Menikah dengan pria idaman adalah dambaan tiap wanita. Adelia menikah dengan kekasihnya bernama Adrian. Di mata Adelia Adrian adalah laki-laki yang baik, taat beragama, perhatian sekaligus mapan. Namun ternyata, setelah suaminya mapan justru selingkuh dengan sekretarisnya. Apakah Adelia mampu bertahan atau justru melangkah pergi meninggalkan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan Adrian
"Maaf, Bu Adelia tidak bisa menginap lama-lama."
"Ya, tidak apa-apa, Nduk. Sekarang kamu kan sudah punya rumah sendiri. Ibu sudah cukup senang kamu mau berkunjung ke rumah ibu," balas ibunya. Ia melepas kepergian putri satu-satunya itu dengan pandangan berkaca-kaca.
Adelia mencium punggung tangan kedua orang tuanya bergantian. Ia sebenarnya ingin tinggal lebih lama di rumah kedua orang tuanya. Tapi, Adelia takut jika terlalu lama menginap Adelia tidak bisa menyembunyikan kegalauannya. Bisa-bisa orang tuanya tahu masalahnya dengan Adrian.
Sesampainya di rumah, langkah Adelia terhenti manakala melihat rumahnya sudah di dekorasi apik. Adelia di sambut banyak bunga di sekitarnya, ia melihat ke kanan dan ke kiri. Ada apakah ini? Mengapa sebagai tuan rumah, di rumahnya sendiri ada acara dia tidak tahu sama sekali.
Baru dua hari Adelia menginap di rumah orang tuanya. Tapi, keadaan rumahnya sudah berubah drastis. Ia melihat banyak tamu undangan yang tidak di kenalnya berdatangan. Adelia seperti orang asing di rumahnya sendiri.
Mbok Darsih berjalan tergopoh-gopoh mendekati Adelia. "Mbok, ini ada apa sebenarnya?"
"A ... anu, Non." Mbok Darsih terlihat gugup. Ia mencengkeram rok seragam pelayannya dengan kuat. Wajahnya tertunduk.
"Katakan, Mbok ini ada apa?" tanya Adelia.
Adelia melihat kesana kemari terlalu banyak bunga yang menghalangi pandangan matanya. Hingga bola matanya terbelalak manakala melihat spanduk yang menunjukkan foto suaminya bersama Salsa memakai gaun pengantin.
"Kamu sudah keterlaluan, Mas," ucap Adelia lirih. Ia meninggalkan Mbok Darsih yang masih tertunduk. Menangis, ya hati Adelia kembali terasa sakit melihat dengan mata kepalanya sendiri saat suaminya menikahi wanita lain.
"Sah!" Langkah Adelia kembali terhenti saat memasuki ruang keluarga. Salsa sedang mencium punggung tangan Adrian. Semua para tamu mengucapkan selamat pada mereka.
"Mas?" Suara Adelia bergetar mencoba memberanikan diri bersuara. Kenyataan ini terlalu pahit untuknya. Adrian menoleh ke belakang menyaksikan Adelia sudah datang.
"Kau sudah datang rupanya, tidak mengucapkan selamat padaku?" kata Adrian tanpa rasa bersalah.
"Kau tega, Mas."
Adelia langsung berlari masuk ke dalam kamarnya. Ia tidak peduli dengan tatapan para tamu yang melihatnya penuh rasa kasihan ataupun tanda tanya.
Adrian tidak mengejar Adelia. Ia malahan sibuk menyalami para tamunya yang memberikan selamat atas pernikahan mereka.
"Kau tidak mengejar istrimu?" sindir Salsa.
"Dia kan sudah tahu hubungan kita, lagi pula kalau aku tidak menikah lagi mana mungkin aku bisa memiliki keturunan," balas Adrian seenaknya.
Salsa tersenyum penuh kemenangan. Sekarang ia sudah menjadi istri sah Adrian. Sebentar lagi ia ingin mendepak Adelia dari rumah agar dialah satu-satunya istri Adrian. Dan ia yakin tidak lama lagi akan terjadi.
Di kamar Adelia menangis, ia seperti sampah di rumahnya sendiri. Tak di anggap dan selalu di abaikan. Adrian telah bertindak semena-mena, bahkan berani menikah lagi tanpa seijinnya.
Ia menangisi nasibnya, Adelia menyangka perubahan Adrian terjadi karena rasa kecewanya terhadapnya yang tak kunjung memiliki anak. Tapi, bukankah Adrian juga bermain perempuan lain juga. Tidak hanya Salsa. Semakin pening dan sesak memikirkan Adrian, ia memutuskan untuk tidur. Hatinya lelah menghadapi ulah suaminya.
