Mitha, Gadis Kaya yang mendadak miskin karena sang ayah direbut Pelakor. Hidupnya berubah 180⁰ sehingga pekerjaan apapun dia geluti demi menafkahi sang mama yang sakit-sakitan. Dia bergabung menjadi Pasukan Orange DKI Jakarta
Selama menjalani profesinya menjadi pasukan orange banyak ujian dan cobaan. Dan Mitha menemukan cinta sejati di lingkungan kerjanya, seorang lelaki yang berkedudukan tinggi tapi sudah beristri.
Apakah dia juga akan menjadi Pelakor seperti perempuan yang merebut ayahnya dari mamanya?? Yuk..di subscribe dan ikuti ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian Kehidupan
"Mitha meja lima minta dua botol" Teriak Devi supervisor di tempat Mitha bekerja
"Iya mba" Mitha langsung berjalan dengan nampan yang berisikan botol minuman beralkohol dan cemilan
"Hai cantik temani kami di sini"
"Maaf kami dilarang menemani pengunjung"
"Sombong Lo !!" Lelaki itu menjiwil payu dara Mitha dan segera Mitha tepis.
Menerima penolakan, lelaki itu semakin meradang. Dia menarik lengan Mitha dengan kasar hingga Mitha duduk ke pangkuannya. Lelaki itu menjamahnya, Mitha berontak.
Bugh!!
Seseorang memukul lelaki mesum tadi, dan menarik Mitha menjauh dari meja tadi. Keributan pun terjadi.
Karena keributan itu perusahaan mengalami kerugian banyak, Mitha akhirnya dipecat dengan alasan menggoda pengunjung.
Selama hampir tiga tahun ini Mitha bekerja di club malam, hanya pekerjaan malam seperti ini yang bisa membantu perekonomiannya. Karena kondisi mamanya yang tidak bisa ditinggal saat siang, Mitha terpaksa mengambil job malam.
Pagi dia kuliah, siang hingga malam dia menjaga mamanya di kontrakan. Setelah mamanya tidur dia baru bisa bekerja.
Dengan langkah gontai dia berjalan menuju halte busway. Tiba-tiba sebuah mobil berwarna hitam mendekatinya di halte.
"Nona, ayo aku antar pulang"
Cindra menggeleng dan melambaikan tangannya, "Tidak terima kasih, saya naik kendaraan umum saja"
"Busway jam segini sudah tidak beroperasi" Katanya lagi
"Saya dijemput pacar saya"
Lelaki itu pun turun dari mobilnya, kesan pertama saat melihat lelaki itu "He's the exact definition of hotness overload"
Kemeja biru langit yang lengannya di gulung hingga siku, rambut dengan potongan rapi, hidung mancung, tinggi langsing.
"Saya lelaki yang tadi membantu mu" Mitha memindai penampilannya, dia tidak ingat karena ruangan di sana kurang pencahayaan
"Gara-gara anda saya di pecat dari pekerjaan saya"
"What?! Jadi kamu lebih suka di jamah seperti tadi daripada saya selamatkan?" Lelaki itu terlihat gusar. Dia menyugar rambutnya yang rapih.
"B-bukan begitu maksud saya, terima kasih untuk tadi. Maaf saya tidak mengenali anda"
"He-um" Jawabnya singkat
"Jadi gimana mau saya anterin gak?"
"Tidak usah pak, terima kasih"
"Ini sudah pagi, ga akan ada busway jam segini"
Sedikit merenung, akhirnya Mitha ikut dengan mobil lelaki tersebut
"Rumahmu dimana?"
"Di jalan melati Pancoran pak"
"Jangan panggil saya bapak, namaku Revaldo, panggil aja Rey. Udah lama kamu kerja di situ?" Tanyanya
"Sudah hampir tiga tahun Rey"
"Sering ngalami hal-hal seperti itu?" Rey melirik Mitha
"Kadang, tapi memang itu resiko pekerjaan" Mitha menunduk dan memilin jemarinya
"Ya Tuhan, betah kamu kerja di tempat kumpulnya para lelaki hidung belang?" Mitha menoleh ke arah Rey
"Termasuk kamu Rey? Kamu juga pengunjung di sana kan" Rey melotot
"Ehh aku ga termasuk ya!! Aku tuh tadi ketemu klien. Aku ga suka aja liat perempuan dilecehkan. Kecuali cewenya itu emang mau dilecehkan kayak kamu gitu" Mitha melotot mendengar Rey bilang seperti itu
"Jangan sembarang kalo ngomong, mana ada perempuan yang mau dilecehkan!" Dengan wajah marah Mitha menjawab omongan Rey
"Buktinya kamu menyesal hari ini di pecat" Sindirnya dengan senyuman smirk
"Hanya disitu mata pencaharian aku, Rey. Aku jadi pengangguran. Nyari kerjaan yang shift malam susah Rey" Mitha menunduk
"Kenapa harus malem yang kamu ambil, emang part time yang siang sampai jam 10 malem ga ada. banyakk asal kamu mau nyari aja"
"Ngomong aja gampang Rey"
"Loh?!"
"Turunin aku di sana Rey" Mitha menunjuk halte di depannya
"Sampe rumah aja aku anter"
"Rumahku masuk gang kecil, mobil Pajero kamu ga bisa masuk" Aku bersiap membuka seatbelt
"Apa iya? Kamu lagi ga berbohong sama aku, kan?!" Mitha hanya memutar bola matanya malas
"Terima kasih tumpangannya Rey" Tanpa persetujuan Rey , Mitha membuka pintu mobil.
