NovelToon NovelToon
MENIKAHI KAKEK TUA

MENIKAHI KAKEK TUA

Status: tamat
Genre:Tamat / Pernikahan Kilat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:10.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: Savana Alifa

Tidak pernah Jingga bayangkan bahwa masa mudanya akan berakhir dengan sebuah perjodohan yang di atur keluarganya. Perjodohan karena sebuah hutang, entah hutang Budi atau hutang materi, Jingga sendiri tak mengerti.

Jingga harus menggantikan sang kakak dalam perjodohan ini. Kakaknya menolak di jodohkan dengan alasan ingin mengejar karier dan cita-citanya sebagai pengusaha.

Sialnya lagi, yang menjadi calon suaminya adalah pria tua berjenggot tebal. Bahkan sebagian rambutnya sudah tampak memutih.

Jingga yang tak ingin melihat sang ayah terkena serangan jantung karena gagalnya pernikahan itu, terpaksa harus menerimanya.

Bagaimana kehidupan Jingga selanjutnya? Mengurus suami tua yang pantas menjadi kakeknya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Alifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

FAKTANYA..

Rika dan pak Lim saling menatap, lalu mereka menatap Jingga yang sudah meninggalkan mereka menuju ke kamar.

Sepanjang perjalanan tadi, Jingga tak bicara apapun. padahal sebelumnya perempuan itu terlihat sangat antusias, tapi setelah bicara dengan Mega, Jingga jadi banyak diam.

Jingga hanya bicara seperlunya, perempuan itu juga melamun di sepanjang perjalanan pulang.

Pak Lim sudah menebak, ini pasti ada hubungannya dengan Mega. Mega tak benar-benar berubah, sepertinya gadis itu telah mengatakan sesuatu pada Jingga yang membuat Jingga bersedih.

Andai saja pak Lim bisa mendengar pembicaraan mereka, mungkin ia akan bisa mencegah Mega mengatakan sesuatu yang akan menyakiti Jingga. Ia hanya menghargai privasi sang Nyonya, tapi jika ia tahu akhirnya akan seperti ini, ia akan melanggarnya.

"Pak Lim, sepertinya ada yang tidak beres," ucap Bu Rika.

Pak Lim mengangguk, ia lalu segera menghubungi Langit dan melaporkan apa yang terjadi. Dan ia sudah siap menerima konsekuensi dari pelanggaran yang ia buat.

***

Langit baru saja memasuki ruangannya saat ponselnya berdering. Melihat nama pak Lim di layar benda pipih miliknya, ia pun segera menggeser tombol berwarna hijau agar telponnya terhubung. karena ia tahu, pasti Jingga yang akan menjadi pembahasan merek.

"Ya?" ucapnya setelah terdengar suara pak Lim menyapa dari seberang sana.

"Tuan, tadi nyonya bertemu dengan Nona Mega. Dan sepertinya nona Mega mengatakan sesuatu.."

"Apa maksudmu, pak Lim? Bukankah sudah aku katakan, tidak ada seorang pun yang boleh mendekati istriku! Apalagi Mega, dia pasti menyakiti Jingga lagi!"

Langit terdengar marah, dan pak Lim tak bisa menyangkal. Karena ia memang salah. Bisa saja ia tak melaporkan apapun pada Langit, tapi resikonya lebih besar. Karena mata Langit ada dimana-mana, serapat apapun ia menyembunyikan sesuatu, nyatanya Langit selalu tahu.

"Maafkan saya tuan, saya tidak berani mendekat dan mendengar percakapan mereka karena nyonya mengatakan akan baik-baik saja. Saya hanya tidak mau membuat nyonya tidak nyaman, Tuan.."

Langit memejamkan matanya sejenak, sepertinya ia harus segera pulang. Ia tak mau terjadi apa-apa pada istrinya, apalagi jika sampai perempuan itu bersedih.

"Sudahlah, saya akan pulang sekarang," ucap Langit dengan suara melemah.

"Baik, Tuan. Maafkan saya.."

Langit tak menjawab, ia menutup sambungan telponnya dan bersiap untuk segera pulang. Tidak lupa juga ia menghubungi Alex dan meminta pria itu untuk menghandle pekerjaannya hari itu. Ia tak berniat kembali ke kantor, saat ini Jingga lebih penting.

Menempuh perjalanan sekitar Lima belas menit, setelah membelah jalanan kota yang ramai, akhirnya mobil Langit terparkir sempurna di halaman rumahnya. Beruntung tak ada kemacetan, ia bisa sampai dengan cepat.

Dengan langkah lebar ia segera memasuki rumah. Pak Lim menyambutnya, pria tua itu membungkukkan badannya sebagai tanda hormat pada sang Tuan.

"Dimana istriku?" tanya Langit seraya terus berjalan dengan cepat.

"Nyonya di kamar, Tuan." Pak Lim menjawab, ia mengikuti langkah sang Tuan, mengantar pria tua itu sampai ke depan pintu kamar. Lalu ia kembali turun ke lantai bawah.

