Risma begitu syok ketika mengetahui bahwa suaminya yang bernama Radit yang selama beberapa tahun tinggal terpisah darinya karena dia dipindah kerjakan di luar kota ternyata telah menikah lagi di belakangnya. Hati Risma pun bertambah hancur ketika mengetahui bahwa selama sebelas tahun menikah dengan Radit dan mempunyai dua orang anak ternyata Radit tidak pernah mencintainya. Radit tidak bahagia hidup dengannya dan memilih untuk menikahi mantan kekasihnya di masa lalu. Lalu apakah Risma akan sanggup menghadapi pengkhianantan sang suami , dan apakah Risma bisa bertahan hidup bersama Radit setelah diduakan dan dia sadar bahwa cintanya yang begitu besar hanya bertepuk sebelah tangan...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Kecewa
"Umi ini kenapa sih, sama anak kecil kok ngomong begitu. Kasihan Raka kan..." ucap Abah.
"Rafa sayang... Raka jangan sedih, nggak papa Rafa nggak dapat rengking, yang penting kan Raka bisa mengikuti pelajaran. Kakek yakin kalau Rafa terus rajin belajar pasti Rafa akan dapat rengking..." sambung pak Salim menyemangati Rafa. Rafa pun mengangguk.
"Maafin nenek ya Rafa, nenek tadi salah bicara, jangan sedih ya cucu nenek yang ganteng..." bu Ratna mengusap kepala Rafa.
''Iya nek..." jawab Rafa.
"Ya sudah, Rafa makan lagi, ini ayamnya tambah lagi ya..." bu Ratna menambahkan lagi ayam goreng kesukaan Rafa di piring Rafa.
Radit pun merasa kasihan pada Rafa, tapi dia tidak mau menegur Umi, takut akan menyinggung perasaannya. Yang penting abah sudah menegur Umi dan Umi juga sudah menyadari kesalahannya. Radit mengusap punggung Rafa.
"Makannya habiskan ya..." ucap Radit.
"Iya yah..." jawab Rafa.
Setelah selesai makan malam Rafa dan Sabila diajak main di kamar om Akbar, mereka senang sekali diajari main game di komputer oleh omnya itu.
"Mi, lain kali kalau ngomong sama anak- anak itu jangan sembarangan. Abah nggak suka Umi bicara seperti itu pada Rafa..." ucap pak Salim sambil duduk santai di ruang keluarga.
"Ngapain dibahas lagi sih Bah, kan tadi Umi juga sudah minta maaf sama Rafa. Lagian Rafanya juga nggak papa,..." sahut Umi.
"Ya biar Umi tidak mengulanginya lagi..." ucap pak Salim.
"Memang kenapa sih, kan apa yang Umi omongin itu kenyataan Bah, Risma itu dulu sekolahnya nggak pinter. Dia juga cuma lulusan SmA nggak punya ketrampilan apa- apa. Apa lagi kata teman ibu yang dulunya anaknya bareng Sd sama si Risma, emang Risma bodoh kok . Bisa naik kelas aja sudah bagus...." sahut bu Ratna.
"Tuh kan ngomong kayak gitu lagi kan..." ucap pak Salim.
"Sudah- sudah Abah, Umi, udah nggak usah ribut. Nggak usah membahas Risma..." ucap Radit.
"Ah tapi memang istrinya Radit itu ngeselin kok, tadi siang aja Bah, waktu Umi ke rumah Radit ,Risma kayak nggak suka gitu lihat Umi. Masa waktu Umi mau pulang dan ngomong ke dia Radit suruh datang ke rumah, dia keberatan, karena tadi malam Radit sudah ke sini masa disuruh ke sini lagi. Gitu bah..." sahut bu Ratna.
"Umi dibilang menghalang- halangi Radit kumpul sama anak dan istrinya..." sambung bu Ratna.
Radit hanya menghela nafas panjang.
"Eh Radit, bilangin ngapa sama istrimu itu, jadi orang jangan malas- malas amat ngapa..? Umi mah heran deh, masa cuma ngurus rumah aja males gitu. Orangnya jorok lagi. Geli tahu, umi lihat rumahmu kayak rumah nggak keurus. Rumah kok berantakan kayak gitu. Kalau ada tamu kan kamu juga yang malu Radit...." ucap Umi.