Rey menahan lengannya
"Nama kamu siapa? kamu mau kerja sama aku gak?" Mitha mengurungkan niatnya turun dari mobil
"Namaku Mitha, kerja apaan Rey?" Tanya nya
"Ehmm..Jadi temen tidur aku" Suara Rey pelan
Plaakk!! Mitha menampar Rey dan bergegas turun
Revaldo yang baru kali ini mendapat tamparan hanya bisa melongo, tubuhnya mematung.
"Hah!!Dia menamparku?!!"
Turun dari mobil Mitha berlari kencang, melewati beberapa gang. Sebenarnya gang rumahnya bukan di tempat tadi ia turun. Masih jalan 1kilometer lagi dari sana. Tapi memang Mitha seperti itu jika dianter teman kerja atau orang yang baru dikenal.
****
"Mit, ibu perhatiin sudah dua hari ga masuk kerja malem" Tanya Bude Narto pemilik kontrakan
"Udah gak kerja di sana bude, perusahaannya bangkrut" Mitha jawab asal daripada di cepuin
"Oh syukurlah, bude tuh kuatir ya kamu kerja di sana. Kuatir uang bude dari kontrakan ikutan haram. Secara yang kamu jual kan minuman dan kemolekan tubuh" Mitha mendelik menatap bude Narto
"Enggeh bude" Mitha males nanggepinnya
"Ta, ada lowongan jadi pasukan orange di kelurahan. Kamu mau daftar?" Bu Ratmi ikut nimbrung obrolan kami di teras.
"Kerjanya ngapain bude?" Mitha antusias
"Bersih-bersih, angkatin sampah jalan, nyapu jalanan, tapi kalau perempuan juga ada yang di kantor doang ko kerjanya. Seperti mba Mun gitu, ta. Kalau kamu daftar buat gantiin mba Mun, ta. Gajinya UMR DKI loh" Bu Ratmi menjelaskan.
Awalnya Mitha ragu, karena yang biasa dia lihat kan kerjanya di jalanan. Nyapu jalan dan lain-lain. Tapi untuk saat ini kerjaan apapun harus dia ambil. Karena biaya pengobatan mamanya membuat tabungan dari menjual mobil semakin menipis. UMR DKI kan lumayan ya, daripada dia kerja di club malam. Kalau mau gede harus nunggu tip dari para pelanggan.
"Ngelamarnya kemana bude Ratmi? Saya mau nyoba" Mitha mendekati Bu Ratmi
"Besok yuk bu Ratmi anter, kebetulan ibu ada acara PKK. Sekalian ibu nitipin Mitha ke bapak kasi kesra"
"Wahh terima kasih bu, iya aku mau ya Bu" Mata Mitha berbinar dengan senyuman lebar.
Keesokan harinya mereka ke kelurahan dengan sebuah amplop lamaran di tangan, Mitha berjalan mengikuti Bu Ratmi
"Neng Ita tunggu sini ya, ibu mau ke ruangan kasi kesra dulu" Mitha menganggukkan kepala dengan hati berdegub.. "Ceelaahhh mau ngelamar jadi tukang sapu aja gw degdegan kayak gini" Batin Mitha
"Ta, ayuk masuk mau di wawancara" Mitha langsung bergegas mengikuti Bu Ratmi
Di sana sudah duduk tiga orang berpakaian seragam ASN, Mitha menyodorkan amplop sambil tersenyum.
salah seorang ASN pria yang masih muda membuka amplop tersebut.
"Kamu masih kuliah?" tanyanya
"Iya pak, tinggal nunggu hasil sidang skripsi" Mitha menjawab pelan
"Kalau kamu lulus sarjana, emang mau kerja bersih-bersih kantor, nyapu jalan atau kerjaan lapangan lainnya?" Tanya bapak yang bernama Iyus di nametag nya
"Untuk saat ini kerjaan apapun akan saya jalani pak, demi merawat dan pengobatan ibu saya" Mitha menjelaskan
"Emang ibu kamu sakit apa?" Tanya Bu Laili yang ternyata kasi kesra
"Stroke Bu"
"Kalau kamu ngurusin ibu kamu, nanti kerjaan di sini bisa terbengkalai dong" Pak Iyus menyangsikan
"Kalau diijinkan, saya minta kerjaan shift sore bapak ibu, biar bisa sambil merawat ibu saya"
"Agak sulit sih kalau mintanya seperti itu. Tapi dicoba aja kamu ikut testnya ya. Nanti ada beberapa tahapan test yang harus kami lalui" Bu Laili angkat bicara, dan Mitha hanya mengangguk
Pak Iyus menyodorkan persyaratan lamaran dan jadwal test pekerja kontrak PJLP.
"Baik, bapak ibu terima kasih atas waktunya. Semoga saya di beri kesempatan bergabung di instansi ini" Mitha menyalami para pewawancara dan keluar dari ruangan
"Pendidikannya sih lumayan pak Iyus, nilai IPK nya tinggi-tinggi. Tapi masalahnya dia kan akan dipekerjakan di lapangan" Bu Laili mengernyitkan dahinya
"Kita coba aja dulu enam bulan dia di lapangan Bu, kalau mba Mun sudah pindah ke kecamatan baru dia kita perbantukan di staff" pak Iyus membuka-buka lamaran yang Mitha berikan