Full Remake, New Edition 🔥🔥
Ini adalah perjalanan Iramura Tenzo, seorang pejuang yang dipanggil ke dunia baru sebagai seorang pahlawan untuk mengalahkan raja iblis.
Namun, dia gugur dalam suatu insiden yang memilukan dan dinyatakan sebagai pahlawan yang gugur sebelum selesai melaksanakan tugasnya.
Akan tetapi dia tidak sepenuhnya gugur.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali muncul, menginjak kembali daratan dengan membawa banyak misteri melebihi pedang dan sihir.
Ia memulai lagi perjalanan baru dengan sebuah identitas baru mengarungi daratan sekali lagi.
Akankah kali ini dia masih memegang sumpahnya sebagai seorang pahlawan atau mempunyai tujuan lain?
Ini adalah kisah tentang jatuhnya seorang pahlawan, bangkitnya seorang legenda, dan perang yang akan mengguncang dunia.
Cerita epik akan ditulis kembali dan dituangkan ke dalam kisah ini. Saksikan Petualangan dari Iramura Tenzo menuju ke jalur puncak dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Kusuma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Pelatihan Selesai
Ramez terduduk lemas di dinding batu yang telah retak, akibat hempasan brutal dari gada besar Goblin Champion. Nafasnya terengah-engah, dadanya naik-turun tak beraturan, dan kedua tangannya bergetar hebat saat mencoba menopang tubuhnya yang nyaris tak mampu berdiri.
Rasa sakit menusuk di sekujur tubuhnya. Tulang rusuknya terasa remuk, dan ada darah yang mulai merembes dari sudut bibirnya.
[Aku sudah meminta tolong… tapi tidak ada yang datang.]
Apakah ini yang dimaksud Tenzo dengan pelatihan? Bahkan bagi Ramez, ini di luar nalar. Tidak ada pelatihan yang membuat seseorang bertarung hingga sekarat seperti ini. Namun, meski tubuhnya hampir tak bisa bergerak, ia tetap memaksakan diri untuk berdiri.
[Aku tidak tahu apa maksud dari latihan ini… Tapi jika aku menyerah sekarang, aku akan mempermalukan diriku sendiri.]
Gambaran masa lalu muncul di benaknya.
Diomas.
Sosok yang pernah mengalahkannya, membuatnya terkapar tak berdaya di tanah, tanpa harapan. Saat itu, ia hampir menerima kematian sebagai takdirnya.
Namun kali ini…
"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi."
Ia menatap tajam ke arah Goblin Champion, meskipun penglihatannya sudah mulai kabur. Kakinya gemetar, tapi ia memaksa tubuhnya untuk tetap berdiri.
Ia mengepalkan tinjunya dan berteriak,
"Aku akan terus hidup dan menjadi lebih kuat! Goblin jelek!! Sini, maju kau!!"
Goblin Champion hanya mendengus marah, lalu dengan gerakan brutal mengayunkan gada besarnya ke arah Ramez.
Ramez mencoba menghindar, tapi kecepatan Goblin Champion terlalu cepat baginya yang sudah kelelahan.
BUGH!
Pukulan telak mendarat di perutnya, menghancurkan pertahanannya sepenuhnya.
"GAAAHH!"
Tubuhnya terhempas ke belakang, lalu membentur tanah dengan suara yang menyedihkan. Debu dan pasir berhamburan saat tubuhnya terguling beberapa kali sebelum akhirnya terkapar diam.
Tubuhnya kini babak belur.
Matanya setengah tertutup, napasnya lemah, dan rasa sakit menusuk di setiap sudut tubuhnya. Darah mengalir deras dari luka-lukanya, membentuk genangan merah di tanah.
Di kejauhan, ia bisa melihat bayangan kecil para goblin kecil yang mulai mendekat. Mereka melihatnya dengan mata lapar, mengangkat belati-belati tumpul mereka, bersiap untuk menghabisinya.
"Ahh… apakah aku akan berakhir begini…?"
Penglihatannya mulai meredup.
Namun, sebelum kegelapan sepenuhnya menelannya…
CRASH!
Sebuah botol kaca jatuh di tanah, pecah menjadi asap berwarna merah-kuning yang bersinar terang.
Asap itu mengelilingi tubuhnya, menembus luka-lukanya, dan dalam sekejap mata, rasa sakitnya menghilang.
"Hah…?"
Luka-lukanya tertutup dengan cepat. Tulangnya yang patah berderak kembali ke posisi semula, dan tubuhnya kembali terasa ringan.
Staminanya… kembali penuh.
Ia terduduk, matanya melebar, memandangi tangannya sendiri yang kini kembali sehat.
"Apa-apaan ini?! Kenapa tubuhku langsung pulih begini?!"
Lalu, sebuah suara datar namun kuat terdengar.
"Ramez, sekarang kamu sudah pulih. Silakan lanjutkan pertarunganmu."
Ramez menoleh.
