Lana, seorang gadis yang tumbuh dalam pengabaian orangtua dan terluka oleh cinta, harus berjuang bangkit dari kepedihan, belajar memaafkan dan menemukan kembali kepercayaan pada cinta sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lidya Riani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 18 Kehadiran Bayu
"Nanti pulang, aku antar, ya?" tawar Sakha, senyum tipis menghiasi wajahnya.
Ya, hubungan mereka telah pulih, meski dengan luka yang masih menganga di hati Sakha. Mereka sepakat untuk kembali menjadi teman, sebuah keputusan yang pahit namun diterima Sakha dengan lapang dada.
Daripada melihat Lana menghindarinya, Sakha memilih untuk menahan rasa sakitnya dan bersabar, berharap suatu hari nanti Lana akan melihatnya lebih dari sekadar teman.
Lana berjanji untuk bersikap seperti biasa, seolah pengakuan cinta Sakha tak pernah terjadi.
"Nggak bisa, nanti aku dijemput," jawab Lana, matanya menghindari tatapan Sakha.
"Oh, dijemput siapa?" tanya Sakha, rasa ingin tahu menyelinap dalam hatinya.
"Teman," jawab Lana singkat.
"Teman? Siapa?" desak Sakha, alisnya bertaut.
Lana memicingkan matanya, merasa seperti sedang diinterogasi.
"Kamu nggak kenal," jawabnya dengan nada dingin, lalu berbalik dan pergi, meninggalkan Sakha dengan rasa penasaran yang menggerogoti.
Sakha terdiam, menatap punggung Lana yang menjauh.
"Teman... siapa?" gumamnya, hatinya bertanya-tanya. Rasa curiga mulai menyelinap, membuatnya gelisah.
...-----------...
Sakha berdiri tegak di depan gerbang sekolah, matanya menyapu setiap sudut, mencari sosok yang akan menjemput Lana. Rasa penasaran membakar hatinya, tak membiarkannya pergi sebelum melihat siapa laki-laki itu.
Waktu berlalu, setengah jam sudah Sakha menunggu. Rasa lelah mulai menggerogoti, namun saat melihat Lana berlari keluar gerbang dengan senyum cerah, hatinya langsung berdebar kencang. Matanya terpaku, tak berkedip, mengikuti setiap gerakan Lana.
Lana, gadis yang menolak cintanya, kini tertawa riang bersama laki-laki lain.
Hati Sakha mencelos.
Wajah pria itu tertutup helm, namun jaket almamater yang dikenakannya menunjukkan bahwa ia adalah mahasiswa dari universitas ternama.
Lana dan pria itu tampak sangat akrab. Mereka bercanda, tertawa, dan pria itu bahkan mengacak rambut Lana dengan gemas. Tawa Lana, yang terdengar begitu lepas, menusuk hati Sakha, memicu rasa cemburu yang membara.
"Apakah pria itu alasan Lana menolakku?" tanya Sakha dalam hati, dadanya sesak.
Lana tak pernah terlihat begitu dekat dengan lelaki lain di sekolah. Namun, dengan pemuda ini, ia tampak begitu nyaman dan bahagia.
"Bagaimana jika Lana sudah mencintai orang itu?" pikiran buruk menghantam Sakha, membuatnya limbung.
"Apa yang harus kulakukan?" tanya Sakha, kebingungan menyelimuti pikirannya.
Cinta pertamanya, yang begitu dalam, membuatnya kehilangan akal sehat.
"Tidak, Lana tidak boleh mencintai orang lain," tekad Sakha membara. "Aku akan membuatnya mencintaiku."
Cinta pertama seorang Arkana Sakha Wijaya tidak akan berakhir sia-sia. Ia akan berjuang, meski harus melawan takdir.
...-------------...
"Jadi, siapa?" tanya Bayu, matanya menyelidik, menatap Lana yang asyik menikmati bakso traktirannya. Gadis itu, dengan lahap, menghabiskan mangkuk kedua, tak lupa memesan jus alpukat favoritnya.
"Alana!" panggil Bayu, sedikit meninggikan suaranya.
"Hmm?" sahut Lana, mulutnya penuh dengan bakso.
"Jadi, siapa cowok yang naksir kamu kali ini?" tanya Bayu, tak sabar.
Mata Lana mendelik, menatap Bayu dengan curiga.
"Pasti Dilla yang nyebar gosip, ya?" sungutnya.
"Ya, habisnya, aku telepon nggak pernah diangkat. Susah banget, sih, jawab teleponku?" keluh Bayu.
"Ya, Kak Bayu juga, sudah tahu aku nggak suka teleponan, kenapa nggak chat aja?" balas Lana, tak mau kalah.
"Susah ngomong sama kamu!" gerutu Bayu, mengacak-acak rambut Lana dengan gemas.
