Novel ketiga Author septi.sari
Karya asli dengan ide alami!!
Anissa terpaksa menerima perjodohan atas kehendak ayahnya, dengan pria matang bernama Prabu Sakti Darmanta.
Mendapat julukan nona Darmanta sesungguhnya bukan keinginan Anissa, karena pernikahan yang tengah dia jalani hanya sebagai batu loncatan saja.
Anissa sangka, dia diperistri karena Prabu mencintainya. Namun dia salah. Kehadiranya, sesungguhnya hanya dijadikan budak untuk merawat kekasihnya yang saat ini dalam masa pengobatan, akibat Deprsi berat.
Marah, kecewa, kesal seakan bertempur menjadi satu dalam jiwanya. Setelah dia tahu kebenaran dalam pernikahanya.
Prabu sendiri menyimpan rahasia besar atas kekasihnya itu. Seiring berjalanya waktu, Anissa berhasil membongkar kebenaran tentang rumah tangganya yang hampir kandas ditengah jalan.
Namum semuanya sudah terasa mati. Cinta yang dulu tersususn rapi, seolah hancur tanpa dia tahu kapan waktu yang tepat untuk merakitnya kembali.
Akankan Anissa masih bisa bertahan??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5
Wanita tua itu tersenyum culas mencoba mengangguk, walaupun hati kecilnya menentang ucapan Anissa saat ini.
"Emt..." bu Laksmi melirik kearah Prabu sekilas, lalu kembali menatap menantunya, "Ada yang ingin ibu bicarakan sama kamu~Nissa..." pinta bu Laksmi penuh harap.
"Ibu....??" sahut Prabu memicing.
Bu Laksmi menghela nafas panjang. Tatapanya masih sama lurus kearah sang menantu. Namun kalimatnya ditujukan oleh sang putra, "Perihal wanita!! Apa kamu juga mau mendengarnya??"
Prabu mendesah pasrah, "Hah!! Lakukan saja terserah kalian. Aku mau keatas dulu!!" katanya sambil menarik sebelah alis keatas. Setelah itu dia melenggang pergi sambil menepuk pelan bahu sang ibu.
Ekor mata Anissa dapat melihat langkah Prabu, yang dia yakini pria itu pasti akan singgah terlebih dulu ke kamar kekasihnya.
Usapan tangan sang mertua, seolah menyadarkan jeritan batinnya, dari suramnya rumah tangga yang kini tengah dia jalani.
"Ayo kita duduk di belakang saja!!" ajak bu Laksmi seakan tahu, apa yang kini dirasakan menantunya.
Anissa mengangguk patuh, menerima uluran tangan mertuanya, hingga mereka benar-benar menghilang dibalik pembatas tembok besar.
Tepat puku 10 pagi.
Ceklekkk.
Prabu masih terdiam dibalik pintu setelah pelayan menutupnya kembali. Senyum mengembang sempurna dengan iringan tawa bahagia, saat wanita cantik itu terus saja memandangi sketsa foto sesorang.
Tidak hanya berkata sendiri, Ailin sesekali mencium bingkai foto tersebut, seolah kini dia sedang asik bercengkrama dengan sipemilik foto.
Tapp
Tapp
Suara langkah Prabu membuat Ailin seketika menoleh tajam, sembari menyembunyikan bingkai foto tersebut dibalik tubuh kurusnya. Dia bangkit, menggelengkan kepala kuat, lalu memundurkan langkah perlahan.
"Apa aku bisa melihat foto itu??" kalimat yang ditunjukan Prabu oleh Ailin begitu lembut, bagai angin sejuk bagi siapa yang mendengarnya.
Namun tidak untuk Ailin. Wanita depresi itu, tentu saja merasakan nada ancaman, setiap kali kekasihnya memasuki ruangan kamarnya.
"Jangan ambil pangeranku...." lirih Ailin mengeratkan pelukanya pada bingkai tersebut.
Prabu masih tersenyum. Namun langkahnya terus saja mendekat, jika benda keramat itu belum sampai berpindah ditanganya.
