Tidak pernah Jingga bayangkan bahwa masa mudanya akan berakhir dengan sebuah perjodohan yang di atur keluarganya. Perjodohan karena sebuah hutang, entah hutang Budi atau hutang materi, Jingga sendiri tak mengerti.
Jingga harus menggantikan sang kakak dalam perjodohan ini. Kakaknya menolak di jodohkan dengan alasan ingin mengejar karier dan cita-citanya sebagai pengusaha.
Sialnya lagi, yang menjadi calon suaminya adalah pria tua berjenggot tebal. Bahkan sebagian rambutnya sudah tampak memutih.
Jingga yang tak ingin melihat sang ayah terkena serangan jantung karena gagalnya pernikahan itu, terpaksa harus menerimanya.
Bagaimana kehidupan Jingga selanjutnya? Mengurus suami tua yang pantas menjadi kakeknya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Alifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENOLAKAN
“Kenapa tidak Jingga saja yang menikah dengannya?” Sentak Mega saat seorang pria tua datang bersama asistennya untuk menagih janji sang ayah yang akan memberikan salah satu putrinya untuk pria tua itu nikahi.
Dihadapan pria tua itu Mega menolak. Membuat pria tua berjanggut tebal itu mengeraskan rahangnya dengan gigi saling beradu. Tentu saja penolakan Mega melukai harga dirinya, tak pernah ada seorang berani menolaknya.
“Jadi seperti ini sombongnya putri sulungmu, pak Hardi?” Celetuk pria tua itu. Tatapannya tajam menghunus, menunggu jawaban Hardi yang tampak gugup.
“Tidak Tuan, maafkan putri saya,” mohon Hardi.
Pria tua bernama Langit itu menyeringai, menumpuk sebelah kakinya dengan kakinya yang lain. Duduk bersilang dengan sebelah tangan memegang tongkat kesayangannya. “Dia menolakku, kamu tahu akibatnya?” ucapnya dengan suara dingin.
Hardi mengusap keringat dingin yang mulai menetes dai dahinya. Ia menatap putri sulungnya dengan tatapan memohon. Tapi sayangnya, Mega berpaling, sepertinya gadis itu akan tetap menolak.
“Aku pulang..” teriakan ceria dari arah pintu masuk membuat semua orang menoleh, termasuk Yaya, istri Hardi yang baru saja muncul dari dapur. Perempuan paruh baya itu membawa nampan berisi dua gelas kopi untuk tamunya.
Gadis cantik berwajah imut itu menghentikan langkahnya saat mendapati dua orang asing duduk di sofa sederhana di ruang tamu. “Maaf,” ringisnya seraya tersenyum. Ia tak tahu di rumahnya tengah kedatangan tamu, karena itu ia datang dengan teriakannya.
“Itu Jingga, adikku. Kamu bisa menikah dengannya,” celetuk Mega dengan angkuhnya. Sepertinya gadis ini benar-benar tak mengenal tamunya dengan baik. Dengan pongah Mega berbicara, tanpa tahu sopan santun pada yang lebih tua. Karena dalam pandangannya, pria tua itu tak lebih dari pria keladi yang menginginkan daun muda sebagai mainannya.
Kalimat itu mengejutkan semua orang. Terutama Jingga yang tak tahu apa-apa. Gadis itu melanjutkan langkah, tatapannya penuh tanya, meminta penjelasan pada siapa saja yang sudi berbicara dengannya. “Ada apa ini, ayah?”
Hardi menelan ludahnya dengan susah payah, alih-alih menjawab pertanyaan putrinya, Hardi justru menatap Langit lalu berkata, “Tuan, apakah Jingga bisa menggantikan Mega?”
Kalimat kedua yang berhasil membuat Jingga ternganga. Ia benar-benar tak mengerti dengan situasi di depannya. Menikah? Menggantikan Mega? Apa maksdunya? Begitu kira-kira isi kepalanya.
Langit tampak berfikir, harga dirinya sudah terluka, di injak-injak oleh gadis bernama Mega dengan seenaknya. Padahal jika pun Mega ingin menolak, harusnya bisa berbicara dengan baik, karena bagaimana pun, Langit lebih tua dari gadis itu.
Belum sempat Langit menjawab, Jingga sudah menyela, “Apa maksud ayah?” Gadis itu lalu menatap sang ibu yang sayangnya hanya diam dan memalingkan wajahnya. “Ibu, jelaskan padaku. Ada apa ini? Kenapa aku harus menggantikan mbak Mega?”
“Duduk dulunak, biar ayah jelaskan..” akhirnya Hardi bersuara, bagaimana pun juga, ia memang harus menjelaskan semuanya pada Jingga. Tak ada harapan lagi untuk Mega, putri sulungnya itu menolak.
Dengan jantung yang mulai berdetak tak aman, Jingga duduk di sebelah sang ayah, menunggu pria paruh baya itu menjelaskan keadaan yang terjadi.
Sedangkan Langit, pria tua itu duduk angkuh bahkan tak menatap Jingga sedikitpun. Sepertinya Langit harus menerima Jingga demi menyelamatkan harga dirinya yang sempat terkoyak karena penolakan Mega.
Hardi berdehem, lalu beranjak dan bersimpuh di gadapan Jingga. Hal yang membuat semua orang kembali terkejut. Bahkan kali ini Langit pun ikut menatap ke arah mereka.
“Ayah, apa yang ayah lakukan? Bangunlah! Jangan seperti ini, ayah tidak pantas melakukan hal ini padaku, duduklah ayah, jelaskan padaku tanpa harus bersimpuh seperti ini,” Jingga merengkuh kedua bahu Hardi, mengajak pria itu kembali duduk di sampingnya tapi Hardi menolak.
