Lunar Paramitha Yudhistia yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi harus menerima kenyataan pahit bahwa ayahnya menikah lagi dengan rekan kerjanya. Ia tak terima akan hal tersebut namun tak bisa berbuat apa-apa.
Tak disangka-sangka, wanita yang menjadi istri muda sang Ayah menaruh dendam padanya. ia melakukan banyak hal untuk membuat Lunar menderita, hingga puncaknya ia berhasil membuat gadis itu diusir oleh ayahnya.
Hal itu membuatnya terpukul, ia berjalan tanpa arah dan tujuan di tengah derasnya hujan hingga seorang pria dengan sebuah payung hitam besar menghampirinya.
Kemudian pria itu memutuskan untuk membawa Lunar bersamanya.
Apa yang akan terjadi dengan mereka selanjutnya? Yuk, buruan baca!
Ig: @.reddisna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanda Dwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 03: A Gift For His Mother
Aku berjalan dengan gusar menuju ruangan Tuan Selatan. Ia menyuruhku datang lebih awal pagi ini namun aku malah menghabiskan waktuku dengan mengobrol bersama Bibi Chen. Kuharap ia belum tiba di ruangannya.
Aku melihatnya menuruni tangga saat hendak berjalan ke ruangannya. Ia menenteng sebuah tas besar dan telepon genggam menempel di telinganya. Sepertinya ia mendapatkan panggilan darurat.
"Hey, turunlah!" ia mendongakkan kepalanya dan menyuruhku untuk turun.
Aku mengangguk dan bergegas turun untuk menemuinya, " Ada apa? Apa kau memerlukan bantuan?" tanyaku basa-basi.
"Besok adalah ulang tahun ibuku, aku sudah memesan kado untuknya. Ambillah kado itu. Ada urusan penting yang harus kulakukan sekarang." ucapnya sambil menyerahkan sebuah nota dan alamat kepadaku.
Aku mengiyakan dan menerima nota serta alamat tersebut.
Aku melangkahkan kaki jenjang ku ke sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Kota. Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku datang kesini bersama Ayah dan Ibuku. Sebuah potret bahagia keluarga kecil sebelum Ibu tiada.
Aku memasuki sebuah toko perhiasan di lantai tiga, toko itu cukup besar dengan perhiasan-perhiasan mewah di dalamnya. Pelanggan-pelanggan di sini pastinya adalah konglomerat dan pejabat.
Seorang pelayan toko menghampiriku, "Permisi Nona, adakah yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan ramah.
Aku mengiyakan lalu menyerahkan nota pemesanan itu kepadanya, "Aku ingin mengambil pesanan ini," sebuah senyuman terukir di wajahku.
Pelayan itu kemudian menyuruhku untuk menunggu selama beberapa saat. Lalu, ia datang dengan sebuah kotak perhiasan di tangannya. Tampak sebuah cincin berlian yang begitu cantik dan anggun. Ternyata selera pria itu bagus juga.
"i want this! Ini sangat cocok diberikan kepada Nyonya Anne sebagai hadiah ulang tahunnya," ucap seseorang sambil sembari menunjuk cincin yang tengah dipegang oleh pelayan itu.
Aku menatapnya dari atas hingga ke bawah, gaya berpakaiannya sangat glamor. Barang-barang branded menempel di tubuhnya. Kurasa ia adalah putri konglomerat.
"Maaf Nona, barang ini sudah dipesan oleh atasanku." aku mencoba menegurnya namun ia malah menatapku dengan sinis. Menjengkelkan!
"Benar Nona, saya akan mengajak anda untuk melihat-lihat perhiasan yang lain," ucap pelayan itu dengan sopan.
"Aku tidak peduli, aku tetap menginginkan barang ini! Apa kau tau siapa aku?" Nada bicaranya terdengar mengancam.
"Panggil manager kalian kemari!"
Sang manager toko yang mendengar keributan tersebut segera datang menghampiri kami.
"Ada apa ini? Apakah ada masalah dengan pelayanan toko kami?" tanyanya.
"Tidak, Nona ini datang secara tiba-tiba dan ingin mengambil cincin yang sudah dipesan oleh atasanku. Aku sudah menegurnya tapi ia tak mau mendengar," jelasku dengan panjang lebar.
"Ini adalah nota pembeliannya," aku menyerahkan nota itu pada manager toko.
Sebelum manager toko sempat membaca nota itu, gadis angkuh itu merebut paksa nota tersebut dan merobeknya hingga tak berbentuk.
"Apa kau gila?" aku meninggikan suaraku.
Gadis angkuh itu melipat kedua tangannya dan menatapku dengan sombong, "see, aku sudah merobek notanya, jika tak ada nota artinya kau tidak memiliki barang ini, bukan begitu pak manager?" ia melihat ke arah manager toko dengan senyuman licik di wajahnya.