"Ailin...pangeranmu ada disini!!" tunjuk Prabu pada dirinya sendiri, "Sekarang, coba kasih bingkai foto itu padaku! Aku akan membuatkanya yang lebih besar dari foto itu. Bagaimana....??" lanjut Prabu meyakinkan kekasihnya.
Ailin tampak berpikir keras. Dia mencoba melawan ketakutanya, dengan perlahan mengulurkan bingkai foto tersebut pada kekasihnya.
"Kamu yakin?? Aku tidak ingin kamu membuang pangeranku~Prabu...!!" pinta Ailin penuh harap, disela-sela ketakutannya.
Namun, belum sampai Prabu menerima foto tersebut.
Tiba-tiba..
Pyarrr!!
Ailin seketika membanting figura tersebut diatas lantai, hingga membuat pecahan kaca itu tampak berserakan kemana-kama. Entah apa yang terjadi. Ailin yang semula tenang, kini tampak murka, menajamkan mata kearah kekasihnya, lalu terawa puas dengan dunianya sendiri.
"Pangeranku, tunggu aku...!!" gumam Ailin berjalan menuju balkon, dan duduk kembali disana dengan tenang.
Prabu meraup nafas dalam, tidak menyangka apa yang telah dilakukan kekasihnya barusan. Hawa panas sudah menyeruat dalam kepalanya, hingga untuk berpikir pun dia rasa begitu bungkal.
"Mbok Marni..." teriak Prabu menahan geram.
Wanita tua itu yang masih terdiam didepan pintu, kini berjalan tergopoh-gopoh mendengar teriakan tuannya.
"Bereskan kekacauan ini!! Dan satu lagi, simpan foto tersebut. Jangan sampai Ailin melihatnya lagi...!!" pintanya pada mbok Marni. Setelah itu dia langsung membalikan badan, melenggang keluar.
Blamm!!
Prabu yang masih diselimuti hawa amarah, sontak saja menutup pintu begitu kencang, hingga membuat beberapa pelayan yang lewat, seketika terdiam takut.
*
*
"Ibu tidak memaksa!! Hanya saja, jika kamu dapat melakukanya...ibu yakin, Prabu pasti akan semakin luluh padamu," kata bu Laksmi mencoba meyakinkan sang menantu, sembari menepuk-nepuk tangan Anissa.
"Ibu...." lirih Anissa terenyuh. Setelah itu dia membalas tepukan tangan bu Laksmi, "Emmt...aku tidak masalah jika tidak mendapat balasan yang semestinya!! Anggap saja, pernikahan ini sebagai keberuntungan dalam hidupku, karena telah dipertemukan seorang ibu yang menyayangi putrinya dengan tulus," lanjut Anissa dengan suara bergetar.
Seketika kedua netra bu Laksmi berembun. Dia tidak menyangka, wanita asing yang baru di nikahi putranya itu memiliki hati yang begitu lembut.
"Apa Nissa beloh memeluk, ibu??" tanya Anissa masih canggung.
Bu Laksmi mengangguk, lalu merentangkan tanganya, hingga menantunya itu dapat memeluknya dengan leluasa.
Dada Anissa bergemuruh. Bagaimana tidak. Dia yang diasingkan dikeluarganya, kini sedang merasa mendapat keluarga baru. Setidaknya, walaupun dia dicampakan sang suami, masih ada bu Laksmi yang sangat peduli denganya.
"Apa ibu tidak ingin melihat, Ailin??"
Kalimat itu terlontar dengan sendirinya. Wajah Anissa begitu tulus, saat mengucapkan. Hingga sang empunya begitu bingung mengartikan.
Bu Laksmi terenyuh. Mencoba memeluk dalam melalui tatapan sang menantu. Entah sampai kapan rahasia ini akan bertahan ditahta tertingginya.
"Ibu pasti akan melihatnya!! Sekali lagi, ibu meminta maaf atas hadirnya Ailin dalam pernikahanmu!!" pinta bu laksmi kembali.