Tenzo berdiri di kejauhan, menatapnya dengan mata yang tenang dan tajam, seolah tidak ada yang aneh dari semua ini.
"Tenzo…"
Ramez menggertakkan giginya. Sekarang ia paham apa maksud dari pelatihan mental ini.
"Jadi ini yang kau maksud… latihan mental…"
Intinya, ia harus bertarung sampai sekarat, sampai di titik ia berpikir akan mati, tapi tetap mempertahankan semangat juangnya, Di sisi lain, Tenzo akan terus menyembuhkannya, berulang kali.
Itu artinya… rasa sakit ini tidak akan berhenti, sampai ia mencapai batas kemampuannya yang sebenarnya.
Namun, setidaknya, satu hal membuatnya tetap maju—
Latihan ini masih menjamin hidupnya.
Bahkan ketika ia merasa telah mati, ia akan hidup kembali.
Ia menatap Goblin Champion yang masih berdiri kokoh, lalu mengepalkan tinjunya dengan penuh tekad.
"Baiklah! Aku akan segera bertarung!!"
***
Di sisi lain, Lestinar menggigit bibirnya, tangannya mengepal.
Saat melihat Ramez sekarat, ia ingin bergerak, ingin menghentikan ini.
Namun, tekanan dari Tenzo terlalu besar.
Ia tidak bisa bergerak.
"Ini gila…" pikirnya.
Namun yang terjadi selanjutnya membuatnya lebih terkejut lagi.
Tenzo hanya melempar sesuatu—sebuah botol kaca dengan cairan yang bercahaya, dan dalam sekejap…
Ramez kembali sehat.
Lestinar terbelalak.
"Tidak mungkin! Apa aku salah lihat?!"
Ia menatap Ramez yang bangkit kembali, tanpa luka sedikit pun, seolah tidak pernah mengalami pertarungan brutal tadi.
Matanya lalu beralih ke Tenzo, yang tetap berdiri santai, seakan ini hal yang biasa baginya.
"Apa yang sebenarnya dia berikan…?"
Tanpa membuang waktu, ia langsung bertanya, "Hei, Tenzo! Apa yang barusan kamu berikan kepada Ramez?! Kok bisa dia langsung pulih seperti itu?!"
Tenzo menjawab datar, tanpa ekspresi.
"Itu adalah ramuan racikanku. Aku punya banyak stoknya. Jadi mungkin aku bisa menggunakannya untuk sarana pelatihannya."
"Ramuan… racikan…?!"
Lestinar terdiam sejenak.
[Racikan sendiri, dan efeknya sudah di luar akal sehat?!]
Seketika, pemikirannya tentang Tenzo berubah sepenuhnya. Awalnya, ia berpikir Tenzo hanyalah petarung biasa yang kuat.
Namun sekarang…
"Orang ini… benar-benar mengerikan."
Ia menelan ludah.
[Siapa sebenarnya dia?]
Tidak ada satu pun rumor tentang seseorang seperti ini di seluruh benua. Namun sekarang, ia berada tepat di depannya, dan entah kenapa… Perasaan takut mulai menjalari tubuhnya.
***
Pertarungan demi pertarungan terus berulang.
Hari pertama, Ramez hampir mati 100 kali.
Hari kedua… jumlahnya tidak jauh berbeda.
Setiap kali ia merasakan dinginnya kematian, kabut merah-kuning dari Tenzo menyelimutinya, menariknya kembali ke dunia ini.
"Hah… hah… lagi…"
Ia berdiri lagi, mengangkat pedangnya, menatap musuh yang sudah berkali-kali membunuhnya.
Selama satu bulan setengah, ia terus berada di ambang kematian ratusan hingga ribuan kali.
Siksaan?
Bisa dibilang ini lebih buruk dari itu.
Setiap pukulan, setiap luka, setiap momen ketika darahnya mengalir membasahi tanah, adalah pelajaran yang memaksanya untuk terbiasa dengan kematian.
Namun, ada satu hal yang berubah.
Jika di hari pertama ia merasa takut setiap kali tubuhnya runtuh ke tanah, kini ia bangkit dengan mata yang lebih tajam dan tatapan yang lebih kosong.
Tak ada lagi rasa terkejut atau panik saat darah keluar dari tubuhnya.
Ramez tidak lagi takut mati—karena ia tahu bahwa ia akan selalu kembali.
Namun, apakah itu hal yang baik… atau sesuatu yang lebih mengerikan?
***
Pada awalnya, Lestinar tidak bisa percaya dengan apa yang ia lihat.
"Sialan… itu sudah yang ke-45 kali hari ini! Orang ini masih manusia atau bukan?"
Ia terbelalak melihat Ramez menggeliat sekarat, sebelum akhirnya kembali berdiri dengan wajah kosong, seolah kematian hanyalah sesuatu yang sepele.
Ramez sudah terlalu banyak melihat neraka. Namun, setelah beberapa minggu berlalu, rasa terkejutnya mulai menghilang.