“Tidak nak, biarkan ayah seperti ini. Dengarkan ayah! Apa kamu menyayangi ayah dan ibu?” Tanya Hardi, bibirnya bahkan sedikit bergetar, pria itu takut putri bungsunya juga menolak.
Jingga mengangguk tanpa ragu, karena di dunia ini, keluarganya lah yang paling ia cintai, “Tentu saja ayah, kenapa ayah bicara seperti itu? Katakan yang sebenarnya, ada apa? Jangan membuat aku takut ayah..”
“Tolong, menikahlah dengan Tuan Langit, gantikan mbakmu nak..”
Permintaan yang berhasil membuat Jingga terkulai lemas, terkejut tentu saja, bahkan Jingga tak tahu harus mengekspresikan rasa terkejutnya itu seperti apa. Gadis itu hanya diam mematung dengan mata yang mulai berembun.
“Ayah mohon, nak..” lirih Hardi.
“Tapi ayah..”
Belum sempat Jingga menyelesaikan kalimatnya, Hardi memegang dadanya dengan raut wajah pucat menahan sakit. Jingga yang baru sadar bahwa sang ayah mempunyai riwayat penyakit jantung pun panik, gadis itu menangis dan meminta sang ibu membantunya membaringkan Hardi di sofa.
Langit sempat terkejut dengan tumbangnya pak Hardi, tapi sedetik kemudian ia bersikap biasa saja. Pria itu melirik Mega yang justru sibuk dengan ponselnya, seperti tak mencemaskan Hardi sedikitpun. “Cih, gadis sombong!!” batinnya.
"Aku akan menuruti semua permintaan ayah!"
Satu kalimat yang membuat Langit kembali menatap Jingga. Gadis itu tampak sangat cemas, terus menggenggam tangan sang ayah dengan derai air mata yang sudah membanjir. Ada ketulusan di mata gadis bernama Jingga itu, tentu saja tak sombong seperti Mega, kakaknya.
"Baiklah, aku setuju menikah dengan putri bungsumu ini!" Ucap Langit, ia beranjak, menatap pak Hardi yang tampak lemah.
Pria paruh baya itu tersenyum lega, sedari tadi ia sudah sangat takut. Takut jika Jingga maupun Langit menolak permintaannya. Ini tentang hutang, yang menjadi janji seumur hidupnya.
Dengan di bantu ibu Yaya dan Jingga, Pak Hardi kembali beranjak duduk, "Terima kasih nak, terima kasih Tuan.." ucapnya bergantian menatap Langit dan Jingga. Suaranya masih terdengar berat, mungkin masih menahan sakit yang membuat dadanya sesak.
Baik Langit maupun Hingga sama-sama tak menjawab, sama-sama diam dengan pemikiran yang berbeda.
Dan Lagi-lagi Jingga mengalah demi sang kakak, bukan dalam hal perjodohan ini saja Jingga mengalah, nyaris dalam semua hal gadis itu selalu mengalah demi kedamaian keluarganya juga kesehatan sang ayah.
Hardi memang lemah, pria itu mempunyai riwayat penyakit jantung. Sering sakit-sakitan apalagi ketika menemukan hal yang membuatnya tertekan atau terkejut.
Beda halnya dengan Langit, meski sepertinya usia mereka terpaut jauh, Langit lebih tua dari Hardi, tapi Langit masih tampak bugar. Bahkan jika di lihat, tangannya masih tampak kekar. Mungkin karena pria itu rajin berolahraga.
"Alex!" panggil Langit pada sang asisten yang sedari tadi hanya diam menyimak.
"ya, Tuan."
"Siapkan semuanya, dan bawa gadis ini bersama kita. Biarkan keluarganya menyusul besok saat acara pernikahan!" titah Langit dengan suara tegasnya.
Jingga terkejut, ia sampai berdiri dan menoleh menatap Langit, ada ketakutan di raut wajah gadis itu. Dan itu terlihat jelas dimana Langit.
"Tu-tuan, apakah harus besok? Biarkan aku disini dulu untuk merawat ayahku, aku mohon.." pinta Jingga dengan air mata yang sudah kembali deras mengalir. Mana mungkin ia bisa meninggalkan Hardi dalam keadaan sakit seperti ini, Jingga tak akan bisa tenang.
"Saya tidak suka di bantah!"
Hanya kalimat itu, karena kemudian Langit memilih pergi dan menunggu Alex dan Jingga di mobilnya.
"Sana bersiap!" Mega yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya ikut bicara, ada senyum kemenangan yang terbit dari bibirnya. Mungkin Mega tenang karena sudah lolos dari perjodohan konyol ini, mana mungkin ia mau menikah dengan pria tua Bangka?
Jingga menggeleng, ia menoleh dan menatap ayah dan ibunya dengan tatapan mengiba, bermaksud meminta pertolongan agar mereka bisa bicara dengan Langit dan membiarkannya di rumah dulu.
Tapi justru, Yaya dan Hardi kompak mengangguk, menyetujui permintaan Langit dan ucapan Mega.
"Nona Jingga, sebaiknya anda menurut. mengenai ayah anda, Tuan akan mengirimkan seorang dokter untuk memeriksa dan memastikan ayah anda baik-baik saja!" Alex berucap tak kalah tegas dari Langit.
Membuat Hingga akhirnya pasrah dan menurut.
HALO SEMUANYA, MAK KEMBALI KESINI...
SEMOGA KALIAN SEMUANYA SUKA NOVEL BATU MAK INI YA..
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK JEMPOLNYA LOOOH..
ada bulan , bintang , angkasa , semesta , ntar ada galaxi juga nihb😂