"Jadi, benar, ada cowok yang naksir kamu?" tanya Bayu lagi, penasaran.
"Jadi, benar, Kak Bayu udah punya pacar sekarang?" tanya Lana balik, matanya menyipit.
"Apa pula?" Bayu melipat kedua tangannya, wajahnya menunjukkan ketidaksenangan.
Lana terkekeh. "Cewek cantik yang naik gunung sama Kak Bayu itu? Kata Dilla, cara dia menatap kak Bayu..." Lana menggantung kalimatnya, menatap Bayu dengan tatapan menggoda.
"Apa? Kenapa?" tanya Bayu, penasaran.
"Hehe..." Lana tersenyum jahil, menggaruk kepalanya. "Sorot mata penuh cinta..." ujarnya, sambil memasang wajah jijik.
"Jadi, kamu suka kepoin sosmed kakak?" tanya Bayu, matanya menyelidik.
"Enggak, ya! Dilla, tuh!" jawab Lana cepat.
"Aku nggak ada hubungan apa-apa sama cewek itu, La. Kebetulan, kita suka naik gunung bareng dan aktif di organisasi kampus," jelas Bayu, suaranya meyakinkan.
"Ooh," Lana mengangguk-anggukkan kepalanya, pura-pura mengerti.
"Lagipula, dia bukan tipe Kak Bayu," tambah Bayu, tersenyum misterius.
"Emang tipe Kak Bayu kayak apa? Jangan pilih-pilih, Kak, nanti keburu tua!" goda Lana, tertawa kecil.
"Sembarangan! Kamu yang jangan asal pilih cowok, ya! Nggak semua cowok itu baik. Terus, siapa cowok yang deketin kamu itu? Udah sejauh mana hubungan kalian?" cecar Bayu, khawatir.
"Nggak ada, Kak, aman!" jawab Lana, berusaha meyakinkan.
"Yang bener kamu! Pokoknya, cowok yang deket sama kamu, harus ketemu kakak dulu. Kalau Kak Bayu setuju, baru boleh!" tegas Bayu, matanya menunjukkan keseriusan.
"Iya, ayah Bayu!" ledek Lana, tersenyum jahil.
"Ish, ni anak!" gerutu Bayu, pura-pura kesal, tapi senyum kecil menghiasi bibirnya.
...--------...
Bayu, tetangga setia Lana, dua tahun lebih tua darinya, bagaikan matahari yang selalu menyinari hari-hari gadis itu. Sejak kecil, mereka telah terikat dalam permainan dan canda tawa.
Bayu, dengan kenakalannya, seringkali menggoda Lana kecil yang polos dan menggemaskan. Namun, saat melihat anak lain mengganggu Lana, hatinya bergejolak, dan ia berubah menjadi pelindung setia, melabeli dirinya sebagai "Kakak" bagi gadis itu.
Kini, Bayu menuntut ilmu di universitas ternama di kota lain, namun hatinya selalu tertambat pada kampung halaman, pada keluarga, dan pada Lana. Setiap liburan tiba, ia selalu menyempatkan diri untuk pulang, merindukan senyum gadis itu.
Bayu menganggap Lana lebih dari sekadar adik. Ia adalah saksi bisu luka dan air mata yang disembunyikan Lana, merasakan kesepian yang tak pernah diakui. Lana, dengan topeng ceria dan ramahnya, menyembunyikan kerapuhan hatinya, kesepian yang menggerogoti jiwanya.
Bayu ingin selalu berada di sisi Lana, melindunginya dari segala kesedihan. Namun, jarak memisahkan mereka, membuatnya hanya bisa mengkhawatirkan Lana dari kejauhan. Lana, selalu sendiri, bagai bintang kesepian di langit malam.
Bayu takut. Ia takut Lana terbiasa dengan kesendiriannya, membangun tembok tak kasat mata yang menghalanginya untuk meraih kebahagiaan. Karena, jauh di lubuk hatinya, Bayu ingin menjadi teman hidup Lana, bukan hanya seorang kakak.
Sejak kepergiannya, Bayu menyadari bahwa perasaannya pada Lana lebih dari sekadar kasih sayang kakak-adik semata. Rindu membakar hatinya, khawatir menyelimuti pikirannya. Ia seringkali berkhayal, membayangkan menggenggam jemari Lana, membiarkan gadis itu bersandar di bahunya, membuatnya tertawa dengan leluconnya, menatapnya terlelap dalam damai.
Banyak hal yang ingin ia lakukan bersama Lana, mimpi-mimpi indah yang menghiasi malam-malamnya. Bayu tak tahu kapan cinta itu bersemi, namun setiap kali melihat senyum Lana, menatap matanya, mendengar suaranya, ia tahu bahwa hatinya telah jatuh cinta.
...-----------...
tak bapak tak ibu sama aja dua duanya jahat sama anak sendiri