Tidak, Adelia tidak bisa tidur dengan mudahnya. Suara para tamu dari luar juga mengganggunya. Sekarang ia seperti katak dalam tempurung di dalam rumahnya sendiri. Bersembunyi dari hiruk pikuk manusia yang mungkin sekarang tidak peduli keberadaannya. Atau mungkin malah menertawakannya.
Suara ketukan pintu berhasil membuyarkan lamunan Adelia. Ia beranjak dari ranjangnya untuk melihat siapa yang datang ke kamarnya. Adelia tidak langsung membukakan pintu, ia menengok di lubang kaca pintunya. Ternyata Mbok Darsih. Adelia baru yakin membukakan pintu.
"Ada apa Mbok?" tanya Adelia.
"Ini, Mbok bawakan makanan untuk Non. Non, pasti lapar."
Adelia mengamati makanan yang di bawa Mbok Darsih. "Enggak, Mbok. Aku tidak mau makan makanan menu pesta pernikahan mereka. Mendingan aku kelaparan saja," tolak Adelia.
"Jangan begitu, Non. Nanti Non, bisa sakit. Ini bukan menu pesta. Tapi simbok buat khusus untuk Non," balas Mbok Darsih.
"Oh, maaf ya Mbok. Kalau begitu alu mau memakannya."
Adelia mengambil nampan yang di pegang Mbok Darsih. Ia membawanya di kamarnya.
"Terima kasih, Mbok. Hanya Mbok yang pedulikan aku di sini," ucap Adelia terharu. Ia memeluk Mbok Darsih seperti ibunya sendiri.
"Yang sabar, Non. Kalau tidak kuat mendingan Non minta cerai saja," ucap Mbok Darsih. Ia duduk di pinggiran ranjang Adelia. Wanita yang usianya tak muda lagi itu memandang kasihan pada Adelia.
"Tidak bisa, Mbok. Kalau cerai, aku takut ayahku akan terkena serangan jantung," jelas Adelia.
"Oh, jadi karena alasan itu, Non mempertahankan pernikahan dengan Tuan?" tanya Mbok Darsih.
"Benar, Mbok. Selain itu juga aku masih berharap Mas Adrian berubah. Kami pacaran lama, entah mengapa aku merasa tidak mengenalnya," balas Adelia.
"Memang kalau orang sudah menikah itu akan ketahuan watak aslinya," ucap Mbok Darsih lirih.
"Benar, Mbok."
"Makan dulu, Non. Keburu dingin. Mbok mau kembali ke dapur," pamit Mbok Darsih.
"Iya, Mbok.
Adelia kembali sendirian. Sebenarnya ia malas makan, berhubung Mbok Darsih sudah membuatkannya susah-susah. Ia akhirnya mau makan.
"Aku butuh tenaga untuk melawan mereka."
Adelia berusaha menyemangati dirinya meski ia tidak yakin apakah bisa melakukannya. Ia sudah makan separuh nasinya, namun suasana hatinya memang tidak terlalu baik sehingga ia tidak bisa menghabiskannya dalam waktu cepat.
"Apa aku harus pergi dari rumah ini?" gumamnya.
Ia tidak ingin setiap hari hatinya tersakiti dengan ulah kedua orang itu. Tapi, pergi kemana? Tidak mungkin Adelia kembali ke rumah orang tuanya. Bisa-bisa ayahnya langsung anfal.
"Tidak, tidak boleh ... aku harus bertahan di sini. Sampai aku bisa memikirkan jalan keluarnya."
Adelia keluar untuk menaruh nampan dan piringnyadi dapur. Suasana kelihatan sepi, sepertinya para tamu sudah pulang. Adelia bisa bernafas dengan lega karena ia bisa bergerak lebih leluasa.
"Apa kau istri pertama Adrian?" Tiba-tiba seorang wanita yang tidak di kenalnya datang menanyainya.
"Benar." Adelia mengiyakannya.
"Oh, kenapa kamu membiarkan suamimu menikah lagi?" tanyanya.
"Dia butuh anak, dan aku belum bisa memberikannya," jawab Adelia.
"Belum bisa, bukan berarti mandul kan?"
"Maaf, kalau perkataanku keterlaluan. Hanya saja aku tidak suka melihat wanita di khianati suaminya," balas perempuan itu.
Adelia hanya tersenyum getir menanggapi perkataan perempuan cantik itu.
"Lalu aku bisa apa? Dia tidak pernah mau mendengarkanku," kata Adelia.
"Laki-laki buaya memang seperti itu, kau harus melawannya. Membalas semua perlakuan suamimu. Setelah puas membalasnya, baru kau menceraikannya," tandasnya.
Mata Adelia sampai membelalak mendengarkan perkataan wanita cantik di depannya.
"Siapa kamu, kenapa kau begitu peduli pada urusanku?"
---Bersambung---