Sekarang, setiap kali ia melihat Ramez tersungkur bersimbah darah, ia hanya bisa mendesah dan menghela napas.
"Lagi, ya…? Yah, setidaknya dia tidak mati sungguhan."
Pada akhirnya, ia hanya bisa percaya pada Tenzo—meskipun instingnya mengatakan bahwa pria itu berbahaya. Bahkan peringkat F yang disandang Tenzo semakin terasa mencurigakan.
***
Di sela latihan, Lestinar menghabiskan waktunya untuk memasak.
Kadang ia menjelajahi dungeon sendirian, lalu kembali beberapa jam kemudian untuk mengecek keadaan mereka.
Kadang ia juga memanggil monster-monsternya dan bermain untuk mengusir kebosanan.
Namun kali ini, ia memasak sup hangat, aroma rempahnya memenuhi udara. Saat sup sudah matang, ia menuangkannya ke dalam mangkuk, lalu berjalan menghampiri Tenzo.
"Nih, makan dulu sebentar."
"Oh, terima kasih."
Tenzo menerima mangkuk itu, meniup supnya sedikit, lalu menyuap sesendok. Saat cairan hangat itu menyentuh lidahnya, matanya sedikit melebar.
"Mm…"
Lestinar menaikkan alisnya, tersenyum puas.
"Bagaimana? Enak, kan?"
Tenzo mengangguk, menyuarakan pendapatnya dengan jujur.
"Sup ini terasa sangat enak. Rasa rempahnya kuat, tajam, dan tetap hangat setelah masuk ke tubuh. Sayurannya juga lembut…"
"Hahaha, teruslah puji aku, teruslah!" Lestinar membusungkan dadanya, bangga dengan masakannya. "Aku ini juru masak tingkat tinggi, tahu! Kamu beruntung bisa mencicipi masakan seorang chef terkenal!"
Namun, saat ia melihat Tenzo terdiam, ekspresinya berubah menjadi bingung.
"Hah? Kamu kenapa tiba-tiba diam? Jangan-jangan kamu terharu, ya?!"
Ia menyeringai nakal.
"Tidak perlu segitunya! Aku bisa memasakkan untukmu setiap hari selama kita di dungeon ini!"
Tenzo menghela napas.
"Bukan itu."
Ia menatap sup di mangkuknya, ekspresinya sedikit serius.
"Aku hanya sedang memikirkan sesuatu… Tapi kurasa nanti saja aku putuskan."
Lestinar menyipitkan mata.
"Hee? Apa itu?"
"Nanti juga kamu tahu."
***
Waktu berlalu lebih cepat dari yang mereka sadari. Tanpa terasa, mereka telah berada di dalam dungeon selama satu bulan setengah. Selama itu juga, Ramez telah bertarung tanpa henti—ribuan kali jatuh, ribuan kali bangkit kembali.
Namun, saat Tenzo mengamati Ramez, ia melihat sesuatu yang berbeda.
"Akhirnya… sudah cukup."
Mata Ramez kini penuh dengan ketenangan yang dingin. Bukan lagi seorang petualang yang takut akan kematian, tetapi seorang petarung yang telah menerimanya sebagai bagian dari hidupnya.
Pelatihan tahap pertama telah selesai.
"Ramez, kembali ke sini. Latihanmu sudah selesai."
Begitu mendengar kalimat itu, tubuh Ramez seketika menegang. Matanya membelalak, ekspresi terkejut tergambar jelas di wajahnya.
"Apa…?"
"Aku bilang, latihanmu sudah selesai."
Ramez hampir tidak bisa percaya dengan apa yang ia dengar. Setelah hari-hari penuh penderitaan, setelah tak terhitung berapa kali ia merasakan siksaan kematian, akhirnya…
"Hhhahh… HAHHAHAHAHA!"
Ia tertawa, tawa penuh kebahagiaan dan kelegaan.
"AKHIRNYA! SELESAI JUGA! HAHAHA!"
Sementara itu, Lestinar hanya terkikik di sampingnya, menikmati ekspresi lega yang jarang terlihat di wajah Ramez.
"Selamat, Ramez. Kamu akhirnya bebas dari latihan neraka itu."
Setelah kembali, Lestinar langsung menyajikan masakan buatannya, dan mereka pun makan bersama.
Namun, di tengah-tengah makan, Tenzo membuka mulutnya sekali lagi.
"Oh ya, setelah ini kita akan memasuki tahap pelatihan berikutnya."
Seketika, garpu yang dipegang Ramez jatuh ke piringnya.
Wajah bahagianya membeku.
"Eh…?"
Mata Tenzo bersinar dingin.
"Istirahat sebentar, lalu kita lanjut ke tahap berikutnya."
Dan saat itu juga, kebahagiaan di wajah Ramez hancur seketika.
"T-tunggu, kau bercanda, kan…?"
Namun dari ekspresi Tenzo… itu bukan candaan.
Latihan neraka… masih belum berakhir.