"Udah lah Mi, biarkan saja, terserah dia mau ngapain, mau rumah berantakan kek,mau dia main hape terus kek, sudah biarkan saja Radit nggak perduli. Yang penting dia mau ngurus Rafa sama Sabila..." sahut Radit.
"Kamu ini gimana sih Radit, jadi suami kok nggak tegas sama istri. Takut kamu sama istri kamu hah...? Namanya istri kalau nggak bener ya suami berhak menegurnya..." jawab bu Ratna.
"Radit bukannya takut Mi, Radit cuma nggak mau Ribut saja sama Risma..." ucap Radit.
Bi Ratna pun mendengus kesal. Malam semakin larut, Rafa dan Sabila masih asik main komputer bersama om Akbar.
"Rafa, Sabila... Ayo pulang sudah malam..." ucap Radit menghampiri mereka di kamar Akbar.
"Nanti dulu ayah, ade masih mau main..." jawab Sabila.
"Iya ayah, nanti dulu lagi asik ini..." sahut Rafa sambil memainkan game di komputer.
"Udah, Rafa sama Sabila nginep saja di sini..." ucap Akbar.
"Iya yah, Ade sama mas Rafa nginep di sini aja ya ...." ucap Sabila. Rafa pun mengangguk- angguk.
"Tapi kan tadi nggak ngomong sama ibu kalau mau nginap..." sahut Radit.
"Sudahlah Radit nginep saja, orang anak- anaknya mau nginep kok, lagian anak- anak kamu jarang sekali nginep di rumah Umi. Kamu juga, kan Umi masih kangen sama kalian..." ucap bu Ratna yang tiba- tiba sudah ada di belakang Radit.
"Tapi nanti Risma nungguin Mi..." jawab Radit.
"Ya udah kamu tinggal telpon saja tuh si Risma, bilang sama dia kalau kalian mau nginep di rumah Umi . Bereskan..." sahut bu Ratna.
****
Sementara itu Risma sejak tadi bolak- balik di ruang tamu. Dia khawatir ,sudah jam sepuluh malam tapi anak dan suaminya belum pulang juga. Sejak tadi di telpon juga nggak diangkat. Risma menjadi cemas. Tiba- tiba ponsel Risma berdering.
"Mas Radit..." ucap Risma sambil melihat ke arah Ponselnya.
"Halo assalamualaikum mas. Mas kamu ke mana aja sih, kok belum pulang, aku dari tadi nelpon kamu lho, tapi nggak kamu angkat ..."
"Waalaikumsalam.... Ris aku masih di rumah Umi, Rafa sama Sabila nggak mau pulang. Mereka ingin nginap di rumah Umi...."
"Apa ...? Nginep...? Tapi tadi kamu nggak bilang mau nginep mas..." jawab Risma.
"Ya emang rencananya nggak nginep, tapi anak- anak yang mau nginep. Tadi mereka keasikan main komputer sama Akbar, mereka nggak mau pulang, trus mereka minta nginep. Mereka udah ngantuk tuh, udah mau pada tidur..." ucap Radit.
"Ya udah bawa pulang aja, kan mas Radit bawa mobil, mereka bisa tidur di mobil..." sahut Risma.
"Kasihan lah Ris, Umi juga nggak bakal ngijinin..." jawab Radit.
"Kamu juga mau nginep mas...?" tanya Risma.
"Ya iya dong Ris, aku juga sudah lama nggak nginep di rumah Umi....'' jawab Radit.
Risma pun terdiam. Dia tidak bisa ngomong lagi. Risma benar - benar kecewa sama Radit. Padahal dia sudah janji kalau malam ini mereka akan tidur bersama melepas rindu. Tapi dia malah menginap di rumah Umi.
"Ya udah mas, kalau mas mau nginep ya nginep saja..." ucap Risma sambil menahan tangisnya.
"Maaf ya, besok pagi - pagi sekali mas langsung pulang kok..." sahut Radit.
"Iya mas...." jawab Risma.
"Ya udah , aku tutup telponnya ya, assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..."
Sambungan telpon pun berakhir. Risma langsung mengunci pagar rumah, ruang tamu dan kamar tidur. Semua lampu di dalam rumah pun sudah dia matikan. Risma naik ke tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya.