Anissa manarik nafas dalam. Sungguh karena terlalu sakit, dia sudah tidak dapat mengekspresikan lagi kekecewaannya terhadap keadaan.
Drrt
Drrt
"Angkatlah...!!"
Anissa menoleh sekilas kearah bu Laksmi. Berpaling kembali pada layar ponselnya, karena sejak tadi bergetar.
'Nomor siapa ini?' batin Anissa heran.
Karena merasa nomor tersebut tidak terdaftar dalam buku telfonnya, Anissa lalu segera mengeser tombol merah. Dia tidak peduli sepenting apa. Jikapun iya, pasti sepemilik akan mengirimkan pesanya kembali.
Dan benar saja. Setelah Anissa menolak panggilannya, nomor tersebut memerinya pesan kembali.
Ting!!
"Sudah berani mengabaikanku~Anissa?? Naik keatas, aku tunggu kamu dikamar!!"
Anissa begitu tercengang, saat nomor asing yang tak lain suaminya sendiri yang baru saja menghubunginya. Bagimana bisa Prabu mendapat nomor ponselnya?? Dan yang paling membuat Anissa bercekat, Pria itu memintanya kekamar. Atas dasar apa, siang-siang seperti ini.
"Mas Prabu meminta Anissa keatas. Ibu tidak apa-apa, Anissa tinggal??" tanya Anissa memastikan.
"Dia bayi besar, Jadi harus eksta sabar menghadapinya."
Anissa terkekeh pelan. Lalu segera bangkit dari sana menuju lantai dua.
Klekk!!
Mendengar pintu terbuka, Prabu masih saja tak bergeming, hingga langkah Anissa semakin mendekat. Kini berada disamping posisinya saat bersandar diatas ranjang.
"Bagaimana kamu dapat........"
"Apa yang ibu katakan semua padamu??"
Anissa menahan geram, saat ucapanya menggantung akibat tersela oleh kalimat suaminya barusan. Belum selesai dia menanyakan darimana Prabu mendapatkan nomor ponselnya. Malah tanpa dosa, pria itu langsung saja menandas ucapanya, seolah dia memiliki hak penuh atas Anissa.
Anissa bersidekap dada. Memalingkan wajah, tanpa ingin menjawab ucapan suaminya barusan.
Prabu segera bangkit dari ranjangnya. Menatap wajah sang istri yang tak mau menatapnya. Tanganya terulur memegang dagu Anissa untuk memutar wajah tersebut, hingga tatapan mata mereka bertemu.
"Katakan? Apa yang diucapkan ibu tadi saat bersamamu?!" ulang Prabu kembali. Namun kali ini dia lebih menekan kalimatnya.
Anissa dapat merasakan sapuan nafas sang suami, saat kepala Prabu sedikit menunduk, hingga wajahnya kini tepat berada didepanya.
Ssh!!
Dihempaskannya tangan tersebut dari dagunya, karena Prabu menekan begitu keras. Sehingga Anissa memegang kembali dagunya yang terasa panas.
"Ibu menginginkan cucu dari pernikahan kita!!" seru Anissa menajamkan tatapanya.
Prabu menegakkan kembali tubuhnya. Terdiam sejenak larut dalam pikiranya. Dia mengambil posisi berjalan pelan kesembarang arah. Bingung akan jawaban yang harus dia berikan pada istrinya.
Bagimana bisa dia memiliki putra dengan Anissa, sedangkan dia harus menjaga Ailin hingga benar-benar pulih. Pikiran Prabu menerobos jauh, seolah memberantas mimpi-mimpi indahnya bersama Anissa.
Prabu meaup nafas dalam. Seolah ruangan megah itu mengikat oksigen dalam kerongkongannya.
"Aku sudah pernah bilang denganmu~Anissa!! Hilangkan mimpi-mimpi indahmu itu, karena mengharap kepadaku hanya akan membuatmu sakit. Aku memiliki kekasih, dan aku tidak akan menghianatinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hidup Ailin, jika aku sudah berumah tangga dan memiliki putra denganmu!!" pertegas Prabu dengan suara begitu tenang.
