Pata hati terbesar seorang Ayana, ketika dirinya masih pertama kali mengenal cinta dengan seorang pria dewasa yang begitu membuatnya bahagia dan berasa menjadi wanita yang paling dicintai. Tapi sayang kisah cinta yang sudah berjalan lama harus berhenti karena sang kekasih yang merupakan anak dari keluarga berada, harus menerima perjodohan dengan wanita yang setara dengannya. Hal itulah yang membuat Ayana menjadi pata hati dan sulit membuka hati untuk pria lain. Tapi? Enam tahun setelah kejadian itu Ayana yang berprofesi sebagai seorang guru, harus dihadapkan dengan seorang murid yang pendiam dan murung tidak seperti murid lainnya, sejak saat itu pula Ayana mulai mendekati anak tersebut dan tanpa di sadari anak perempuan itu merupakan anak dari sang mantan. Apakah kisah cinta mereka akan bersemi kembali??? Temukan jawabannya hanya Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Suasana hening seketika, mereka berdua sama-sama terkejut, berusaha menetralisir hati yang masih sama-sama sakit, sungguh tidak mudah bagi mereka di pertemukan lagi dalam kondisi yang tak terduga seperti ini.
Andre langsung memundurkan langkahnya ke belakang, hal itu dia lakukan karena benar-benar tidak sanggup menatap wajah perempuan yang dulu pernah dia tinggalkan begitu saja, sakit memang sudah dia rasakan, meskipun dalam pandangan orang Andre sebagai pria pengecut karena dianggap meninggalkan seorang gadis yang sudah lama dia pacari, tapi di dalam hatinya dia pun sama seperti Ayana. Sama-sama merasakan kesakitan yang mendalam.
"Silahkan duduk, Bapak Andreas," ucap Aya terdengar jelas seperti orang menahan tangis.
Andre masih termenung tatapannya seolah kosong, hingga suara Ayana mulai menyadarkan kembali. "Bapak Andreas Wiratama, silahkan duduk," pinta Ayana mencoba untuk profesional dalam membicarakan hal yang menyangkut anak didiknya.
"Heeemb," sahutnya sambil duduk.
"Begini Pak, saya akan terangkan sedikit, ananda Gista hampir setiap harinya tidak membawa buku, dan saya selaku wali kelas memohon kepada pihak keluarga untuk lebih memperhatikan lagi agar tidak tertinggal pelajaran, karena sayang sekali harus melewatkan pelajaran sedangkan saat ini ananda Gista sudah mulai menunjukkan perkembangannya," terang Ayana.
"Bukannya setiap hari putriku bersama pengasuhnya, jadi kenapa anda harus repot-repot menghubungi saya," sahut Andre dengan nada datarnya.
"Di sini anda orang tuanya, jadi saya harap harus lebih tegas lagi dalam memperhatikan putri bapak, karena pengasuh yang anda bicarakan hampir setiap hari tidak pernah ada di sekolah," tegas Ayana.
"Kau tidak sedang bercanda kan! Mana ada pengasuh Gista seperti itu, kami selaku orang tua sudah memilih pengasuh yang terbaik untuk putri kita," sahut Andre dengan nada yang sedikit naik satu oktaf.
"Saya tidak pernah bercanda dalam hal apapun, apalagi ini menyangkut perkembangan anak didik saya, jadi kalau bapak tidak percaya silahkan anda tanyakan sendiri terhadap ananda Gista," ungkap Ayana.
Saat ini keduanya masih sama-sama menyelami perasaannya sendiri, Ayana mencoba untuk menegarkan hatinya, ketika tahu kalau orang yang dulu begitu sangat mencintai dirinya sekarang sudah berubah, meskipun perubahan dari sikap seseorang itu wajar, namun tanpa di pungkiri hatinya sangat begitu sakit mendengar kalau Andre tidak percaya dengan apa yang sudah dia katakan.
'Plis Ayana, kau tidak boleh sakit, mungkin Andre yang dulu kau kenal sudah berubah, dan kau harus tahu itu,' nasehat Ayana terhadap dirinya sendiri.
"Baiklah nanti akan saya tanyakan dengan putri saya, dan ingat jangan pernah anda membicarakan lagi masalah sepele ini, karena pengasuhnya cukup cekatan dan tanggung jawab," tekan Andre.
"Kalau saya tidak membicarakan kepada wali murid lantas kepada siapa lagi, bukannya orang tua mempunyai peranan yang penting terhadap anak-anaknya, bukan di serahkan semuanya kepada pengasuhnya," balas Ayana.
"Itu urusan saya, dan anda di sini hanya sebatas pengajar, jadi bersikaplah sebagai pengajar jangan melebihi batasan, apalagi sampai ikut campur ke dalamnya, kau paham Ibu Ayana," cetus Andre.
"Tidak usah bicara mengenai batasan di sini saya pribadi sudah cukup tahu batasannya, baiklah anda boleh menyangkal perkataan saya hari ini, suatu saat pasti semua akan terbukti, dan maaf waktu mengajar saya sudah tiba, jadi silahkan anda keluar dari ruangan," ucap Ayana sambil mempersilahkan wali muridnya untuk keluar.
"Anda mengusir saya," seringainya sambil menatap tajam ke arah lawannya berbicara.