Risma menangis sedih, padahal malam ini begitu sangat dia nantikan. Dia kangen pada Radit. Satu bulan tidak bertemu tentunya dia sangat butuh sentuhan dari sang suami. Padahal sejak sore tadi Risma sudah mempersiapkan diri mandi lulur. Memakai minyak wangi, dan juga menyiapkan kamar senyaman mungkin. Sprei dia ganti dengan yang baru, tak lupa dia menyemprotkan minyak wangi ke sprei. Dia juga sudah menyiapkan lilin aroma terapi agar suasana kamar terlihat romantis. Baju khusus pun sudah siapkan untuk dia pakai ketika melayani Radit.
Tapi semua yang dia siapkan begitu matang sia- sia saja. Risma pun hanya bisa menelan kekecewaan seorang diri.
Kesokan harinya Risma bangun pagi seperti biasa. Walapun tadi malam Risma merasa kecewa tapi pagi ini dia tetap memasak untuk sarapan suami dan anaknya. Tadi malam Radit janji akan pulang pagi- pagi, makanya Risma menyiapkan sarapan untuk mereka. Risma masak sup ayam dan pergedel.
Pukul tujuh pagi semua makanan sudah siap, Risma pergi mandi karena sebentar lagi pasti Radit dan anak- anak pulang. Tapi hingga Risma selesai mandi, dan jam sudah menunjukkan pukul delapan mereka belum pulang juga. Risma pun lalu menelpon sang suami.
"Mas, kok kamu belum pulang juga sih, kamu bilang pagi- pagi kalian langsung pulang, aku udah bikinin sarapan buat kalian lho..." tanya Risma bicara dengan Radit lewat sambungan telpon.
"Maaf Ris, tadi sebenarnya aku dah mau pulang, tapi sama Umi disuruh sarapan dulu, akhirnya kita sarapan dulu deh. Nih kita mau pulang kok..." jawab Radit.
"Ya udah..." Risma kembali dibuat kecewa. Risma langsung mematikan sambungan telponnya.
Tiga puluh menit kemudian terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Risma langsung membuka pintu pagar.Radit memasukkan mobilnya ke garasi.
Rafa dan Sabila pun turun dari mobil.
"Ibu.... Adek sama Mas Rafa semalem nginep di rumah nenek, seru deh bu, Om Akbar ngajak kita main game di komputer. Nanti kalau ibu punya uang, belikan ade sama mas rafa komputer ya bu..." ucap Sabila.
"Iya nanti kalau kalian sudah besar dan sudah sekolah SMA...." jawab Risma lalu masuk ke dalam rumah.
Risma lalu menuju meja makan untuk sarapan seorang diri. Radit menyusul sang istri lalu duduk di sampingnya sambil memperhatikan Risma yang sedang makan.
"Ris, maafin aku ya..." ucap Radit.
"Maaf untuk apa...?" tanya Risma sambil mengunyah makanannya.
"Maaf karena semalam aku sama anak- anak nginep di rumah Umi..." jawab Radit.
"Iya, nggak papa mas..."
"Maaf juga karena aku sama anak- anak nggak sarapan di rumah. Tadi pas mau pulang Umi sudah selesai masak , kami si suruh makan dulu sebelum pulang. Nggak enak kalau kita nolak kan..." ucap Radit.
"Tapi nggak papa , kan makananya bisa dimakan buat makan siang..." sahut Radit.
"Iya mas...." jawab Risma.
Entah kenapa walaupun Radit sudah membuatnya kecewa, tetapi kalau dia sudah minta maaf Risma selalu memaafkannya. Risma tidak bisa marah terlalu lama pada Radit. Entahlah mungkin karena Risma begitu sangat mencintai Radit. Dia begitu bangga punya suami setampan Radit. Tipe pria yang dia idam- idamkan Risma ada pada Radit. Risma sadar dia tidak terlalu cantik, tidak juga berpendidikan tinggi dan juga tidak pintar dalam sekolahnya dulu. Tapi dia bisa mendapatkan pria setampan Radit adalah anugerah terindah yang pernah dia miliki.
