Ini kelanjutan kisah aku istri Gus Zidan ya, semoga kalau. suka🥰🥰🥰
****
"Mas, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil tercengang, matanya membesar sempurna, ia ingin sekali beranjak dari tempatnya tapi kakinya untuk saat itu belum mampu ia gerakkan,
"Apa?" Ia duduk lebih tegap, mencoba memastikan ia tidak salah dengar.
Gadis itu menganggukan kepalanya pelan, kemudian menatap Gus Syakil dengan wajah serius. "Saya bilang, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil menelan ludah, merasa percakapan ini terlalu mendadak. "Tunggu... tunggu sebentar. mbak ini... siapa? Saya bahkan tidak tahu siapa Anda, dan... apa yang membuat Anda berpikir saya akan setuju?"
Gadis itu tersenyum tipis, meski sorot matanya tetap serius. "Nama saya Sifa. Saya bukan orang sembarangan, dan saya tahu apa yang saya inginkan. Anda adalah Syakil, bukan? Anak dari Bu Chusna? Saya tahu siapa Anda."
Gus Syakil mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba memahami situasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. flashback sebelum kecelakaan
Pagi itu, suasana di rumah sewa Gus Syakil di Blitar dipenuhi dengan kesibukan yang tidak biasa. Hari pernikahan semakin dekat, hanya tinggal hitungan hari. Gus Syakil, yang biasanya tenang dan penuh percaya diri, tampak berbeda. Wajahnya tampak tegang, dan langkahnya lebih lambat dari biasanya.
Di ruang keluarga, Ning Chusna, ibu Gus Syakil, tengah memeriksa daftar persiapan pernikahan. Ia memastikan setiap detail telah sesuai rencana. Dari katering hingga undangan, semuanya telah diperiksa berkali-kali. Namun, melihat putranya yang mondar-mandir tanpa arah, Ning Chusna merasa perlu berbicara dengannya.
Dengan senyum lembut, Ning Chusna memanggil Gus Syakil untuk duduk di sampingnya. "Syakil, sini, Nak. Kamu kelihatan gelisah sekali. Ada apa?" tanyanya sambil menepuk sofa di sebelahnya.
Gus Syakil menghela napas, "Ibu, aku merasa aneh. Semua ini terasa cepat. Aku belum benar-benar siap."
Ning Chusna tersenyum bijak, "Syakil, pernikahan memang selalu membuat orang gugup, apalagi untuk pertama kalinya. Tapi ingat, ini adalah bagian dari perjalanan hidupmu."
Gus Syakil menundukkan kepala, "Farah gadis yang baik, Bu. Aku tahu itu. Tapi aku takut... aku takut tidak bisa menjadi suami yang baik untuknya."
Ning Chusna mengusap bahu Gus Syakil, "Nak, tidak ada yang lahir langsung menjadi suami yang sempurna. Kamu akan belajar seiring waktu. Bunda yakin kamu bisa, dan Farah adalah gadis yang tepat untuk mendampingimu."
"Tapi bagaimana jika aku gagal memenuhi harapan keluarga kita? Aku tidak ingin mengecewakan kalian."
Ning Chusna tersenyum lembut, "Kamu tidak harus memenuhi harapan siapa pun selain Allah, Syakil. Jika niatmu baik, insyaAllah semuanya akan dimudahkan. Pernikahan ini bukan soal harapan keluarga, tapi soal menjalani sunnah Rasulullah."
Gus Syakil tersenyum kecil, "Bunda selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik. Tapi tetap saja, aku tidak bisa menghilangkan rasa gugup ini."
Ning Chusna tertawa kecil, "Itu wajar, Nak. Bahkan abimu dulu sama gugupnya menjelang menikahi bunda. Tapi lihatlah sekarang, alhamdulillah kami bahagia."