Dengan pelan Langit membuka pintu kamar, pandangannya mengedar, mencari sosok perempuan yang begitu ia cemaskan.

"Sayang.." panggilnya.

Tak ada Jingga disana, dari suara gemericik air dari dalam kamar mandi, Langit yakin Jingga tengah berada di dalam sana. Ia memutuskan untuk menunggu.

Langit membuka jasnya, menyimpannya di sisi ranjang. Ia juga membuka dasi dan menggulung baju di bagian tangannya hingga sebatas di bawah sikut.

Baru saja ia duduk di sisi ranjang, pintu kamar mandi terbuka. Jingga muncul dengan wajah yang basah. Perempuan itu tersenyum.

"Kok mas sudah pulang?" tanyanya, Jingga menghampiri Langit yang juga menghampirinya.

"Aku mencemaskan mu, apa kamu baik-baik saja?" tanya Langit. Ia menarik Jingga dan membawanya ke dalam dekapan.

Jingga mengangguk, harum tubuh pria itu membuat matanya terpejam. Ia lalu menarik diri, memberi jarak agar dapat menatap suaminya sepenuhnya. "Kenapa kamu mencemaskan ku?"

Langit mengulurkan sebelah tangannya, mengusap pipi halus Jingga dengan lembut. Sementara sebelah tangannya yang lain tetap melingkar di pinggang ramping perempuan itu.

"Kata pak Lim, kamu bertemu dengan Mega. Apa yang dia katakan padamu? Apa dia menyakitimu lagi?"

Jingga tersenyum saat melihat raut kecemasan di wajah suaminya. Ia lalu menggeleng, "Dia tidak menyakitiku.."

"Sungguh?" Langit sedikit tak percaya, karena ia tahu betul sikap dan sifat Mega.

Jingga mengangguk, "Untuk apa aku berbohong."

"Tapi pak Lim mengatakan kamu lebih banyak diam setelah bertemu dengan Mega," ungkap Langit lagi. Ia masih tak percaya dengan pengakuan istrinya.

"Mungkin karena aku merindukan mu.." lirih Jingga.

Langit tersenyum lebar, sebelah alisnya terangkat, "Benarkah?"

Jingga lagi-lagi mengangguk, "Hem.."

Perlahan kedua tangan Jingga terangkat, menyentuh dada Langit dengan lembut. membuat pria tua itu memejamkan mata karenanya. Jingga terus menggerakkan tangannya, semakin ke atas dan menangkup kedu pipi Langit.

Pria itu menebak-nebak dengan bahagia, pasti Jingga akan kembali mengecup bibirnya lebih dulu, begitu pikirnya. Keningnya berkerut saat Hingga terus menatapnya, tatapan yang tak dapat Langit artikan.

Langit semakin mengerutkan keningnya saat kedua tangan Jingga bergerak di pipinya. Lalu tanpa ia duga, Jingga menarik bulu-bulu putih yang tumbuh di pipinya hingga bulu-bulu itu terlepas.

Jingga sontak memundurkan langkahnya. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan, terkejut, sangat terkejut. Air matanya menetes begitu saja, kepalanya menggeleng beberapa kali, berusaha menyangkal apa yang ia lihat.

Bukan hanya Jingga yang terkejut, tapi juga Langit. Pria itu meraba pipinya sendiri, bulu-bulu yang semula menutupi sebagian pipinya kini sudah terlepas.

"Jingga, aku.."

Jingga mengangkat sebelah tangannya, memberi isyarat agar Langit tak mengatakan apapun dulu. Ia ingin menetralkan keterkejutannya, ia ingin sedikit meredam rasa sesak yang memenuhi dadanya. Ia ingin mencoba berpikir positif, berpikir sehat dan rasional.

Hening, entah mengapa suasana menjadi begitu dingin. Denting jarum jam menjadi saksi kesunyian yang terjadi di dalam kamar itu.

Langit ingin menghampiri Jingga, tapi perempuan itu memundurkan langkahnya.

"Jingga, aku.."

"Ternyata benar apa yang mbak Mega katakan? Siapa kamu sebenarnya mas? Aku benar-benar tidak mengenalmu, aku kira aku sudah sangat dekat denganmu, aku sudah sangat mengenal mu. Tapi ternyata kamu tetap saja asing," Jingga menghapus air matanya. Ia duduk di sofa seraya memegangi dadanya.

"Apa kamu tidak mempercayaiku, mas? Kamu menganggap aku orang lain yang tidak berhak tahu tentang dirimu? Ya Tuhan, aku memang bodoh! Aku kira kamu menganggapku penting, tapi kamu menyembunyikan rahasia sebesar ini dariku. Aku istri kamu kan mas? Kamu tahu, sejak aku memutuskan untuk menyerahkan segalanya padamu, sejak saat itu juga aku mencintaimu. Aku percayakan hidupku padamu, tapi ternyata hanya aku yang seperti itu."