Siapa sih yang tidak bahagia mempunyai suami setampan dan sekeren Radit...? Tidak heran jika selama sepuluh tahun menjalankan rumah tangga bersama Radit, Risma menjadi bucin pada Radit. Apapun yang dikatakan oleh Radit dia selalu setuju dan menurut.
"Aku ke kamar ya. Mau ganti baju..." ucap Radit sambil mengusap kepala Risma.
Radit lalu membuka pintu kamarnya. Radit heran melihat kamarnya yang masih setengah gelap.Lampu tidur yang masih menyala dan juga jendela belum dibuka. Di nakas ada beberapa lilin aromaterapi masih menyala. Wangi kamar pun masih begitu harum terasa di indra penciuman Radit.
Radit lalu membuka lemari dan mengambil baju ganti. Setelah selesai mengganti baju Radit hendak keluar kamar tapi Risma keburu masuk kamar.
"Kok lampunya nggak dinyalakan mas...?" tanya Risma lalu menyalakan lampu kamar.
"Ah iya... Nggak papa...." jawab Radit.
Risma lalu membuka hordeng dan jendela. Kemudian Risma mematikan tempat tidur dan mematikan lilin aromaterapi.
"Ris..." ucap Radit.
"Iya..."
"Kamu menyiapkan semua ini...?" tanya Radit.
"Iya mas, kan mas Radit kemarin janji kalau malam ini kita akan...."
"Oh Ya ampun...." Radit menepuk keningnya.
"Maaf ya Ris, mas lupa.... Mas benar- benar lupa..." ucap Radit merasa bersalah pada Risma.
"Ya udah nggak papa mas..."
"Maaf banget ya Ris...." Radit menggenggam tangan sang istri.
"Iya nggak papa..."
"Mas janji nanti kalau mas pulang lagi, kita akan melakukannya. Sebenarnya mas mau sekarang, tapi nggak mungkin kan karena ada anak- anak. Nanti mereka....
"Nggak papa mas, masih ada waktu lain kok..." jawab Risma sambil mengusap dada Radit.
Akhirnya hari ini Risma, Radit dan anak- anak hanya menghabiskan waktu di rumah saja. Rencananya sih mereka mau jalan- jalan , tapi karena di luar hujan tidak berhenti juga, terpaksa Radit hanya menemani anak- anaknya bermain di rumah saja.
Dan sore harinya sehabis sholat maghrib Radit sudah bersiap untuk kembali ke kota B. Dia akan naik kereta pukul tujuh, jadi setengah tujuh dia sudah bersiap pergi ke stasiun.
"Ayah, berangkat ya, kalian jangan nakal, jangan berantem, nurut sama ibu ya...." ucap Radit pada kedua anaknya.
"Iya, ayah... " jawab Rafa.
Sementara Sabila manyun karena tidak mau ditinggal sama ayahnya. Dia masih kangen.
"Sabila sayang, senyumnya mana...? Masa ayahnya mau berangkat kerja kok dicemberutin sih, nanti ayah jadi sedih lho..." ucap Radit sambil memeluk sang putri bungsunya.
"Sabila masih kangen sama ayah...." Sabila menangis.
"Bulan depan ayah pulang lagi kok, nanti ayah belikan kalian mainan yang bagus...." ucap Radit.
"Sudah ya, ayah pergi dulu, takut ketinggalan kereta...." sambung Radit sambil melepaskan pelukan.
"Ris, jaga anak- anak ya. Mas minta maaf ya, kepulangan mas kali ini mas nggak ada waktu berdua sama kamu...." ucap Radit.
"Iya mas, nggak papa, aku ngerti kok..." jawab Radit.
"Makasih ya, mas pamit. Itu ojek online sudah datang...." ucap Radit lalu mengecup kening Risma. Risma pun kaget. Tidak biasanya Radit pemitan sambil kecup kening. Biasanya hanya Risma yang mencium punggung tangan Radit. Risma pun merasa bahagia sekali melihat perubahan Radit. Ibaratnya es yang membeku yang ada dalam hati Radit sudah mulai mencair.Iya, Risma memang selalu menyebut suaminya itu sebagai kulkas dua pintu. Dia begitu cuek dan dingin. Dari semenjak dia menikahinya hingga sudah punya dua orang anak.
Bersambung....