"Iya, karena jam pelajaran sebentar lagi akan di mulai," sahutnya dengan tegas.
Tanpa mengeluarkan kata-kata lagi Andre langsung meninggalkan ruang kerja Ayana, setelah kepergian Andre Ayana menangis sekencang-kencangnya di kamar mandi, dia tidak pernah membayangkan kalau sekarang banyak perubahan yang terjadi dengan sikap mantannya itu.
"Enam tahun sudah berlalu, seharusnya aku sadar kalau Andre yang ku kenal sudah menghilang untuk selamanya," gumam Ayana, mencoba untuk menahan rasa sakitnya berkali-kali.
Jam pelajaran sudah di mulai kali ini seperti biasa Ayana harus mengesampingkan egonya dan memaksa hatinya yang tidak baik-baik saja, untuk tampil ceria dihadapan anak-anaknya.
"Anak-anak sekarang pelajaran kita hari ini Menempel," terang Ayana yang di angguki oleh murid-muridnya, karena memang pelajaran ini sangat di minati anak-anak.
Ayana mulai mendatangi bangku mereka satu persatu, untuk membagikan gambar yang nantinya akan di gunting dan di tempel di kertas datar.
"Anak-anak, sekarang ibu tanya, semua kedapatan gambarnya gak?" tanya Ayana dengan suara yang ceria.
"Dapat Ibu guru," sahut mereka dengan kompak.
Baiklah kalau begitu ibu panggil satu-satu dari kalian untuk menggunting gambar tersebut lalu di tempel di kertasnya masing-masing, ok," terang Ayana.
"Siap Ibu," jawab mereka dengan serempak.
Aya mulai memanggil anak didiknya satu persatu untuk menggunting gambar yang ada di kertas tersebut, berhubung menggunting melibatkan anak-anak menyentuh langsung dengan benda tajam, maka anak-anak harus di dampingi oleh orang dewasa seperti cara yang sekarang di lakukan oleh Ayana.
Satu persatu muridnya sudah selesai memotong gambar dari kertasnya, sekarang saatnya giliran Gista untuk maju di meja Ayana, anak ini terlihat begitu pucat tidak seperti biasanya, bahkan tatapan anak itu kosong tidak fokus seperti merasakan sesuatu yang lain di tubuhnya.
"Sayang, ayo maju," ajak Ayana dengan lembut.
Perlahan anak itu mulai melangkahkan kakinya menuju meja guru. "Sayang coba potong satu-satu gambar yang ada di kertas ini," terang Ayana sambil memegang pundak anak itu agar supaya lebih dekat dengannya.
"Auuu," lirih bocah kecil itu sontak membuat Ayana terkejut.
"Ada apa Sayang?" tanya Ayana, sedangkan anak itu hanya menggelengkan kepalanya. "Kamu sakit?" tanyanya kembali, sedang anak kecil itu hanya menggelengkan kepala.
'Lagi-lagi setiap di tanya selaku menggelengkan kepala,' pikir Ayana di dalam hati.
Karena merasa penasaran akhirnya Aya mulai bertanya sambil menatap mata anak didiknya itu secara dalam. "Sayang sekali lagi ibu bertanya, apa kau merasa kesakitan di bagian tubuhmu?" tanya Ayana sambil menatap mata Gista.
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Gista namun dari sorot mata yang di pancarkan Aya bisa merasakan kalau ada yang di sembunyikan dari anak itu, karena merasa penasaran akhirnya Ayana mulai meminta ijin untuk membuka sedikit baju Gista karena yang di keluhkan tadi di bagian pundaknya.
"Sayang, boleh ibu melihat pundak Gista?" tanya Aya, sedang anak itu hanya memberi isyarat dengan anggukan kepala.
Perlahan Ayana mulai membuka pelan baju Gista bagian kerahnya, dari situ mulai terlihat tanda merah, dan setelah di buka lebih lebar lagi, hati Ayana begitu berdesir melihat kenyataan pahit di hadapannya, anak sekecil Gista harus menghadapi kekerasan fisik entah siapa yang melakukannya.
"Sayang, kau harus jawab jujur, siapa orang yang melakukan ini?" tanya Ayana.
Anak itu hanya bisa mengeluarkan air mata dalam diamnya, beban yang di pikul seakan berat untuk dia lalui, lantas di mana keluarga yang seharusnya menjadi pelindung, Ayana tidak tinggal diam, dia mulai memotret beberapa luka yang ada di pundak anak didiknya, lalu mengirimkan kepada orang tua Gista siapa lagi kalau bukan Andreas.
Namun pesan dari Ayana tidak di gubris meskipun sudah centang dua tapi tidak ada tanda-tanda di lihat ataupun di baca.
"Sayang, kau harus bicara sama Daddy, kalau kau di sakiti seseorang," ucap Aya menasehati.
"Aku takut," sahut Anak itu singkat.
"Takut sama siapa?" tanyanya sambil mengoleskan salep ke luka Gista.
"Takut sama mbak."
Degh!!
Catatan penulis:
Selamat siang kakak-kakak semoga suka ya dengan kelanjutan babnya 🥰🥰🥰❤️❤️❤️
siapa ya yg coba memeras Bu Retno