Setelah berbicara dengan Ning Chusna, Gus Syakil merasa sedikit lebih tenang. Namun, kegelisahannya masih tersisa. Ia memutuskan untuk pergi ke masjid pesantren untuk mencari ketenangan. Di dalam masjid, ia duduk di pojok ruangan, memejamkan mata, dan mencoba berdzikir.
Beberapa kerabat sudah mulai berdatangan, membawa hadiah dan doa untuknya. Gus Syakil tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan kegugupannya di hadapan mereka.
Di tengah suasana itu, Ning Chusna kembali mendekati putranya, kali ini dengan membawa segelas teh hangat. "Syakil," katanya lembut, "percayalah, kamu akan menjadi suami yang baik. Farah adalah gadis yang tepat, dan Allah telah menakdirkan ini untukmu. Jangan terlalu banyak berpikir, cukup jalani dengan hati yang ikhlas."
Gus Syakil mengambil teh dari tangan bundanya, "Terima kasih, Bun. Aku akan berusaha."
"Itu yang bunda harapkan, Nak. Semua akan baik-baik saja. Sekarang, minumlah teh ini, dan istirahatlah. Besok akan menjadi hari yang sibuk."
Gus Syakil tersenyum, "Baik, Bun. Doakan aku."
Ning Chusna tersenyum lembut, "Doa bunda selalu menyertaimu, Syakil. Kamu adalah kebanggaan bunda dan Abi."
Malam itu, Gus Syakil mencoba memejamkan mata meski pikirannya masih dipenuhi berbagai kekhawatiran. Namun, suara lembut bundanya dan keyakinannya pada rencana Allah memberinya kekuatan. Ia tahu, perjalanan baru akan segera dimulai, dan ia harus siap menghadapinya dengan iman dan ketulusan.
****
Pagi itu, sinar matahari mengintip malu-malu dari balik awan. Gus Syakil bangun lebih awal dari biasanya, dengan niat kuat untuk mengambil tanggung jawab lebih dalam mempersiapkan pernikahannya. Hari itu, ia memutuskan untuk membeli sendiri barang-barang seserahan. Bagi Gus Syakil, ini adalah cara untuk menunjukkan keseriusan dan rasa hormatnya kepada Farah, calon istrinya.
Dengan baju koko putih bersih dan sarung sederhana, ia mengendarai motornya menuju pasar tradisional di kota. Sepanjang perjalanan, hatinya dipenuhi doa agar segala persiapan berjalan lancar. Ia memeriksa daftar di ponselnya—kain kebaya, alat salat, dan perhiasan sederhana adalah sebagian dari barang-barang yang harus dibelinya.
Setelah hampir dua jam berkeliling, Gus Syakil akhirnya menyelesaikan belanjaannya. Tas besar diikat rapi di bagian belakang motor. Senyumnya merekah saat membayangkan bagaimana Farah akan tersenyum bahagia menerima seserahan tersebut.
Namun, di perjalanan pulang, takdir berkata lain. Saat Gus Syakil melintas di jalan yang agak sepi, sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan. Motor itu kehilangan kendali dan menabrak motor Gus Syakil dengan keras.
Tubuhnya terpental ke aspal, barang belanjaannya berserakan. Kesakitan menyelimuti tubuhnya, namun ia masih sadar. Dari motor yang menabraknya, seorang gadis muda turun tergopoh-gopoh. Wajahnya tertutup helm kerobong.
Gadis berteriak panik, "Pak! Saya tidak sengaja! Saya benar-benar tidak sengaja!"
Gus Syakil mengerang pelan, "Astaghfirullah... Apa yang terjadi?"
Tapi perlahan kesadaran nya menghilang dan ia semuanya gelap.
Bersambung
Happy reading
malu 2 tapi mau🤭
saranku ya sif jujur saja kalau kamu yg nabrak syakil biar gak terlalu kecewa syakil nya
pasti dokter nya mau ketawa pun harus di tahan....
krn gak mungkin juga lepas ketawa nya...