Dada Anissa bergemuruh. Dia diam, namun hati kecilnya tidak dapat mencerna setiap kalimat yang terlontar dari mulut suaminya.
"Kenapa selalu Ailin, dan Ailin..." teriak Anissa menggeram, "Dia tidak terlibat dalam rumah tangga kita, Prabu!! Dan lagi, usia kita tidak lagi muda. Kita butuh seorang putra sebagai penerus keluarga!! Aku muak mendengar kalimat itu. Kamu selalu menjaga perasaannya, tanpa bisa menjaga perasaanku!!"
Anissa sudah tidak dapat mengontrol kembali ucapanya. Kalimat itu seolah keluar dari relung hatinya yang paling dalam, tanpa dia bisa mencegahnya begitu saja.
Air matanya menggumpal. Tatapanya masih terhunus kearah Prabu. Dia tidak dapat menerjemahkan perasaanya saat ini. Entah cemburu, atau hanya sekedar untuk melanjutkan hidup saja. Perbedaan yang begitu minim namun pengartiannya sangat besar.
Prabu sontak menoleh dengan tatapan tajam. Dadanya naik turun, tanda emosinya juga sudah mencapai puncak. Anissa tidak tahu apa yang sedang dia rasakan saat ini. Jika saja dia memilih tidak menjalaninya, mungkin saja hidupnya akan lebih tenang.
DIAMM!!
"Kamu tidak akan pernah tahu konsekuensinya, jika aku sampai memiliki putra denganmu!!" bentak Prabu tak kalah kuat.
Kedua netranya bagai hunusan pedang, seolah kini dia sedang menatap lawan bicaranya bagai musuh yang sedang menantang hidupnya.
✨🦋1 Atap Terbagi 2 Surga ✨🦋
udah update lagi ya dibab 62. nanti sudah bisa dibaca 🤗😍
alasan ibu mertua minta cucu, bkn alasan krn kau saja yg ingin di tiduri suamimu.
tp ya gimana secara suaminya kaya raya sayang banget kan kl di tinggalkan, pdhl mumpung blm jebol perawan lbih baik cerai sekarang. Anisa yg bucin duluan 🤣🤣. lemah
mending ganti kartu atau HP di jual ganti baru trus menghilang. balik nnti kl sdh sukses. itu baru wanita keren. tp kl cm wanita pasrah mau tersiksa dng pernikahan gk sehat bukan wanita keren, tp wanita lemah dan bodoh.
jaman sdh berubah wanita tak bisa di tindas.
yg utang kn bpk nya ngapain mau di nikahkan untuk lunas hutang. mnding #kabur saja dulu# di luar negri hidup lbih enak cari kerja gampang.
karena ini Annisa terkejut, bisa diganti ke rasa sakit seolah sembilu pisau ada di dadanya. maknanya, Annisa merasa tersakiti banget
setahuku, penulisan dialog yang benar itu seperti ini.
"Mas? Aku tak suka dengan panggilanmu itu Terlalu menjijikan untuk didengar, Annisa," ucap Parbu dingin dengan ekspresi seolah diri Annisa ini sebegitu menjijikan di mata Prabu.
Tahu maksudnya?
"BLA BLA BLA,/!/?/." kata/ucap/bantah/seru.
Boleh kasih jawaban kenapa setiap pertanyaan di dialog ada dobel tanda baca. semisal, ?? dan ?!. Bisa jelaskan maksud dan mungkin kamu tahu rumus struktur dialog ini dapet dr mana? referensi nya mungkin.
bisa diganti ke
Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu kamar mereka (kamar Prabu yang kini menjadi kamar mereka)
Annisa mulai menyadari sikap dingin Prabu yang mulai terlihat (ia tunjukkan).
BLA BLA BLA, Annisa langsung diboyong ke kediaman Prabu yang berada di kota Malang.
dan kata di kota bukan dikota.
kamu harus tahu penggunaan kata 'di' sebagai penunjuk tempat dan kalimat