Jingga benar-benar kecewa pada Langit. Ia kira Langit menganggapnya special, ia kira Langit sudah menganggapnya sebagai pendamping hidup suka dukanya, tapi ternyata pria itu masih menyembunyikan rahasia selain rasa trauma yang perlahan sudah hilang.

"Dengan kamu menyembunyikan rahasia besar ini dariku, aku anggap kamu tidak menganggapku istrimu, mas. Kamu bahkan tidak menganggapku teman, aku merasa asing mas." Jingga kembali menghapus air matanya, awalnya ia tak percaya dengan yang Mega katakan. Tapi ucapan sang kakak terus mengganggu pikirannya, sampai hal nekad itu ia lakukan agar ia bisa tahu Mega benar atau tidak.

Dan ternyata Mega memang benar, Langit bukanlah pria tua. Langit pria muda yang mungkin usianya hanya berbeda beberapa tahun saja dengan Jingga.

Pantas saja begitu banyak keanehan pada diri Langit. Tapi bodohnya, Jingga tak pernah berpikir jauh. Seperti tak ada garis keriput di wajah Langit dan di tubuh pria itu. Tenaga Langit yang tak pernah ada habisnya, tubuh dan otot-otot yang kekar, juga pria itu masih tetap bisa berdiri tegap meski tanpa tongkat.

Pantas saja Langit kerap meninggalkan tongkatnya, ternyata pria itu memang tak terlalu memerlukannya.

Kini jingga mulai ingat semua keanehan Langit, kejadian yang sebenarnya merupakan petunjuk untuknya. Tapi ia terlalu polos untuk memahami situasi yang sebenarnya.

Jingga juga pernah melihat kumis Langit hilang saat pria itu keluar dari kamar mandi, tapi saat itu ia benar-benar tak menyadarinya. kini ia ingat semuanya.

Yang sangat jelas adalah postur tubuh pria itu. Tubuhnya yang kekar tanpa keriput sedikitpun, itu adalah petunjuk yang paling jelas dan harusnya bisa Jingga sadari dengan mudah. Tapi Jingga benar-benar terlalu naif.

"Sayang, dengarkan aku dulu. Ada alasan yang mengharuskan aku menyembunyikan identitasku yang sebenarnya, kamu sendiri tahu bagaimana masa laluku. Dan aku.."

"Tapi kamu bisa mengatakannya padaku mas. Kamu bisa jujur kalau kamu mau, bahkan sebelum kita memutuskan untuk memulai rumah tangga yang sebenarnya, kamu bisa mengatakannya. Kamu punya banyak kesempatan untuk jujur, tapi kamu memilih membohongiku dan menyembunyikan semuanya dariku!"

Langit menelan ludahnya dengan susah payah, rasanya seperti menelan biji kedondong atau kulit durian yang berduri.

"Maafkan aku.." lirih Langit.

Jingga terdiam, ia masih bingung dan berusaha mencerna semuanya.

"Aku memang pengecut, aku terus bersembunyi di balik penyamaranku ini. Aku belum sanggup menghadapi dunia yang kejam yang sudah merenggut semuanya dariku. Tolong beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya, sayang.."

"Maaf mas, aku masih kecewa padamu. Aku butuh waktu untuk menerima semuanya."

Jingga memang membutuhkan waktu untuk memahami situasi dan bisa memposisikan dirinya sebagai Langit. Ia harus meredam kemarahan dan kekecewaannya terlebih dahulu agar ia bisa bicara dengan Langit dengan pikiran yang jernih.

Ia tak mau gegabah. Jingga lalu beranjak keluar kamar, meninggalkan Langit yang tak bisa berbuat apa-apa selain memberikan waktu pada Jingga untuk berpikir dengan tenang.

1
Wulan Unet
Luar biasa
vita
lucu nya
Tetty Nainggolan
sedih bgt
Siti Nurbaya
Lumayan
Aries suratman Suratman
Kirain Langit dan Jingga usianya beda 2th, kalo baca Kisah Turun Ranjang -Langit Jingga, cerita Dan karakter Tokoh utamanya hampir sama
Siti Nurbaya
lanjut saya lagi menyimak cerita nya bagus.
Morly sha
kereen Thor...buat kisah angkasa yg baru Thor...yg happy ending
Rahmawati
Luar biasa
Lina Aniel
jiaahhahahahha🤭
Lina Aniel
mau pke bgt thor
Lina Aniel
ngidam ini mah
Lina Aniel
Lumayan
Lina Aniel
Luar biasa
Lina Aniel
me...me...q aja Thor🤭kek nya bakalan gokil 🤣🤣🤣
Evy
Alex pria yang baik.. kenapa harus mengalami hal seperti itu...
Evy
jangan sampai Alex yg jadi korban..kasihan..masih perjaka..
Evy
Tidak sah dong nikahnya...Binti nya bukan bapak kandung.
Evy
Mungkin langit anak biologis nya Handoko..
Evy
Ada apa ya?
Evy
kemungkinan... langit itu masih muda ya Thor..dia menyamar menjadi tua gitu..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!