

xxxxxxxx

Dian masih terlihat tidur di ranjangnya dengan satu tangan yang tersambung dengan beberapa selang infus. Pucat dan terlihat lebih kurus, perempuan berambut panjang itu sudah terbaring 2 hari dan belum memberi tanda akan bangun. Terlihat di samping ranjang nyaman perempuan muda itu, kedua orang tuanya setia menemani. Sang Ibu, Gina Ayu Perkasa memegang satu tangan agak dingin Sang Putri dengan aliran air mata yang terkadang diusapnya. Wanita yang masih terlihat muda itu terus mengajak Dian berbicara sedangkan Sang Ayah Alan Adi Perkasa, adik kandung dari Ibu Rania Aditama Sari Perkasa yang tidak lain adalah Ibunda dari Danar Perkasa berdiri sambil memainkan satu tangannya yang bersidekap dengan memandangi wajah Sang Anak dengan mata sayunya.

Ketukkan pintu kemudian mengalihkan pandangan pria tinggi kurus itu dan satu anggukan kepala membuatnya bergerak kearah pintu kamar Sang Anak.

"Ram, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Pak Alan pada Dokter Rama.

"Semua hasil tes baik Lan, aku memprediksi Dian dalam masa trauma dan menolak untuk bangun. Kamu ingat, beberapa tahun yang lalu dia pernah..." Dokter Rama menjelaskan sambil sedikit mengingatkan sebuah masa lalu yang sepertinya tidak ingin di ingat oleh Pak Alan, hingga beberapa anggukan dilakukan oleh pria cukup tampan itu.

Diam sesaat dengan masih memainkan satu tangan bersidekapnya, Pak Alan baru akan menggelontorkan pertanyaannya, tiba - tiba dari arah Sang Istri terdengar suara cukup histeris.

"Sayang, sayang, Dian, Dian siuman..." teriak Ibu Gina yang sedikit menengok kearah Sang Suami dan kemudian memegang lebih erat jemari Sang Anak dengan agak menaikkannya juga posisi duduknya mendekat kearah wajah Dian yang langsung dielusnya pelan.

Sangat lemah namun perlahan dicoba untuk membuka mata, Dian terlihat mulai mencoba mengenali sekitarnya walau agak kabur.

"Ma-mi.." suara agak serak dan pelannya terdengar oleh Sang Ibu dengan wajah ceria namun agak basah oleh air mata, wanita agak muda itu menjawab dengan juga mengangguk beberapa kali.

Lalu Dian mulai mengenali wajah Sang Ayah yang sudah bersimpuh di sisi ranjang satunya dengan tangan agak panjang nan kurus diusap pelan puncak kepala Sang Anak.

"Di-mas, dia - selamat..." ucap Dian dalam hati ketika dia mengingat kenangan sesaat sebelum dia jatuh dan tidak sadarkan diri selama 2 hari.

Mutiara di mulut pintu kamar melihat dengan wajah 1/2 bahagia juga 1/2 takut, setelah melihat Sang Saudara Kembar akhirnya siuman.

"Aku ngelakuin ini semua buat kebaikanmu, D. Maafkan aku..." ucap perempuan berambut pendek itu.

********

1
Mak e Tongblung
beberapa kali "mengangguk" kok "menganggur" , tolong diperhatikan thor
Kata Kunci: 🙇‍♀️🙇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!