NovelToon NovelToon
MY ARROGANT EX HUSBAND

MY ARROGANT EX HUSBAND

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Anak Genius / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Wanita Karir / Trauma masa lalu
Popularitas:10.7k
Nilai: 5
Nama Author: Agura Senja

Setelah menikahi Ravendra Alga Dewara demi melaksanakan wasiat terakhir dari seseorang yang sudah merawatnya sejak kecil, Gaitsa akhirnya mengajukan cerai hanya dua bulan sejak pernikahan karena Ravendra memiliki wanita lain, meski surat itu baru akan diantar ke pengadilan setahun kemudian demi menjalankan wasiat yang tertera.

Gaitsa berhasil mendapatkan hak asuh penuh terhadap bayinya, bahkan Ravendra mengatakan jika ia tidak akan pernah menuntut apa pun.

Mereka pun akhirnya hidup bahagia dengan kehidupan masing-masing--seharusnya seperti itu! Tapi, kenapa tiba-tiba perusahaan tempat Gaitsa bekerja diakuisisi oleh Grup Dewara?!

Tidak hanya itu, mantan suaminya mendadak sok perhatian dan mengatakan omong kosong bahwa Gaitsa adalah satu-satunya wanita yang pernah dan bisa Ravendra sentuh.

Bukankah pria itu memiliki wanita yang dicintai?

***

"Kamu satu-satunya wanita yang bisa kusentuh, Gaitsa."

"Berhenti bicara omong kosong, Pak Presdir!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kejutan!

Debur ombak dan bau khas air laut membuat pria bersurai gelap yang sedang berdiri di balkon sambil menatap langit malam itu tersenyum. Udaranya menyegarkan dan sayang untuk dilewati begitu saja. Bintang yang bersinar juga membuat suasana semakin menenangkan, sesuatu yang jarang ia lihat.

Pria itu, Ravendra, sedikit tertegun saat sepasang lengan melingkari tubuhnya dari belakang. "Belum mau tidur?" tanya wanita yang hanya menggunakan bathrobe itu dengan suara rendah.

Ravendra memegang tangan yang melingkari tubuhnya, melepas pelukan hanya untuk berbalik dan menatap wajah bersih wanita itu. Meski suasana cukup temaram, tidak membuat kecantikannya tertutupi. Tangan Ravendra bergerak menyentuh wajah wanita itu, ibu jarinya bergerak pelan menyusuri bibir merah muda yang menjadi candunya.

Ibu jari pria itu bergerak menyentuh belahan bibir wanita dalam dekapannya, membuat kelopak itu terbuka. Jarak wajah yang terlalu dekat membuat sepasang manusia itu saling merasakan napas masing-masing.

"Kita harus olahraga malam sebelum tidur, kan?" tanyanya dengan suara serak, menahan libido sejak bau tubuh wanita itu menyeruak ke dalam hidungnya.

Bau minyak telon. Hah?

"Pak Ravendra!"

Ravendra terkesiap saat panggilan itu mengagetkannya. Pria itu melihat sekeliling, ruangan Presdir yang setahun terakhir menjadi rumah ke duanya membuat Ravendra sadar bahwa suasana romantis tadi hanyalah mimpi. Haah ... pria itu mengusap wajah.

"Ada apa?" tanyanya serak pada wanita yang baru saja membangunkannya.

Denara yang sejak beberapa menit lalu mencoba memanggil Ravendra dari luar pintu, masuk saat berpikir pria itu pingsan atau semacamnya. Ternyata hanya tidur.

"Sudah larut, Pak. Bapak tidak mau pulang?"

Pria itu menatap jendela kaca besar di samping kiri, melihat lampu-lampu dari gedung pencakar langit sudah menyala terang.

"Terima kasih untuk hari ini, Nona Denara. Anda bisa pulang," katanya setelah melirik waktu yang tertera di laptopnya. Setengah dua belas malam.

"Bapak bisa menyetir?" Denara bertanya pelan, "Saya bisa mengantar kalau Bapak mengantuk," lanjutnya.

"Tidak perlu, aku bisa sendiri." Ravendra menjawab tegas, membuat wanita di hadapannya tidak berani menyela lagi.

"Kalau begitu saya permisi."

Ravendra menghela napas saat Denara sudah keluar. Pria itu berniat meregangkan tubuh saat merasakan sesuatu yang tidak nyaman di bagian bawah tubuhnya.

"Sialan! Aku bahkan bukan anak SMP," gumamnya saat menyadari bahwa benda kebanggaannya sedang bersemangat gara-gara mimpi. Pria itu menyandarkan kepala ke sandaran kursi, menatap langit-langit ruangan. Ia masih tidak percaya bisa memiliki mimpi seperti itu.

Drrt!

Getaran pada ponsel di meja membuat Ravendra melirik, mengernyit saat pesan dari wanita yang tadi mampir ke mimpinya hingga membuat bagian selatan tubuhnya membengkak, datang saat pria itu juga sedang memikirkannya.

[Biyu]

Ravendra langsung berdiri, meraih jas hitam yang tergantung di pojok ruangan dan bergegas keluar. Pria itu menekan tompol panggilan pada Gaitsa, tapi suara operator yang mengatakan nomor yang dihubunginya sedang sibuk membuat Ravendra menggertakkan gigi.

Pria itu terus menghubungi dan mengirim pesan beruntun, semakin cemas saat tidak satu pun panggilan dan pesannya dijawab. Kenapa Gaitsa tiba-tiba mengirim pesan hanya dengan satu kata, Biyu?

Ting Tong!