Aku mengepalkan tanganku dan berusaha untuk menahan diri agar tidak memukulnya. Aku menoleh ke arah manager toko, mengisyaratkannya untuk melakukan sesuatu.
"Nona, kau sudah melampaui batas," tutur manager toko.
"Memangnya kenapa? Ayahku adalah konglomerat ternama di kota ini, Sebastian Vettel, dan aku adalah putrinya Barbara Vettel!" ucapnya dengan menggebu-gebu.
Setelah mendengar ucapan Barbara wajah sang manager toko tampak pucat pasi, keringat mengucur deras dari wajahnya. Gelagatnya menjadi aneh.
"E-eh Nona, maafkan pelayanan toko kami yang buruk ini," ucapnya dengan gugup kemudian ia menyambar cincin yang dipegang oleh pelayan.
Ia kemudian membuka kotak cincin itu dan menunjukkan pada Barbara dengan senyum canggung di wajahnya.
"Anda bisa memiliki cincin ini nona," ucapnya tanpa menghiraukanku.
"Yang benar saja! Atasanku membayar mahal untuk cincin ini dan kau malah menyerahnya cincin ini pada orang lain?" protesku.
Wajah managerku itu kini tampak merendahkan diriku, "lagipula kau tidak memiliki notanya," ucapnya dengan acuh.
"Hanya karena ia adalah putri konglomerat kau memperlakukan pelanggan lain dengan buruk, kau benar-benar tidak waras!"
"Nona, tampaknya ada banyak hal di dunia ini yang belum kau ketahui," terkekeh pelan.
"Nona Barbara ini adalah putri Sebastian Vettel, pemilik hotel bintang lima di kota ini. Kenapa aku harus membelamu di depannya? Keuntungan apa yang akan kudapatkan? Hahaha."
Sial!
Putri keluarga Vettel itupun berjalan mendekatiku, tatapannya meremehkan. Kemudian ia mendorongku hingga aku jatuh dan tersungkur.
"Pesuruh rendahan seperti itu tak sebanding denganku!" Ia hendak menendangku namun ditahan oleh pelayan toko.
Barbara menoleh ke arah pelayan toko tersebut, kemudian menamparnya.
"Beraninya kau menghalangiku!" makinya.
Pelayan itu hanya tertunduk dan memegangi wajahnya yang memerah, akupun segera bangkit dan menenangkan pelayan tersebut. Dia benar-benar gila!
Sang manager toko pun segera membujuk Barbara.
"Sudahlah Nona, jangan ladeni orang-orang rendahan seperti mereka. Aku akan mengantarmu untuk memproses pembayaran cincin ini." bujuknya.
Kemudian keduanya berjalan beriringan menuju sebuah ruangan untuk melakukan transaksi pembayaran. Tampak senyum kemenangan tersungging di wajah Barbara sebelum punggungnya benar-benar menghilang dari pandanganku.
Aku tak akan tinggal diam, aku mengambil ponselku dan segera menghubungi Tuan Selatan. Aku menceritakan semua yang terjadi hari ini kepadanya dengan menggebu-gebu. Aku meluapkan kekesalanku padanya.
"Biarkan saja, cincin itu akan tetap kembali pada pemiliknya." ucapnya dengan santai dari seberang sana. Kemudian ia menutup teleponnya.
Aku tak mengerti apa maksudnya, tapi aku tak ambil pusing. Yang penting ia tak memarahi ku karena cincin yang seharusnya menjadi kado ulang tahun ibunya direbut oleh Barbara.
Saat aku hendak keluar dari toko tersebut, aku melihat Barbara yang baru saja keluar dari ruangan itu setelah melakukan transaksi. Sepertinya ia menyadari keberadaan ku. Ia pun datang menghampiri dengan keangkuhannya.
"See, i win and u lose, hahahaha!" ucapnya padaku dengan nada meremehkan.
Aku menatapnya dengan tatapan penuh amarah, "awas saja kau!" gumamku pelan.
"Bye, loser!" ejeknya.
Barbara melambaikan tangannya padaku, kemudian menyenggol bahuku dengan keras sebelum ia meninggalkan toko perhiasan ini.
Tubuhnya melenggang pergi begitu saja.
"Benar-benar menjengkelkan!" aku mengepalkan kedua tanganku dan menghentak-hentakkan kakiku ke lantai saking kesalnya.
"Semoga kesialan selalu menimpamu, dasar orang gila! Karma menanti mu!" ucapku dalam hati.
Dosa apa yang ku perbuat hingga harus bertemu dengan manusia aneh dan menyebalkan seperti dirinya? Tuhan, ampuni aku.
Aku pun meninggalkan toko perhiasan itu dengan perasaan kesal dan amarah yang menggebu-gebu.
Mampir juga di karyaku ya ka
semangat terus