"Gaitsa!" panggil Ravendra seraya menggedor pintu. Pria itu menyetir seperti orang gila dan segera berlari menuju lantai empat belas. Gaitsa masih belum membalas pesan atau pun balik meneleponnya.

"Ravendra?"

Pria itu segera menoleh saat mendengar suara familiar yang sejak tadi namanya dipanggil. Gaitsa baru keluar dari lift saat melihat pria yang siang tadi ditemui sedang menggedor pintu apartementnya.

"Kenapa sendirian? Ke mana Biyu? Apa terjadi sesuatu padanya?" tanya Ravendra beruntun setelah melihat Gaitsa muncul tanpa Biyu.

Gaitsa yang tidak memahami situasi mengernyitkan dahi, "Biyu ada di rumah Ravasya," jawabnya pelan. "Tidak terjadi apa-apa, aku baru kembali dari mengambil kue dan berniat mengambil susu formula Biyu. Ada apa?" tanyanya setelah melihat keringat yang membasahi dahi pria di hadapannya.

"Kue?" Ravendra bertanya seperti orang bodoh. Kenapa tiba-tiba kue? Bukankah Gaitsa memberi pesan seperti itu karena terjadi sesuatu pada anak mereka? Bagaimana bisa Biyu malah bersama Ravasya ... Ravendra terdiam saat sebuah skenario tertulis di benaknya.

"Besok adalah hari ulang tahun Ravasya, tidak, beberapa menit lagi Ravasya berulang tahun. Pagi tadi dia bilang ingin meniup lilin bersama Biyu dan Luvia, jadi aku mengambil kue yang kupesan--"

"Dan meninggalkan Biyu di sana? Bersama ponselmu?" potong Ravendra saat menyadari kesalahan fatal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

Ravendra tidak pernah melupakan hari ulang tahun Ravasya. Pria itu akan sibuk bertanya hadiah apa yang diinginkan wanita itu atau pesta ulang tahun seperti apa yang ia inginkan beberapa hari sebelum ulang tahunnya. Tapi Ravendra lupa, untuk pertama kali sejak mereka mulai tinggal berdua di luar negeri, Ravendra melupakan hari ulang tahun adiknya.

"Kamu lupa kalau besok ulang tahun Ravasya, ya?" Gaitsa bertanya meski sudah tahu jawabannya. Kemungkinan pria itu terlalu sibuk hingga lupa pada hari ulang tahun Ravasya, jadi wanita itu mengerjainya. Gaitsa tersenyum melihat wajah panik Ravendra.

"Ayo masuk dulu," ucapnya seraya mengeluarkan kartu berwarna hitam dan menempelkannya di sisi pintu.

Ravendra mengikuti Gaitsa memasuki apartement yang pernah satu kali dikunjunginya, malam sebelum mereka terlibat skandal. Pria itu masih melihat nuansa yang sama seperti sebelumnya. Rapi dan terawat. Ravendra merasakan kehangatan entah kenapa. Mungkin melihat foto-foto Biyu di sepanjang dinding ruang tengah.

Gaitsa langsung bergerak menuju dapur, mengambil sebuah kaleng berisi susu formula Biyu dan memasukannya ke dalam tas kain. Wanita itu membawa beberapa botol dot bersih dari rak.

"Karena kamu lupa, pasti belum menyiapkan hadiah apa pun untuk Ravasya, kan?" tanya Gaitsa yakin, meletakkan tas kain yang dibawanya dari dapur di samping plastik putih. "Ayo ke sini," ajaknya seraya berjalan menuju sebuah ruangan yang berada di samping kamar utama.

Ravendra mengekor meski tidak tahu kenapa wanita itu membawanya ke ruangan yang belum pernah ia masuki. Pria itu bahkan tidak berani bertanya saat kunjungan pertamanya ke sini, berpikir bahwa ia tidak berhak menanyakan apa pun yang bersifat pribadi.

Pria itu sempat berpikir akan menemukan ruangan dengan meja, kursi dan rak-rak berisi buku seperti ruang kerja ayahnya. Tapi yang tertangkap netra coklatnya adalah ruangan sangat terang yang seluruh dinding dan langit-langitnya berwarna putih.

Ruangan itu diisi dengan kanvas putih yang disandarkan di dinding. Beberapa tampak ditutupi kain hitam, mungkin lukisan yang sudah selesai.

"Ada tiga yang belum terjual," kata Gaitsa menunjuk pada lukisan yang ditutupi oleh kain hitam. "Pilih satu dan berikan pada Ravasya untuk hadiah. Kuberikan gratis," lanjutnya dengan senyum bangga.

Wanita itu membuka satu per satu kain hitam. Ravendra terhenyak saat melihat lukisan terakhir yang dilihatnya.

1
Hurul Fatmi
Luar biasa
Tri Febri
alur cerita dan penggunaan bahasa sangat menarik. berbeda dari novel yg biasanya
Agura Senja: wah, makasih udah mampir~! Terus dukung Gaitsa dan Ravendra, ya! 😍
total 1 replies
Agnes🦋
gemes wkwkw
Agnes🦋
.
Agnes🦋
blm update ya kak
Agnes🦋
seruuuu
Agura Senja: Terima kasiiihh
total 1 replies
Agnes🦋
aslii seru tor ceritanyaaa, pliss update dong torr
Agura Senja: Terima kasih sudah mampir yaa... Gaitsa akan tayang 5 bab setiap hari 😍
total 1 replies
Agura Senja
otewe bucin parah
Sunarmi Narmi
Itu pak CEO kena karma
..rasain akibat bikin wanita sakit hati...bikin dia bucin thor biar ngak arogant
Agura Senja: otewe bucin parah 😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!